Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal yang Perlu Anda Ketahui

Smartlegal.id -
Kriteria-Sistem-Jaminan-Produk-Halal-yang-Perlu-Anda-Ketahui

Sertifikasi halal sudah menjadi hal yang lumrah untuk dibutuhkan oleh para pelaku usaha. Sertifikasi halal bukan sekadar pelengkap belaka, namun juga sebagai bukti atas kualitas produk yang dihasilkan pelaku usaha, selain tentunya sebagai jaminan kehalalan produk yang bersangkutan. Produk yang butuh sertifikasi halal mulai dari makanan, perawatan diri, obat-obatan, sampai jasa perhotelan.

Kebutuhan akan sertifikasi halal tersebut membutuhkan suatu standar tertentu yang cukup, yaitu HAS 23000. HAS 23000:1 membahas mengenai kriteria sistem jaminan produk halal. Sementara HAS 23000:2 membahas mengenai kebijakan dan prosedur sertifikasi halal. Pada kali ini, akan dibahas mengenai kriteria sistem jaminan produk halal. Berikut ulasannya di bawah ini.

1. Kebijakan Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.

2. Tim Manajemen Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktifitas kritis serta memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang jelas.

3. Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.

4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.

5. Produk

Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.

Selain itu, produk pangan eceran (retail) dengan merek sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian.

6. Fasilitasi Produksi
Terdapat tiga kategori fasilitas produksi yang harus diperhatikan lebih lanjut, yakni industri pengolahan; restoran/katering/dapur; dan Rumah Potong Hewan (RPH).

Poin-poin pada industri pengolahan yaitu: fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan/produk yang haram/najis; dan fasilitas produksi dapat digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang disertifikasi dan produk yang tidak disertifikasi selama tidak mengandung bahan yang berasal dari babi/turunannya, namun harus ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang.

Poin-poin pada restoran/katering/dapur yang harus diperhatikan, yaitu: dapur hanya dikhususkan untuk produksi halal; dan fasilitas dan peralatan penyajian hanya dikhususkan untuk menyajikan produk halal.

Poin-poin pada RPH yang harus diperhatikan, yaitu: fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal; lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi; jika proses pengeluaran tulang (deboning) dilakukan di luar RPH tersebut, maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal; dan alat penyembelih harus memenuhi persyaratan.

7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Sementara itu, prosedur tertulis aktivitas kritis dapat dibuat terintegrasi dengan prosedur sistem yang lain.

Aktivitas kritis dapat mencakup seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, formulasi produk, produksi, pencucian fasilitas produksi dan peralatan pembantu, penyimpanan dan penanganan bahan dan produk, transportasi, pemajangan (display), aturan pengunjung, penentuan menu, pemingsanan, penyembelihan, disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan (industri pengolahan, RPH, restoran/katering/dapur).

8. Kemampuan Telusur
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria tertentu dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria tertentu (seperti misalnya bebas dari bahan babi/ turunannya).

9. Penanganan Produk Yang Tidak Menenuhi Kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik.

10. Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan system jaminan produk halal. Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen.

Hasil audit internal disampaikan ke Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dalam bentuk laporan berkala setiap enam bulan sekali. Namun, mengingat sekarang sudah ada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) ada kemungkinan perubahan. Tapi sampai sekarang belum ada informasi perubahan lebuh lanjut.

11. Kaji Ulang Manajemen
Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan sistem jaminan halal dan merumuskan perbaikan berkelanjutan. 

BP Lawyers dapat membantu Anda
Apabila anda ingin berkonsultasi terkait permasalahan hukum, Anda dapat menghubungi kami melalui:

E: [email protected]
H: +62821 1000 4741

Author: TC-Thareq Akmal Hibatullah

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY