Tertarik Bisnis Action Figure? Ini Ketentuan Perizinannya!

Smartlegal.id -
Bisnis Action Figure
Bisnis Action Figure

“Langkah-langkah penting perizinan bisnis action figure yang harus Anda ketahui untuk menghindari masalah hukum.”

Produksi action figure adalah bisnis yang menarik dan berkembang pesat, terutama di era dimana industri hiburan, seperti film, komik, dan video game, memiliki penggemar yang setia.

Namun, produksi action figure, terutama yang terinspirasi dari karakter-karakter populer, memerlukan pemahaman mendalam tentang ketentuan perizinan, lisensi, dan perlindungan merek. Artikel ini akan membahas poin-poin penting dalam produksi action figure serta aspek hukum yang perlu diperhatikan oleh para produsen.

Ketidakpatuhan terhadap peraturan dapat berakibat serius, mulai dari sanksi hukum hingga kerugian finansial. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas langkah-langkah penting yang perlu Anda ambil untuk memastikan bahwa produk action figure berizin dan memenuhi semua ketentuan yang diperlukan. 

Baca Juga: Pemegang Hak Cipta Wajib Tahu Nilai Ekonomi Karya Cipta di Era Digital

Peraturan Mengenai Hak Cipta pada Bisnis Action Figure

Ketika membuatnya yang berdasarkan karakter terkenal (seperti dari film, komik, atau serial TV), produsen harus memiliki izin lisensi dari pemegang hak cipta atau merek tersebut. Lisensi penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan menghindari pelanggaran hak cipta atau merek dagang.

Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi dapat melakukan hal-hal yang meliputi:

  1. Penerbitan Ciptaan;
  2. penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
  3. penerjemahan Ciptaan;
  4. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
  5. pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
  6. pertunjukan Ciptaan;
  7. Pengumuman Ciptaan;
  8. Komunikasi Ciptaan; dan
  9. Penyewaan Ciptaan.

“Pengadaptasian” yang dimaksudkan di dalam peraturan tersebut yaitu mengubah atau mengembangkan karya yang sudah ada menjadi bentuk baru. Dalam konteks action figure, hal ini berarti mengambil karakter atau elemen dari karya yang dilindungi hak cipta, seperti film, komik, atau permainan video, dan kemudian menciptakan action figure berdasarkan karakter tersebut.

Setiap individu yang ingin melaksanakan hak ekonomi terkait karya tersebut diwajibkan untuk memperoleh izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. 

Jadi, dalam memproduksi action figure, Anda perlu izin hak cipta kepada pencipta atau pemegang hak cipta karakter fiksi yang akan dijadikan action figure. Izin tersebut berupa lisensi resmi sebagai izin tertulis untuk melaksanakan hak ekonomi atas produk ciptaan. 

Selain perizinan tertulis, perlu dibuat kontrak tertulis yang berisikan perjanjian meliputi batasan bagi produsen action figure dalam melaksanakan hak ekonomi, dan pembagian royalti kepada pemilik hak cipta.

Pihak yang melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk penggunaan komersial dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500 Juta. (Pasal 113 ayat (2) UU 28/2014).

Jika terdapat pihak yang menggunakan karya ciptaan seseorang tanpa izin atau adanya lisensi dari pemilik hak cipta asli, maka hal tersebut dianggap melakukan pelanggaran hak cipta.

Dalam melakukan perlindungan merek, pencipta karya dapat melakukan pendaftaran merek atas nama dan gambar dari karakter yang telah diciptakan. 

Jika melihat dari Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016).

Pemilik Merek yang sudah terdaftar dapat memberikan Lisensi kepada pihak lainnya untuk menggunakan Merek tersebut baik sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.

Baca Juga: Ini Dia! Cara Menggugat Pelanggaran Hak Cipta Yang Terjadi di Internet

Perjanjian Lisensi

Mengenai perjanjian lisensi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (PP 36/2018).

Lisensi diberikan berdasarkan perjanjian Lisensi dalam bentuk tertulis antara pemberi Lisensi dan penerima Lisensi dibuat dalam bahasa asing wajib diterjemahkan dalam bahasa Indonesia (Pasal 5 PP 36/2018). Terhadap perjanjian lisensi wajib dilakukan pencatatan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 

Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat paling sedikit memuat: (Pasal 7 ayat (2)  PP 36/2018).

  1. tanggal, bulan, tahun, dan tempat perjanjian Lisensi ditandatangani;
  2. nama dan alamat pemberi Lisensi dan penerima Lisensi;
  3. objek perjanjian Lisensi;
  4. ketentuan mengenai Lisensi bersifat eksklusif atau non eksklusif, termasuk sublisensi;
  5. jangka waktu perjanjian Lisensi;
  6. wilayah berlakunya perjanjian Lisensi; dan
  7. pihak yang melakukan pembayaran biaya tahunan untuk paten.

Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat: (Pasal 6  PP 36/2018).

  1. Merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia;
  2. Memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi;
  3. Mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan/atau
  4. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Khawatir hak cipta anda dipakai tanpa izin? Jangan Khawatir hubungi kami Smartlegal.id telah berpengalaman dalam menangani berbagai urusan hukum khususnya perizinan usaha. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Akmal Ghudzamir

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY