Simak Aturan Terbaru Mengenai Program JKK dan JKM di Sektor Jasa Konstruksi

Smartlegal.id -
skyworkers-4656778_1280

Pelaku Usaha Jasa Konstruksi dapat dikenakan sanksi administrasi jika tidak mendaftarkan pekerjanya.

Sektor jasa konstruksi merupakah salah satu bidang pekerjaan yang memiliki risiko tinggi. Oleh sebab itu, pekerja di sektor jasa konstruksi harus memiliki perlindungan jaminan sosial agar aman saat bekerja. Melalui PP No. 44/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian sebagaimana terakhir kali diubah dengan PP No. 82/2019, Pemerintah mewajibkan pemberi kerja di bidang usaha jasa konstruksi untuk mendaftarkan pekerjanya dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan.  Adapun pekerja yang wajib didaftarkan pada program JKK dan JKM meliputi pekerja lepas harian, pekerja borongan, dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang JKK dan JKM beserta manfaatnya.

Pengertian Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja atau yang biasa disingkat JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat Pekerja  mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Adapun jenis kecelakaan kerja yang dijamin tidak hanya yang terjadi pada waktu bekerja melainkan termasuk juga kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya. Jaminan ini diberikan kepada pekerja yang menjadi peserta dengan membayar iuran secara teratur baik yang dibayarkan oleh pekerja atau pemberi kerja.

Pengertian Jaminan Kematian

Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JKM adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika pekerja meninggal dunia. Sama halnya dengan JKK, JKM ini juga diberikan kepada pekerja yang menjadi peserta dengan membayar iuran secara teratur baik itu dibayarkan oleh pekerja atau pemberi kerja. Namun,  JKM ini diberikan pada kematian yang bukan disebabkan oleh kecelakaan kerja.

Manfaat JKK Pelayanan Medis

Berdasarkan Pasal 25 ayat (2) huruf a PP No. 82/2019, manfaat JKK yang berhak diperoleh pekerja yang mengalami kecelekaan salah satunya adalah pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:

  1. pemeriksaan dasar dan penunjang;
  2. perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
  3. rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah,rumah sakit pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta yang setara;
  4. perawatan intensif
  5. penunjang diagnostik;
  6. penanganan, termasuk komorbiditas dan komplikasi yang berhubungan dengan Kecelakaan Kerja dan penyakit akibat kerja;
  7. pelayanan khusus;
  8. alat kesehatan dan implan;
  9. jasa dokter/medis;
  10. operasi;
  11. pelayanan darah;
  12. rehabilitasi medik;
  13. perawatan di rumah bagi Peserta yang tidak memungkinkan melanjutkan pengobatan ke rumah sakit; dan
  14. pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus penyakit akibat kerja;

Berbeda dari PP sebelumnya, pada PP No. 82/2019 terdapat 2 manfaat tambahan yang dapat diterima oleh peserta yaitu Perawatan dirumah (Home Care) bagi peserta yang tidak memungkinkan melanjutkan pengobatan ke rumah sakit dan pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus penyakit akibat kerja. Selain itu manfaat Pelayanan medis pengobatan juga diganti dengan Manfaat Penanganan, termasuk komorbiditas dan komplikasi yang berhubungan dengan Kecelakaan Kerja dan penyakit akibat kerja.

Ketentuan Pelaksanaan Manfaat JKK Home Care

Perawatan di rumah (home care) bagi Peserta dilaksanakan dengan ketentuan:

  1. Bekerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan; dan
  2. Manfaat diberikan maksimal 1 (satu) tahun dengan batasan biaya paling banyak sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); dan

Santunan Uang Biaya Transportasi

Selain manfaat Pelayanan Medis, berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (2) huruf b, manfaat JKK juga meliputi santunan berupa uang yang salah satunya uang biaya transportasi. Pengaturan mengenai santunan biaya transportasi terdapat Perubahan sebagai berikut:

  1. Biaya transportasi Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan rujukan ke rumah sakit lain; dan atau
  2. Biaya transportasi peserta yang mengikuti program kembali kerja menuju dan pulang dari fasilitas pelayanan kesehatan dan balai latihan kerja

Jumlah biaya yang diganti pun juga mengalami penambahan dengan rincian sebagai berikut :

  1. Jika menggunakan transportasi darat, sungai, atau danau paling banyak RpS.000.000,00 (lima juta rupiah)
  2. Jika menggunakan transportasi laut paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah);
  3. Jika menggunakan transportasi udara paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau
  4. Jika menggunakan lebih dari 1 (satu) angkutan maka berhak atas biaya paling banyak dari masing-masing angkutan yang digunakan.

Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)

Berdasarkan Lampiran III PP No. 82/2019 Pemberian STMB dilakukan dengan rincian sebagai berikut:

  1. STMB untuk 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar I00% (seratus persen) dari Upah;
  2. STMB untuk 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari Upah;
  3. STMB untuk 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Upah

STMB dibayar selama Peserta tidak mampu bekerja sampai Peserta dinyatakan sembuh, cacat sebagian anatomis, cacat sebagran fungsi, cacat total tetap, atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dokter.

Santunan Uang Penggantian biaya gigi tiruan

Dalam hal Peserta melakukan pemasangan gigi tiruan yang diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit akibat kerja, maka peserta akan mendapat Penggantian biaya gigi tiruan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Santunan uang ini lebih besar daripada yang diatur dalam PP No. 44/2015 yang hanya mengganti paling banyak sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Santunan uang penggantian alat bantu dengar dan kacamata

Santunan uang penggantian alat bantu dengar dan kacamata tidak diatur dalam Peraturan sebelumnya, Namun pada PP No. 82/2019 pembelian alat bantu dengar dan kacamata akibat kecelakaan/penyakit akibat kerja dilakukan penggantian sebesar :

  1. Paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk biaya kacamata
  2. Paling banyak Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk alat bantu dengar

Santunan Uang Berupa Beasiswa

Berdasarkan PP No. 82/2019 bagi anak dari Peserta yang meninggal dunia atau Cacat total tetap akibat Kecelakaan akan diberikan beasiswa pendidikan kepada paling banyak 2 (dua)orang anak (anak sah) Peserta. Beasiswa tersebut diberikan secara  berkala setiap tahun sesuai dengan tingkat pendidikan anak dengan rincian ketentuan pemberian sebagai berikut:

  1. Pendidikan TK sampai dengan SD/sederajat sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu nrpiah) perorang per tahun, dengan menyelesaikan pendidikan maksimal 8 (delapan) tahun
  2. Pendidikan SMP/sederajat sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per orang per tahun, dengan menyelesaikan pendidikan maksimal 3 (tiga) tahun;
  3. pendidikan SMA/sederajat sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) per orang per tahun, dengan menyelesaikan pendidikan maksimal 3 (tiga) tahun;
  4. pendidikan tinggi maksimal Strata 1 atau pelatihan sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per orang per tahun, dengan menyelesaikan pendidikan maksimal 5 (lima) tahun;

Bagi anak Peserta yang belum memasuki usia sekolah sampai dengan sekolah di tingkat dasar, beasiswa diberikan ketika anak memasuki usia sekolah. Beasiswa ini diberikan sampai  anak  mencapai usia 23 tahun atau menikah atau bekerja. Jumlah beasiswa ini tentunya lebih besar dibanding yang diatu dalam PP No. 44/2015 yang mana hanya memberikan santunan uang sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) sebanyak satu kali tanpa memandang jumlah anak yang dimiliki dan tingkat pendidikan anak.

Jangka Waktu Hak menuntut manfaat JKK

Dalam Pasal 26 PP No. 82/2019 ditentukan bahwa Hak Peserta dan/atau Pemberi Kerja selain penyelenggara negara untuk menuntut manfaat JKK gugur apabila telah lewat waktu 5 (lima) tahun sejak Kecelakaan Kerja terjadi atau sejak penyakit akibat kerja didiagnosis. Jangka waktu ini tentunya lebih lama dari yang sebelumnya diatu yakni hanya 3 (tiga) tahun. Selain itu,  dalam penjelasan Pasal 26 diatur juga terkait kewajiban Pemberi Kerja selain penyelenggara negara untuk melaporkan setiap terjadi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja guna mempermudah penyelesaian kasus dalam jangka waktu:

  1. Tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya Kecelakaan Kerja atau
  2. Dalam 2 x 24 jam terhitung sejak diagnosa penyakit

Manfaat JKM apabila Peserta Meninggal Dunia dalam Masa Aktif

Apabila pekerja yang menjadi peserta program JKM meninggal dunia dalam masa aktif yaitu meninggal pada saat masih bekerja dan membayar iuran, maka manfaat JKM yang diberikan terdiri atas:

  1. Santunan sekaligus Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) diberikan kepada ahll waris Peserta
  2. santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)diberikan kepada ahli waris Peserta
  3. Biaya pemakaman sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) diberikan kepada ahli waris Peserta atau jika tidak ada ahli waris diberikan kepada pihak yang mengurus pemakaman. Dan
  4. Beasiswa pendidikan bagi anak dari Peserta yang telah memiliki masa iur paling singkat 3 (tiga) tahun dan meninggal dunia bukan akibat Kecelakaan Kerja

Sanksi bagi Pemberi Pekerja yang Melanggar

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 (1) PP No. 44/2015 Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan Pekerjanya dalam program JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan, wajib membayar hak Pekerja sebagaimana diatur dalam PP ini jika terjadi risiko terhadap pekerjanya. Apabila pemberi kerja melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) tersebut maka menurut Pasal 59 Pemberi kerja akan diberi sanksi administratif yang dapat berupa :

  1. teguran tertulis;
  2. denda; dan/atau
  3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Selain itu, dalam hal pemberi kerja yang melanggar dan telah diberi sanksi tetap tidak patuh, maka BPJS Ketenagakerjaan wajib melaporkan ketidakpatuhan tersebut kepada Pengawas Ketenagakerjaan untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap Pemberi Kerja oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Author : Kintan Ayunindya
Editor : Hasyry Agustin

Jika Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui email : [email protected].

Baca juga Syarat & Prosedur Pendirian Kantor Perwakilan Konstruksi dan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing di Indonesia

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY