Awas! Direksi yang Masa Jabatannya Berakhir Harus Tanggung Jawab Secara Pribadi Kalau Perusahaan Rugi

Smartlegal.id -
Awas! Direksi yang Berakhir Masa Jabatannya Harus Tanggung Jawab Secara Pribadi Kalau Perusahaan Rugi

Tindakan hukum direksi yang telah habis masa jabatannya merupakan tindakan pribadi yang mengikat hak dan kewajibannya secara pribadi serta yang akan bertanggung jawab penuh jika perusahaan rugi. Apakah perusahaan perlu mengajukan pembatalan dahulu?

Dalam Perseroan Terbatas (PT), Direksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Selain itu, Direksi memiliki kewenangan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Tugas dan kewajiban ini telah diatur di dalam Pasal 1 Angka 5 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

Berdasarkan UUPT tersebut, selain direksi mengelola kegiatan usaha dari perseroan, direksi juga bertanggung jawab atas pengambilan keputusan yang mengatasnamakan perseroan tersebut. Dengan demikian, maka setiap tindakan hukum yang dilakukan direksi harus berdasarkan itikad baik.

Itikad baik dari setiap tindakan direksi diatur dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyebutkan bahwa pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Prinsip itikad baik dan penuh tanggung jawab ini tentu harus dimiliki oleh setiap direksi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Hal ini sebagai upaya untuk menghindari akibat yang ditimbulkan oleh adanya penyimpangan dari itikad baik tersebut.

Baca juga: Hati-Hati! Direksi Dapat Dipecat Kapan Saja Jika Dinilai Merugikan PT

Namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, direksi perlu memperhatikan masa jabatan dari direksi tersebut. Hal ini telah diatur di dalam Pasal 94 ayat (3) UUPT yaitu direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Pengangkatan, penggantian dan pemberhentian direksi didasarkan pada keputusan RUPS sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (5) UUPT.

Sebagai contoh, A menjabat sebagai Direksi di PT X selama 5 tahun, apabila tidak ada pengangkatan kembali oleh RUPS terhitung 5 tahun sejak A diangkat menjadi Direksi, maka masa jabatan A sebagai direksi PT X telah berakhir. Namun, jika setelah berakhirnya masa jabatan A sebagai direksi PT X, kemudian A melakukan perikatan mengatasnamakan PT X dengan pihak ketiga. Apakah tindakan tersebut sah di mata hukum?

Apabila menelaah kasus di atas, pelaksanaan perikatan oleh A sebagai mantan direksi dinilai sebagai tindakan pribadi dan tidak mengikat perusahaan. Sehingga PT X tidak bertanggung jawab apapun terhadap akibat dari perikatan tersebut dan A bertanggung jawab penuh jika perusahaan rugi yang diakibatkan oleh perikatan tersebut.

Namun tindakan direksi tersebut dapat dialihkan menjadi hak dan kewajiban PT X apabila PT X melakukan RUPS yang mengadopsi tindakan direksi tersebut. Artinya, PT X mengakui tindakan tersebut sebagai tindakan perusahaan dan bukan tindakan pribadi mantan direksi dimaksud. Namun dalam beberapa kasus, hal seperti ini dapat terjadi karena direksi maupun pemegang saham lupa dengan periode jabatan direksi tersebut. Sehingga, transaksi tetap berjalan seperti biasa. Kalau keuntungan dari transaksi tersebut dinikmati oleh perusahaan, maka sejatinya perusahaan mengakui tindakan direksi tersebut sebagai tindakan perseroan. Namun jika timbul kerugian, justru perusahaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi terhadap direksi tersebut. 

Semua kembali pada itikad baik. Jika hal tersebut dilakukan karena kelalaian dan kekhilafan bersama, maka dapat dilakukan RUPS untuk mengadopsi tindakan direksi tersebut, dan jika ingin dilanjutkan, maka sebaiknya ditegaskan juga dalam RUPS tersebut. 

Dapat dibatalkan

Di sisi lain, jika ternyata perusahaan tidak mengetahui tindakan dari direksi tersebut, maka perusahaan dapat mengajukan pembatalan terhadap transaksi yang ditandatangani oleh direksi atas nama perusahaan. Sehingga, perusahaan tidak memiliki hak dan kewajiban terhadap transaksi tersebut. Hal ini dikarenakan ada itikad tidak baik dari mantan direksi yang berusaha mengelabui pihak lain, untuk bertindak seakan dia masih bertindak mewakili perusahaan. 

Dalam kasus ini, pihak ketiga yang melakukan transaksi dengan mantan direktur perusahaan, dapat mengajukan permohonan pembatalan perikatan kepada pengadilan dengan dasar itikad tidak baik. Selain itu, dapat disampaikan argumen akibat tidak terpenuhinya syarat subjektif bagi mantan direksi untuk mewakili perusahaan yang dimaksud. Namun jika ingin tetap dilanjutkan transaksi tersebut, maka transaksi tersebut hanya mengikat pihak ketiga tersebut dengan sang mantan direksi dan bertanggung jawab penuh jika perusahaan rugi yang diakibatkan oleh perikatan tersebut. 

Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum lain dalam bisnis anda? Segera hubungi Smartlegal.id melalu tombol di bawah ini.

Author : Muhammad Fadhali Yusuf

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY