Menyelamatkan Potensi Daerah Melalui Pendaftaran Indikasi Geografis

Smartlegal.id -
Menyelamatkan Potensi Daerah Melalui Pendaftaran Indikasi Geografis

Pendaftaran indikasi geografis dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat atau Pemerintah Daerah. Indikasi geografis terdaftar bukan lagi milik umum dan tidak bisa dipakai orang lain tanpa izin.

Jenis kopi dengan nama daerah di belakangnya sudah tidak asing lagi. Siapa tidak kenal Kopi Arabika Gayo, Arabika Kintamani, Robusta Sidikaling atau Arabika Flores Bajawa. Jenis-jenis kopi  tersebut adalah kopi yang sudah terdaftar sebagai indikasi geografis dan menjadi hak eksklusif lembaga masyarakat yang mendaftarkannya.

Cerita berbeda dialami Kopi Toraja. Nama Toraja telah didaftarkan sebagai merek dagang PT Toarco, perusahaan asal Jepang pada tahun 1976. Bahkan, pada 1977 PT Toarco mendaftarkannya sebagai merek internasional. Dengan begitu, nama “Kopi Toraja” tidak bisa lagi digunakan oleh masyarakat Toraja di dunia internasional.

Baca juga: Mengenal Indikasi Geografis Melalui Produksi Kopi

Kesadaran untuk melindungi Kekayaan Intelektual, khususnya indikasi geografis masih rendah di Indonesia. Hingga Maret 2020, baru 140 indikasi geografis yang didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI). Padahal, terdapat ribuan potensi indikasi geografis yang belum terdaftar.

Sebenarnya, Pemerintah Daerah (Pemda) bisa mengambil peran signifikan. Menurut Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), selain lembaga yang mewakili masyarakat, indikasi geografis juga dapat didaftarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

Jika lembaga masyarakat atau Pemda mengambil peran untuk mendaftarkan indikasi geografis, kasus seperti Kopi Toraja tidak akan terulang kembali. Sebab, menurut Pasal 21 ayat (1) UU MIG, pendaftaran merek akan ditolak jika mempunyai kesamaan/kemiripan dengan indikasi geografis terdaftar.

Indikasi geografis yang sudah terdaftar tidak bisa digunakan sembarangan. Menurut Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis (PP IG), indikasi geografis terdaftar bukan lagi menjadi milik umum.

Pemakai indikasi geografis harus memperoleh izin dari pemegang hak jika ia ingin mengolah atau memasarkan produknya, sesuai Pasal 1 angka 10 UU MIG. Karena, menurut Pasal 1 angka 7 UU MIG, hak eksklusif hanya dimiliki pemegang hak indikasi geografis yang terdaftar.

Setiap produsen harus mendapat rekomendasi dari pemegang hak jika ingin memakai indikasi geografis. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 12 Tahun 2019 Tentang Indikasi Geografis.

Dengan begitu, Pemda atau lembaga masyarakat bisa menjaga potensi daerahnya. Terlebih, perlindungan indikasi geografis tidak ada batas waktunya. Hanya saja, menurut Pasal 61 ayat (1) UU MIG, indikasi geografis dilindungi selama reputasi, kualitas, dan karakteristiknya terjaga.

Baca juga: Kesaktian Indikasi Geografis

Punya pertanyaan seputar indikasi geografis, paten, merek, legalitas usaha atau masalah hukum lainnya? Segera hubungi Smartlegal.id melalui Telpon/WA 081315158719 atau email [email protected].

Author: M. A. Mukhlishin

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY