Perbedaan Pajak PT Perorangan dan PT Biasa, Cek Besaran Tarif PPh dan Kewajiban Lainnya
Smartlegal.id -

“Perbedaan Pajak PT Perorangan dan PT Biasa menjadi penting dipahami karena bentuk badan usaha menentukan bagaimana perusahaan memenuhi kewajiban perpajakan.”
Setiap pelaku usaha yang mendirikan perseroan terbatas (PT) perlu memahami bahwa bentuk badan usaha yang dipilih akan berpengaruh pada kewajiban perpajakan. Hal ini berlaku baik untuk PT Perorangan, yang ditujukan bagi usaha mikro dan kecil, maupun PT Biasa (PT Umum), yang umumnya digunakan untuk usaha dengan skala lebih besar.
Perbedaan bentuk PT ini tidak hanya terletak pada jumlah pendiri atau struktur organisasinya, tetapi juga berimplikasi pada ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan kata lain, pilihan antara PT Perorangan dan PT Biasa akan menentukan skema pajak, tarif yang dikenakan, hingga fasilitas perpajakan yang dapat dimanfaatkan.
Memahami perbedaan tersebut menjadi penting agar pelaku usaha dapat mengelola kewajiban pajaknya secara lebih tepat. Simak artikel berikut untuk memahami perbedaan pajak antara PT Perorangan dan PT Biasa, termasuk besaran tarif PPh yang berlaku dan kewajiban administrasi yang harus dipenuhi oleh masing-masing bentuk perseroan.
Mengenal PT Perorangan dan PT Biasa
PT Perorangan merupakan bentuk perseroan terbatas yang dapat didirikan hanya oleh satu orang saja. Pendiri sekaligus berperan sebagai pemegang saham dan direktur, sehingga seluruh kendali perseroan ada pada individu tersebut. Ketentuan mengenai PT Perorangan diatur dalam Pasal 153 A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Dalam praktiknya, PT Perorangan diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Proses pendiriannya juga lebih sederhana karena cukup menggunakan pernyataan pendirian yang disampaikan secara elektronik kepada Menteri Hukum dan HAM, tanpa memerlukan akta notaris.
Sementara itu, PT Biasa adalah bentuk perseroan terbatas yang didirikan oleh minimal dua orang pendiri. Pendirian PT Biasa wajib dilakukan melalui akta notaris dalam bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diubah UU Cipta Kerja (UU PT).
Pengesahan pendirian oleh Menteri Hukum dan HAM menjadi dasar pengakuan PT Biasa sebagai badan hukum. PT Biasa juga memiliki organ perseroan yang lebih lengkap, meliputi Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris, sehingga pengelolaannya dilakukan secara kolektif sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Baca juga: Cara Mendapatkan Nomor TIN NPWP Wajib Pajak Beserta Dokumen yang Harus Dipersiapkan
Perbedaan Pajak PT Perorangan dan PT Biasa
Meskipun sama-sama berbentuk perseroan terbatas, ketentuan pajak yang berlaku pada PT Perorangan dan PT Biasa memiliki beberapa perbedaan penting.
1. Skema Pajak Final
PT Perorangan memiliki hak menggunakan PPh Final 0,5% dari omzet bruto bulanan (maksimal omzet Rp4,8 miliar per tahun) Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022).
Namun fasilitas ini terbatas hanya 4 tahun pemakaian sejak pertama kali digunakan (Pasal 59 ayat (1) huruf b PP 55/2022). Sedangkan, PT Biasa tidak memiliki opsi tersebut. Sejak awal berdiri PT Biasa wajib mengikuti skema PPh umum sehingga tidak ada masa insentif berupa tarif final.
2. Tarif Pajak Penghasilan (PPh)
PT Perorangan setelah masa PPh Final habis akan dikenakan tarif umum 22% dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) (Pasal 17 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
PKP dihitung dari laba bersih, yaitu total penghasilan dikurangi biaya operasional dan pengurang lain yang sah menurut ketentuan perpajakan. PT Biasa sejak awal pendirian sudah langsung tunduk pada tarif 22% dari PKP, tanpa melalui tahapan skema PPh Final.
3. Fasilitas Pengurangan Tarif
PT Perorangan dengan omzet tahunan tidak melebihi Rp 50 miliar mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal untuk bagian PKP sampai dengan Rp 4,8 miliar. Artinya, bagian laba tersebut hanya dikenakan tarif efektif 11%.
PT Biasa juga bisa memanfaatkan fasilitas yang sama dengan syarat omzet tidak melebihi Rp 50 miliar. Jadi, untuk skala usaha menengah, fasilitas ini berlaku baik untuk PT Perorangan maupun PT Biasa.
4. Pengenaan Pajak atas Dividen
PT Perorangan, jika membagikan dividen kepada pemegang saham (pemilik tunggal), maka dividen tersebut dianggap sebagai objek PPh orang pribadi sesuai ketentuan yang berlaku. Jika pemilik memilih menahan laba, maka laba tersebut hanya dikenakan PPh Badan.
Sedangkan, PT Biasa wajib mengenakan PPh Final atas dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham. Tarifnya umumnya sebesar 10% untuk wajib pajak dalam negeri dan 20% untuk wajib pajak luar negeri.
5. Fleksibilitas Perencanaan Pajak
PT Perorangan relatif lebih sederhana dalam menghitung pajak karena hanya melibatkan satu pemegang saham. Namun kelemahannya, jika omzet sudah besar, beban pajak bisa terasa berat setelah masa tarif final berakhir.
Sedangkan, PT Biasa lebih kompleks karena biasanya melibatkan banyak pemegang saham, pembagian dividen, dan kewajiban pelaporan yang lebih detail. Namun, secara perencanaan pajak PT Biasa lebih fleksibel karena bisa menahan laba atau mengatur pembagian dividen untuk efisiensi.
Baca juga: Pajak Langsung dan Tidak Langsung, Apa Bedanya? Cek Penjelasan dan Contohnya
Kewajiban Administrasi Lainnya
Selain membayar pajak penghasilan, PT Perorangan maupun PT Biasa juga memiliki kewajiban administrasi lain yang penting dijalankan. Kewajiban ini berhubungan dengan kepatuhan perusahaan dalam melaporkan aktivitas usaha dan mengelola kegiatan operasional secara transparan.
1. Pelaporan SPT Tahunan dan SPT Masa
Setiap perseroan wajib menyampaikan SPT Tahunan Badan kepada otoritas pajak. Laporan ini tidak hanya berisi jumlah pajak yang terutang dan telah dibayarkan, tetapi juga mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara keseluruhan.
Pada PT Perorangan, laporan ini umumnya lebih sederhana karena skala usaha kecil dan transaksi yang terbatas. Sementara pada PT Biasa, isi SPT lebih kompleks karena mencakup banyak pos transaksi, beban usaha, hingga distribusi keuntungan.
Selain itu, terdapat juga SPT Masa yang wajib disampaikan secara berkala (bulanan) untuk jenis pajak tertentu. Misalnya PPh Pasal 21 atas gaji karyawan, PPh Pasal 23 atas jasa tertentu, atau PPN bagi yang sudah menjadi PKP. PT Perorangan biasanya memiliki kewajiban SPT Masa yang lebih sedikit, sedangkan PT Biasa hampir selalu memiliki banyak kewajiban bulanan karena skala dan variasi transaksinya.
2. Kewajiban PPN
Jika omzet perusahaan telah melebihi Rp 4,8 miliar per tahun, perseroan wajib mengajukan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Status PKP menimbulkan kewajiban tambahan berupa pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang atau jasa yang diperdagangkan.
Pada PT Perorangan, kewajiban PPN biasanya baru muncul ketika usaha berkembang dan omzetnya sudah melewati Rp4,8 miliar per tahun. Banyak PT Perorangan yang bergerak di skala usaha mikro atau kecil, sehingga pada tahap awal berdiri mereka belum diwajibkan menjadi PKP dan administrasi PPN relatif lebih ringan.
Sementara itu, PT Biasa hampir selalu bersinggungan dengan kewajiban PPN sejak awal operasional. Skala usaha yang lebih besar membuat omzet cepat melewati Rp4,8 miliar per tahun, sehingga administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN menjadi bagian rutin dari kegiatan operasional perusahaan.
3. Pemotongan Pajak atas Karyawan
Ketika perseroan mempekerjakan karyawan, muncul kewajiban administratif berupa pemotongan pajak penghasilan dari gaji atau upah yang dibayarkan. Pemotongan ini harus disetorkan ke kas negara dan dilaporkan melalui SPT Masa PPh 21.
4. Kewajiban Terkait Jaminan Sosial
Perseroan yang memiliki tenaga kerja juga wajib mendaftarkan karyawannya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan. Perusahaan bertugas membayar iuran secara rutin, baik bagian yang ditanggung perusahaan maupun bagian yang dipotong dari gaji karyawan.
Apakah usaha Anda berbentuk PT Perorangan atau PT Biasa? Pastikan kewajiban perpajakan perusahaan Anda dipenuhi dengan benar. Konsultasikan dengan Smartlegal.id untuk memastikan perhitungan pajak dan pelaporan administrasi perusahaan berjalan sesuai aturan.
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://pajak.go.id/id/artikel/perseroan-perorangan-apa-itu