Persyaratan Perkawinan di Indonesia
Smartlegal.id -
Hubungan pernikahan merupakan sesuatu yang sakral bagi manusia. Bahkan, pengikatan antara dua insan dalam suatu pernikahan dianggap sebagai perjanjian paling sakral yang dilakukan oleh manusia. Persiapan dan pelaksanaan pernikahan sendiri susah–susah gampang. Seseorang yang menikah harus mempersiapkan undangan, catering pernikahan, mahar, lokasi pernikahan, dan lain sebagainya.
Rumitnya persiapan dan pelaksanaan pernikahan seseorang terkadang menjadi sorotan masyarakat luas. Misalnya pasangan ‘crazy rich Surabaya’ yang melangsungkan pernikahan mewah di Bali, lengkap dengan undangan dalam bentuk kotak musik dan souvenir emas batangan beberapa waktu lalu.
Sementara, seorang selebgram membuat heboh karena memilih menikah secara sangat simpel di Kantor Urusan Agama (KUA). Bahkan pengantin perempuannya hanya memakai celana jeans. Terlihat sangat kontrasnya pelaksanaan pernikahan kedua pasangan tersebut. Yang satu sangat mewah dan besar-besaran. Sementara yang satu sangat sederhana tanpa perayaan yang berlebihan.
Kita menjadi bertanya-tanya apakah sebenarnya pelaksanaan pernikahan demikian mempengaruhi keabsahan pernikahan? Apa saja syarat sah perkawinan? Simak jawabannya berikut ini.
Persyaratan Perkawinan Indonesia: UU Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan) mengatur beberapa hal yang menjadi syarat bagi pelaksanaan perkawinan. Adapun syarat-syarat perkawinan yang dimaksud yaitu:
- Adanya persetujuan dari kedua belah pihak, yaitu mempelai pria dan mempelai wanita;
- Adanya izin dari pihak-pihak tertentu untuk melangsungkan perkawinan bagi yang belum mencapai usia 21 tahun, yaitu:
a. Orang tua atau salah satu orang tua dalam hal salah satunya telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya;
b. Wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas (kakek-nenek);
Lebih lanjut mengenai syarat perkawinan menurut UU Perkawinan dapat dilihat dalam artikel ini. Akan tetapi persyaratan tersebut di atas bukan hanya satu-satunya yang perlu diperhatikan. Perkawinan hanya sah jika dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Jadi perlu diperhatikan keabsahan pernikahan menurut hukum agama dan kepercayaan. Berikut syarat sah perkawinan menurut agama Islam sebagai contoh.
Syarat Sah Perkawinan Menurut Agama Islam
Terdapat empat persyaratan sahnya perkawinan menurut jumhur ulama dalam Islam, antara lain: akad nikah (Ijab dan Qabul); calon mempelai laki-laki dan perempuan; wali; dan saksi. Sementara Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur bahwa untuk melaksanakan perkawinan dibutuhkan: calon suami; calon istri; wali nikah; dua saksi; ijab dan qabul.
Ijab dan Qabul
Ijab yaitu ucapan penyerahan yang diucapkan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Sedangkan qabul adalah ucapan pengantin laki-laki sebagai tanda penerimaan. Ijab dan Qabul dapat diucapkan dalam Bahasa Indonesia.
Ijab dan Qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu. Yang berhak mengucapkan Qabul ialah calon mempelai pria secara pribadi. Dalam hal-hal tertentu ucapan Qabul nikah dapat dilakukan pada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
Calon Mempelai
Persyaratan calon mempelai pria adalah sebagai berikut: calon suami beragama Islam; terang bahwa calon suami itu betul laki-laki; orangnya diketahui dan tertentu; calon suami itu jelas halal dikawin dengan calon istri; calon laki-laki tahu calon istri; calon suami rela untuk melakukan perkawinan itu; tidak sedang melakukan ihram; tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri; dan tidak punya istri empat.
Sementara persyaratan calon mempelai perempuan adalah sebagai berikut: beragama Islam; terang bahwa ia wanita; wanita itu tentu orangnya; halal bagi calon suami; wanita tersebut tidak berada dalam ikatan perkawinan dan tidak dalam masa iddah; tidak dipaksa; dan tidak sedang berihram.
Wali
Pasal 19 KHI menyatakan bahwa wali nikah dalam perkawinan merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya. Syarat wali adalah: Islam; sudah baligh; berakal sehat; merdeka; laki-laki; adil; dan sedang tidak melakukan ihram.
Sementara urutan orang yang boleh menjadi wali adalah: Bapak; Kakek dari jalur Bapak; Saudara laki-laki kandung; Saudara laki-laki tunggal bapak; Kemenakan laki-laki (anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung); Kemenakan laki-laki (anak laki-laki saudara laki-laki bapak); Paman dari jalur bapak; Sepupu laki-laki anak paman; Hakim bila sudah tidak ada wali–wali tersebut dari jalur nasab.
Saksi
Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah. Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi. Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-laki muslim, adil, akil baligh, tidak terganggu ingatan, dan tidak tuna rungu atau tuli. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pernikahan secara sederhana atau secara bermewah-mewahan tidak mengapa dari segi persyaratan pernikahan. Selama pernikahan diselenggarakan menurut hukum negara dan sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan masing-masing, maka tidak ada masalah.
Masih bingung soal pernikahan? Hubungi Kantorpengacara.co di +62 812-9797-0522 atau email ke: [email protected]
Author : Thareq Akmal Hibatullah