Cara Bagi Hasil Usaha Antara Pemodal dan Pengelola Beserta Contoh Perhitungannya
Smartlegal.id -

“Pelajari cara bagi hasil usaha antara pemodal dan pengelola agar kerja sama bisnis berjalan lancar dan adil. Lengkap dengan contoh perhitungan hingga tips membuat perjanjian yang sah dan mengikat!”
Dalam dunia usaha, kerja sama antara pemilik modal dan pengelola bisnis merupakan hal yang umum terjadi. Pola kerja sama ini umumnya terbentuk karena keterbatasan modal di awal pendirian usaha.
Di sisi lain, pemilik modal juga membutuhkan rekan kerja yang dapat dipercaya untuk menjalankan operasional bisnis secara aktif dan profesional.
Bagi kedua pihak baik pemodal maupun pengelola penting untuk memahami sistem pembagian hasil usaha (profit sharing) yang akan diterapkan. Sebab, besar kecilnya keuntungan yang diterima masing-masing pihak ditentukan oleh bentuk kontribusi, baik berupa modal finansial maupun keterlibatan langsung dalam pengelolaan usaha.
Baca Juga: Sistem Bagi Hasil Sebagai Alternatif dalam Pembagian Keuntungan Usaha
Cara Bagi Hasil Usaha antara Pemodal dan Pengelola
Secara umum, terdapat tiga bentuk sistem bagi hasil yang umum digunakan dalam kerja sama usaha, yaitu:
1. Pembagian Dividen Disertai Gaji Bulanan
Sistem ini diterapkan apabila kedua pihak, selain menanamkan modal, juga terlibat secara aktif dalam pengelolaan operasional usaha. Oleh karena itu, masing-masing pihak berhak menerima pembagian keuntungan (dividen) sekaligus gaji sebagai kompensasi atas kontribusi kerja hariannya.
Contoh:
A dan B mendirikan usaha laundry. A menyetor modal sebesar Rp 80 juta dan B sebesar Rp 50 juta. A bertugas mengoperasikan mesin cuci, sementara B bertanggung jawab dalam proses penyortiran pakaian. Mereka menyepakati pembagian keuntungan sebesar 70% untuk A dan 30% untuk B. Selain itu, keduanya menerima gaji bulanan sebesar Rp 4 juta.
Apabila usaha tersebut memperoleh laba bersih sebesar Rp 50 juta, maka A akan menerima Rp 35 juta dan B sebesar Rp 15 juta, di luar gaji masing-masing. Namun, apabila usaha mengalami kerugian, maka A dan B juga berkewajiban menanggung kerugian sesuai dengan proporsi modal masing-masing.
2. Pembagian Dividen kepada Pemodal
Model ini umum diterapkan ketika pengelola usaha tidak menyetorkan modal, tetapi hanya menjalankan operasional bisnis dari dana yang telah disediakan oleh pihak pemodal.
Contoh:
Seorang peternak mengelola usaha ternak milik pemodal. Mereka menyepakati pembagian hasil sebesar 80% untuk pemodal dan 20% untuk peternak. Selain itu, peternak juga memperoleh gaji tetap.
Jika usaha menghasilkan keuntungan kotor sebesar Rp 20 juta dan biaya operasional sebesar Rp 5 juta, maka sisa laba bersih Rp 15 juta dibagi sesuai kesepakatan: Rp 12 juta untuk pemodal dan Rp 3 juta untuk peternak, di luar gaji bulanan.
Dalam situasi rugi, umumnya pemodal yang akan menanggung beban tersebut, kecuali terdapat ketentuan berbeda dalam perjanjian kerja sama.
Pembagian dividen bukan sekadar keputusan bisnis, tetapi juga harus mengikuti mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Simak dalam artikel Mekanisme Pembagian Dividen Beserta Jenis dan Dasar Hukumnya Lengkap
3. Hubungan Kreditur dan Debitur (Tanpa Bagi Hasil)
Dalam kasus tertentu, pengelola usaha memperoleh modal dari lembaga keuangan seperti bank atau penyedia Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam hubungan ini, pemberi pinjaman (kreditur) tidak berhak atas pembagian keuntungan usaha. Pengelola hanya berkewajiban untuk mengembalikan pinjaman beserta bunga sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Contoh:
Seseorang meminjam dana sebesar Rp 100 juta dari bank untuk mendirikan usaha salon. Pinjaman tersebut memiliki jangka waktu lima tahun dan bunga tetap sebesar 10% per tahun.
Dengan demikian, pengelola usaha harus membayar cicilan bulanan sebesar Rp 2,5 juta, terlepas dari kondisi keuangan usaha yang untung ataupun rugi.
Pentingnya Perjanjian dalam Kerja Sama Bagi Hasil Usaha
Dalam menjalankan kerja sama usaha dengan sistem bagi hasil, keberadaan perjanjian tertulis menjadi sangat krusial. Perjanjian ini berfungsi sebagai dasar hukum yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak secara jelas dan mengikat.
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya.
1. Fungsi dan Manfaat Perjanjian Kerja Sama Bagi Hasil
Adanya perjanjian kerja sama bukan sekadar formalitas, melainkan memiliki beberapa fungsi penting, antara lain:
- Memberikan Kepastian dan Rasa Aman: Perjanjian menjamin hak dan kewajiban masing-masing pihak sehingga memberikan kepastian hukum selama masa kerja sama berlangsung.
- Menjadi Acuan Hak dan Kewajiban: Seluruh ketentuan dalam perjanjian membantu para pihak memahami batasan serta tanggung jawab mereka secara transparan.
- Meminimalkan Risiko Perselisihan: Dengan adanya kesepakatan tertulis, potensi konflik atau salah paham dapat diminimalisasi.
- Menjadi Dasar Penyelesaian Sengketa: Apabila terjadi perselisihan, isi perjanjian dapat dijadikan acuan hukum dalam menyelesaikan permasalahan.
2. Struktur dan Isi Surat Perjanjian Kerja Sama Bagi Hasil
Surat perjanjian kerja sama bagi hasil sebaiknya memuat poin-poin berikut:
- Judul Perjanjian: Menunjukkan jenis kerja sama yang disepakati.
- Identitas Para Pihak: Meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, serta nomor identitas masing-masing pihak.
- Latar Belakang Perjanjian: Penjelasan mengenai alasan dan tujuan dibuatnya perjanjian kerja sama.
- Ketentuan Perjanjian: Uraian pasal-pasal yang memuat kesepakatan mengenai hak, kewajiban, dan mekanisme pelaksanaan kerja sama.
- Penutup: Pernyataan bahwa dokumen tersebut merupakan bukti sah dan mengikat secara hukum.
- Tanda Tangan dan Materai: Tanda tangan para pihak serta saksi, dilengkapi dengan materai sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Mie Gacoan Langgar Hak Cipta Hingga Direktur Jadi Tersangka Kok Bisa?
3. Komponen Penting dalam Perjanjian Usaha Bagi Hasil
Agar kerja sama berjalan lancar dan terhindar dari konflik, perjanjian usaha bagi hasil perlu memuat hal-hal berikut:
- Identitas Para Pihak: Informasi lengkap mengenai pihak pemodal dan pihak pengelola.
- Deskripsi Usaha: Jenis usaha yang dijalankan, seperti kuliner, perdagangan online, atau bidang agribisnis.
- Jumlah dan Sumber Modal: Rincian kontribusi modal masing-masing pihak.
- Skema Pembagian Keuntungan: Persentase hasil usaha yang akan diterima oleh masing-masing pihak misalnya, 50:50 atau 70:30.
- Pembagian Risiko atau Kerugian: Ketentuan mengenai tanggung jawab atas kerugian yang mungkin timbul.
- Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab: Penjabaran peran dan kewajiban antara pemodal dan pengelola usaha.
- Durasi Perjanjian: Jangka waktu kerja sama, termasuk syarat perpanjangan atau pemutusan kerja sama.
- Ketentuan Tambahan: Misalnya, hak pengambilan keputusan, mekanisme apabila salah satu pihak mengundurkan diri, serta cara penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan.
Dengan adanya perjanjian yang komprehensif dan disusun secara profesional, kerja sama bagi hasil dapat berjalan lebih tertib, adil, dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Ingin membangun kerja sama usaha yang saling menguntungkan dan minim potensi konflik?
Smartlegal.id siap membantu Anda menyusun perjanjian bagi hasil yang sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak, baik pemodal maupun pengelola. Segera konsultasikan bersama Smartlegal.id!
Author: Kunthi Mawar Pratiwi
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://kontrakhukum.com/article/bagi-hasil-antara-pemodal-dan-pengelola-usaha/