Ada Ancaman Pidana Bagi Perusahaan Yang Tidak Mengizinkan Karyawan Bekerja Di Rumah?
Smartlegal.id -
“Perusahaan yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah dan kekarantinaan kesehatan yang dalam hal ini berupa bekerja di rumah maka akan diancam dengan pidana berupa penjara dan denda”.
Senin, 23 Maret 2020 Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengancam akan membubarkan paksa masyarakat yang masih berkumpul. Tidak hanya itu, Polri juga mengancam akan memberi hukuman pidana sesuai Pasal 212, 216, dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal itu dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah mengantisipasi penyebaran virus corona.
Selain himbauan untuk tidak berkumpul, Presiden juga menginstruksikan perusahaan dan pemerintah untuk bekerja di rumah. Untuk menindaklanjuti instruksi Presiden tersebut, Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/202/2020 yang salah satu isinya menghimbau masyarakat untuk tidak pergi bekerja, sekolah atau ruang publik lain.
Pemerintah Daerah (Pemda) juga menghimbau warganya untuk tidak pergi bekerja. Salah satunya adalah Pemerintah DKI Jakarta melalui Seruan Gubernur DKI Jakarta No 6 tahun 2010, memerintahkan untuk menghentikan semua kegiatan perkantoran selama 14 hari. Surat Edaran No 3590/SE/2020 Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta juga secara tegas memerintahkan perusahaan untuk mengatur tenaga kerjanya agar bisa bekerja di rumah. Namun, seruan ini merupakan himbauan yang tidak memiliki sanksi tegas.
Faktanya, masih banyak perusahaan yang tidak melaksanakan anjuran pemerintah untuk mengizinkan karyawannya bekerja di rumah atau Work From Home (WFH). Masih menjadi perdebatan, apakah perusahaan yang “bandel” seperti itu apakah dapat dikenai sanksi pidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular (UU Wabah).
Baca juga: 6 Cara Penanganan Virus Corona yang Dapat Diterapkan Perusahaan
Menurut Pasal 14 ayat (1) UU Wabah, bagi siapa saja yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal 1 Juta Rupiah.
Artikel terkait: Adakah Sanksi Hukum Jika Kontrak Tidak Dapat Dijalankan Akibat Kebijakan Terkait Virus Corona?
Bagaimana Aturan UU Karantina?
Namun himbauan pemerintah di atas bukanlah bentuk kebijakan Pemerintah Pusat yang dapat dikategorikan sebagai kebijakan Kekarantinaan Kesehatan dan penanggulangan wabah. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Karantina), kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Dalam UU Karantina, kewenangan untuk memutuskan karantina wilayah dan pembatasan sosial dalam skala besar ada pada Menteri Kesehatan. Syarat pemberlakuan karantina wilayah didasarkan pada tujuh pertimbangan, mulai dari soal epidemologi, sampai sejauh mana penyebaran, tingkat bahayanya, efektivitas, termasuk pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
Apabila karantina diberlakukan, maka setiap orang wajib mematuhinya. Karena pemberlakukan karantina ini berbeda dengan himbauan. Dalam hal ada pelanggaran terhadap penyelenggaraan karantina, maka berdasarkan Pasal 93 UU Karantina setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda maksimal 100 Juta Rupiah.
Ancaman pidana tersebut tidak hanya berlaku bagi perseorangan, namun juga bagi korporasi atau perusahaan. Menurut Pasal 94 ayat (3) UU Karantina, pidana dijatuhkan kepada korporasi yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan jika:
- dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi
- dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi
- dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah
- dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum lainnya? Segera hubungi Smartlegal.id. melalui tombol dibawah ini.
Author: M. A. Mukhlishin