Bolehkah Mengganti Uang Kembalian dengan Permen?
Smartlegal.id -
“Uang Rp200-nya diganti permen aja ya Mbak soalnya nggak ada uang receh.”
Beberapa di antara kita mungkin pernah mengalami hal serupa ketika berbelanja. Uang kembalian yang seharusnya kita terima diganti dengan barang lain yang bernilai sama seperti jumlah uang kembalian, misalnya permen.
Mungkin ada yang menganggap hal tersebut merupakan sesuatu yang lumrah dan tidak mempermasalahkannya karena jumlahnya yang sedikit. Namun ada juga yang merasa dirugikan karena uang yang seharusnya diterima sebagai kembalian tidak dapat digunakan untuk hal lain seperti menabung, ongkos transportasi, dan lain-lain.
Dalam lingkup yang lebih besar, hal ini juga menyebabkan sirkulasi peredaran rupiah, khususnya uang koin di masyarakat menjadi tidak optimal. Seperti yang dilansir dari detikFinance, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari tahun 2017 Bank Indonesia telah mengeluarkan uang koin sekitar Rp6 Triliun, namun uang koin yang ‘kembali’ ke Bank Indonesia hanya sekitar Rp900 miliar saja. Salah satu faktor kurang optimalnya sirkulasi peredaran rupiah ini mungkin disebabkan oleh penggantian uang dengan barang lain yang sejenis sebagai alat dalam pembayaran.
Faktanya, tahukah Anda bahwa penggantian uang kembalian dengan permen atau barang lain berpotensi menjadi tindak pidana?
Menurut pasal 2 ayat (3) UU Bank Indonesia, setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia.
Selanjutnya, menurut pasal 65 UU Bank Indonesia pelanggaran atas pasal 2 ayat (3) UU Bank Indonesia adalah ancaman kurungan sekurang-kurangnya satu bulan dan paling lama tiga bulan, serta denda antara Rp2 juta Rp6 juta.
Ketentuan berikutnya terdapat pada pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, di mana disebutkan bahwa rupiah wajib digunakan dalam:
- setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
- penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
- transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sanksi apabila melanggar pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang terdapat dalam pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang, yaitu pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
Pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung seperti yang dikutip dari laman GRESNews.com pernah mengimbau konsumen berhak menolak dan melaporkan kepada petugas Disperindag atau kepolisian apabila menerima kembalian bukan dalam bentuk rupiah. Karena hal tersebut menurutnya merupakan bagian dari pelanggaran pidana.
Jadi, marilah untuk tetap menggunakan rupiah sebagai alat tukar agar sirkulasi peredaran uang di Indonesia dapat berjalan secara maksimal.
Demikian artikel singkat kami, semoga bermanfaat.
Author: Amanda Lauza Putri
Jika Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui e-mail: [email protected].