Tunjangan Nafkah Pasca Perceraian

Smartlegal.id -
Tunjangan-Nafkah-Pasca-Perceraian

“Dalam menghadapi perceraian, perempuan masih memiliki hak yang masih melekat padadirinya terhadap suaminya. Hak itu antara lain hak pemeliharaan dan pengasuhan anak, hak atas harta bersama, dan tentunya hak atas nafkah bagi dirinya dan anak-anaknya. Namun pada kenyataannya, banyak perempuan yang bercerai tidak mendapatkan nafkah pasca perceraian.”

Seringkali kita temukan kondisi dimana suami sebagai kepala rumah tangga tidak menafkahi istri dan anak-anaknya, atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga.istri Dalam keadaan seperti itu, seringkali sang istri mengajukan permohonan cerai karena menganggap sang suami tidak bertanggung jawab dan tidak bersikap baik terhadap dirinya. Namun, apabila perkawinan mereka telah terputus karena suatu perceraian, apakah sang istri masih dapat mendapatkan nafkah dari sang suami?

Apa itu Nafkah?
Nafkah merupakan suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang atau pihak yang berhak menerimanya. Nafkah utama yang diberikan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan, yakni makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Nafkah sudah menjadi ketetapan Allah SWT atas para suami, dimana seorang suami memberi nafkah kepada istrinya meskipun telah bercerai dan masih dalam masa iddah.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa nafkah yang diwajibkan bagi suami antara lain untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah umur. Pemeliharaan tersebut harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, disesuaikan dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar.

Bila suami atau istri yang melakukan perceraian tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dan harta pihak yang lain.

Walaupun sebuah perkawinan putus karena perceraian, baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban dalam memelihara dan mendidik anak-anaknya. Dalam hal ini, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan istri. Hal tersebut diatur dalam Pasal 41 huruf c Undang-Undang Perkawinan.

Apa sajakah bentuk-bentuk nafkah setelah perceraian?
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka mantan suami wajib untuk memberikan mut`ah yang layak kepada bekas istrinya (baik berupa uang atau benda), kecuali mantan istri tersebut qobla al dukhul alias belum disetubuhi. Selain itu, mantan suami juga wajib untuk memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Apabila suami belum melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, maka wajib baginya untuk melunasi hutang mahar tersebut setelah perceraian. Hal tersebut diatur dalam Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Selain itu, menurut Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan bahwa semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya,sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri yaitu berumur 21 tahun. 

Jadi terdapat tiga bentuk nafkah pasca perceraian, yaitu:

  1. Mut’ah, baik berupa uang atau benda
  2. Memberi nafkah kepada istri selama dalam masa iddah (Nafkah Iddah)
  3. Menanggung semua biaya hadhanah dan nafkah anak sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (Nafkah Anak).

Kewajiban memberi nafkah masih berlaku sampai dengan terjadinya perceraian sesudah jatuhnya talak, dengan harapan dapat mengembalikan suami istri menjadi pasangan seutuhnya kembali. Terdapat pengecualian dalam pemberian nafkah, yaitu dimana sang istri nusyuz, yaitu kondisi dimana seorang perempuan bersikap durhaka yang ditampakkannya di hadapan suami dengan jalan tidak melaksanakan apa yang Allah wajibkan padanya, yakni taat terhadap suami. Akibat dari melakukan nusyuz adalah gugurnya hak mendapatkan nafkah dari suami.

Apa itu Nafkah Iddah?
Iddah atau waktu menunggu adalah sebuah masa di mana seorang wanita yang telah diceraikan oleh suaminya, baik cerai karena suaminya mati atau karena diceraikan ketika suaminya hidup untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain.

Nafkah Iddah merupakan nafkah yang wajib diberikan kepada istri oleh mantan suami jika perceraian terjadi karena talak. Yang dimaksud dengan talak adalah suami mengajukan permohonan cerai terhadap sang istri ke Pengadilan.

Lamanya masa Iddah seorang wanita yang ditalak suaminya yaitu selama 3 bulan 10 hari. Setelah 3 bulan 10 hari tersebut lah sang suami masih berkewajiban untuk menafkahi istri nya. Besarnya nafkah yang dikeluarkan disesuaikan oleh Hakim dengan kemampuan suami.

Menurut Imam Syafi’i, suami wajib memberi nafkah pasca perceraian sampai masa iddah untuk talak raj’i, sedangkan untuk talak ba’in tidak wajib dengan alasan sesudah talak ada hubungan seksual. Jika perceraian terjadi karena pihak istri mengajukan gugatan cerai ke suami, maka sang suami tidak berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri.

Khusus untuk yang beragama Islam, mantan istri berhak untuk mendapatkan mut’ah dari mantan suami, yaitu hadiah yang diberi suami kepada istri sebagai kenang-kenangan.

Banyak ditemukan kasus dimana suami tidak memenuhi kewajibannya selama masa iddah, pembagian harta gono gini, melunasi mahar yang belum dituntaskan dan memberi hadhanah terhadap anak-anaknya. Hal ini terjadi karena minimnya kesadaran hukum pada masing-masing pihak, sehingga seringkali suami atau mantan suami lengah dalam memenuhi kewajibannya walaupun sudah terjadi perceraian antara dirinya dan istrinya.

Author : Safira Ayudia

Jika Anda membutuhkan konsultasi hukum mengenai nafkah pasca perceraian, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui email  [email protected] atau menghubungi 0812-9797-0522.

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY