Masalah Hak Cipta Benyamin Sueb, Bagaimana Hukum Indonesia Mengatur?
Smartlegal.id -

“Masalah Hak cipta Benyamin Sueb menegaskan bahwa pemanfaatan karya tanpa izin ahli waris menimbulkan pelanggaran hak cipta yang dapat dikenai sanksi pidana maupun tuntutan perdata.”
Hak cipta merupakan fondasi utama dalam melindungi karya kreatif sekaligus menjamin kepastian hak ekonomi bagi pencipta yang sah. Namun, sengketa kerap timbul ketika karya digunakan tanpa izin resmi dari pemegang hak yang menyebabkan kerugian finansial sekaligus mengancam keberlanjutan karya cipta itu sendiri.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan publik saat ini adalah pemanfaatan karya Benyamin Sueb oleh salah satu perusahaan berupa layanan musik digital dan Nada Sambung Pribadi tanpa izin dari ahli waris. Hal ini menimbulkan persoalan terkait kerugian finansial pada pemilik hak ekonomi dan menjadi sorotan atas perlindungan hak cipta pasca pewarisan.
Dalam sistem hukum Indonesia, hak cipta yang dialihkan secara sah kepada ahli waris wajib mendapatkan izin resmi untuk setiap penggunaan karya setelah pencipta meninggal. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak hanya dapat menimbulkan tuntutan ganti rugi secara perdata, tetapi juga berpotensi dikenai sanksi pidana sebagai upaya penegakan hukum dan perlindungan hak ekonomi pencipta.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah hak cipta Benyamin Sueb dan bagaimana hukum Indonesia mengatur pengalihan hak cipta dan sanksi atas pelanggarannya, simak pembahasan lengkap dalam artikel berikut.
Baca juga: Bagaimana Perlindungan Hak Cipta Paul Walker yang Muncul di Film Terbaru Fast and Furious?
Masalah Hak Cipta Benyamin Sueb
Ahli waris almarhum Benyamin Sueb melaporkan dugaan pelanggaran hak cipta atas 517 karya sang legenda ke Polda Metro Jaya sejak Juli 2024. Laporan ditujukan kepada perusahaan yang diduga menggunakan karya-karya tersebut tanpa izin dan tidak membayarkan royalti kepada ahli waris.
Permasalahan muncul dari perjanjian yang dibuat oleh anak pertama Benyamin, Beib Habani, dengan PT GNP pada 2002 hingga 2007. Perjanjian tersebut terkait dengan jual beli master lagu dan pemanfaatan hak cipta.
Kesepakatan ini tidak disetujui seluruh ahli waris, sehingga hak ekonomi atas karya-karya Benyamin menjadi sengketa. Royalti dari karya-karya tersebut tidak pernah diterima ahli waris.
Kasus menjadi lebih rumit setelah para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut telah wafat yaitu Beib Habani wafat pada 2012 dan Direktur PT GN, Hendarmin Susilo, wafat pada 2013. Sejak saat itu, karya-karya Benyamin Sueb tetap diedarkan melalui layanan Nada Sambung Pribadi dan platform musik digital tanpa membayar royalti kepada ahli waris.
Baca juga: Vidi Aldiano Digugat Pencipta Lagu Nuansa Bening, Ini Ketentuan Hak Ciptanya!
Pengalihan Hak Cipta Melalui Pewarisan
Hak cipta adalah hak eksklusif yang dimiliki pencipta yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Hak moral berkaitan dengan pengakuan atas karya dan nama pencipta. Hak ini bersifat melekat pada pencipta dan tidak dapat dijual atau diwariskan selama pencipta masih hidup.
Setelah pencipta meninggal, pelaksanaan hak moral tetap bisa diatur melalui wasiat atau cara lain yang sah menurut hukum, sehingga identitas dan integritas karya tetap dijaga (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta)).
Hak ekonomi memberi pencipta hak untuk memperoleh manfaat finansial dari karyanya. Hak ini dapat dialihkan melalui beberapa cara yaitu pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang sah (Pasal 16 ayat (2) UU Hak Cipta).
Di antara cara-cara tersebut, pewarisan menjadi mekanisme yang penting karena hak ekonomi secara otomatis menjadi bagian dari harta peninggalan pencipta setelah meninggal dunia. Setelah pencipta meninggal, hak ekonomi atas karya yang belum atau sudah dipublikasikan menjadi milik ahli waris atau pihak yang ditunjuk dalam wasiat (Pasal 19 ayat (1) UU Hak Cipta).
Ahli waris dapat menegaskan haknya melalui pembuatan akta keterangan waris yang menjadi bukti sah bahwa mereka berhak atas hak cipta yang ditinggalkan oleh pencipta. Dokumen ini biasanya dibuat di hadapan notaris atau instansi berwenang dan mencantumkan daftar ahli waris serta hak cipta yang menjadi bagian dari harta peninggalan.
Setelah itu, ahli waris dapat mengajukan pencatatan perubahan pemilik hak cipta ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham. Hal ini penting dilakukan agar pengalihan hak cipta resmi diumumkan dalam Berita Resmi Hak Cipta.
Baca juga: Pendaftaran Hak Cipta: Biaya, Persyaratan, Dan Langkah-Langkahnya
Penggunaan Karya Melalui Perjanjian Lisensi
Setelah hak ekonomi atas karya berpindah kepada ahli waris, pihak lain yang ingin menggunakan karya tersebut harus mendapatkan izin dari ahli waris melalui perjanjian lisensi. Perjanjian ini menjadi dasar hukum bagi penggunaan ciptaan dan memastikan setiap penggunaan karya dilakukan secara sah.
Perjanjian lisensi perlu dibuat dengan jelas agar hak dan kewajiban pemberi serta penerima lisensi terlindungi. Perjanjian lisensi sebaiknya memuat beberapa hal penting yaitu:
- tanggal dan tempat penandatanganan;
- identitas pemberi dan penerima lisensi;
- objek perjanjian lisensi;
- sifat lisensi;
- jangka waktu perjanjian lisensi;
- wilayah berlakunya lisensi;
- kewajiban pembayaran terkait hak cipta.
Perjanjian lisensi mengatur royalti yang wajib dibayarkan oleh penerima lisensi kepada pemegang hak cipta sebagai kompensasi atas hak ekonomi ciptaan. Pasal 80 UU Hak Cipta menyatakan bahwa kecuali diperjanjikan lain, penerima lisensi wajib membayar royalti selama jangka waktu perjanjian sesuai kesepakatan tertulis sehingga hak ekonomi pencipta atau ahli waris tetap terlindungi.
Selain itu, perjanjian lisensi harus dicatatkan secara resmi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Pencatatan ini memberikan kepastian hukum bagi kedua pihak dan membantu ahli waris menegaskan hak ekonomi atas karya yang mereka miliki (Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (PP 36/2018)).
Baca juga: Pencatatan Hak Cipta di DJKI Penting Meski Termasuk Hak Eksklusif
Sanksi Pelanggaran Hak Cipta
Hak cipta merupakan hak eksklusif yang melekat pada pencipta dan setelah pencipta meninggal dunia maka hak ekonomi atas karya secara otomatis berpindah kepada ahli waris.
Setiap pihak yang ingin menggunakan karya tersebut wajib memperoleh izin dari pemegang hak yang sah. Setiap penggunaan karya yang tidak memiliki izin resmi dari pencipta atau ahli waris dianggap melanggar hak cipta dan dapat dikenai sanksi.
Pemanfaatan karya di layanan musik digital atau Nada Sambung Pribadi tanpa izin dari ahli waris melibatkan distribusi dan pemutaran karya untuk tujuan komersial. Tindakan ini termasuk pelanggaran hak ekonomi pencipta dan dapat dijerat pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah (Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta).
Jika pelanggaran dilakukan dalam bentuk pembajakan massal, seperti penggandaan atau penyebaran karya secara ilegal, maka sanksi pidana lebih berat dapat diterapkan. Pelaku dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 4 miliar rupiah (Pasal 113 ayat (4) UU Hak Cipta).
Selain pidana, pemegang hak cipta atau ahli waris dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Niaga untuk menuntut ganti rugi akibat pemanfaatan karya tanpa izin. Gugatan ini juga dapat meminta penghentian pemanfaatan karya dan penarikan karya dari peredaran, sekaligus memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan dampak yang ditimbulkan (Pasal 96 ayat (1) UU Hak Cipta).
Jangan biarkan karya cipta Anda dimanfaatkan tanpa izin! Konsultasikan dengan Smartlegal.id untuk memastikan hak cipta Anda tercatat dan terlindungi secara hukum.
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://www.viva.co.id/showbiz/1847677-ahli-waris-ngamuk-royalti-karya-benyamin-sueb-diduga-raib-polisi-turun-tangan
https://megapolitan.kompas.com/read/2025/09/09/13195161/polisi-usut-laporan-dugaan-pelanggaran-hak-cipta-lagu-benyamin-sueb