Ingin Mendirikan Perusahaan Startup Digital? Ketahui Apa yang Harus Anda Perhatikan dari segi Hukum!

Smartlegal.id -
Ingin Mendirikan Perusahaan Startup Digital Ketahui Apa yang Harus Anda Perhatikan dari segi Hukum!
Ingin Mendirikan Perusahaan Startup Digital Ketahui Apa yang Harus Anda Perhatikan dari segi Hukum!

“Pelaku usaha atau perusahaan yang menggunakan website atau aplikasi mobile untuk melakukan usahanya, termasuk dalam Penyelenggara Sistem Elektronik salah satunya startup”

Penggunaan Sistem Elektronik untuk Menjalankan Bisnis

Istilah startup sering kali dikaitkan dengan bisnis di dunia digital, atau bisnis yang high-tech. Hal ini terjadi karena kebanyakan perusahaan yang memanggil diri mereka startup menggunakan sistem elektronik berbasis website atau aplikasi dalam menjalankan usahanya dan berhubungan dengan konsumennya. Website atau aplikasi yang digunakan oleh perusahaan startup disebut sebagai sistem elektronik. 

Dengan memanfaatkan sistem elektronik berupa website dan aplikasi tersebut, perusahaan startup dapat menjangkau konsumen secara lebih luas, dengan memanfaatkan hubungan yang difasilitasi jaringan internet. Selain itu, dengan adanya website atau aplikasi startup, maka konsumen dapat dengan mudah mengenali identitas startup. Sehingga tidak heran saat ini banyak perusahaan yang tadinya masih menjalankan usahanya secara offline beralih atau memperluas usahanya untuk meliputi usaha online

Usaha online ini di Indonesia diatur dan didefinisikan sebagai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), dalam hal ini, adalah transaksi perdagangan barang dan/atau jasa yang dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 (“PP 71/2019”). PMSE dalam terminologi populernya biasa dikenal oleh konsumen sebagai E-Commerce.

Perusahaan atau pelaku usaha yang terlibat dalam PMSE atau E-Commerce memiliki model bisnis yang berbeda-beda, sesuai dengan bagaimana sistem elektronik digunakan untuk menjalankan usaha dan mendapatkan pendapatan atau income. Model bisnis tersebut antara lain:

  1. Pedagang atau Penyedia Jasa yang memiliki sarana elektronik yang dikelola sendiri, dimana transaksi dan penyediaan barang dan/atau jasa dilakukan melalui sarana elektronik tersebut;
  2. Penyelenggara sarana elektronik Marketplace baik dalam bentuk website maupun aplikasi, dimana marketplace tersebut menjadi “pasar” yang memfasilitasi tempat pembeli dan penjual melakukan transaksi perdagangan atau penyediaan jasa.
  3. Penyelenggara platform iklan baris online, dimana perusahaan/pelaku usaha mengiklankan barang atau jasa pihak lain dan mendapatkan pendapatan dari pelaksanaan iklan tersebut, tanpa memfasilitasi penyediaan barang atau jasa secara langsung.

Selain 3 (tiga) model bisnis di atas, masih banyak lagi model bisnis menggunakan sarana elektronik yang dapat dikembangkan, dengan tunduk kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tidak hanya yang mengatur mengenai teknologi dan informasi namun juga yang mengatur perdagangan, khususnya jenis barang dan jasa yang diperdagangkan untuk memastikan pelaksanaan model bisnis tersebut tidak melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada. 

Menurut Pasal 1 angka 4 PP 71/2019, perusahaan/pelaku usaha yang menggunakan sistem elektronik untuk menjalankan usahanya di Indonesia diklasifikasikan sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (“PSE”).

Definisi PSE adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

Sistem elektronik yang dimaksud adalah serangkaian prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem elektronik itu dapat berupa portal, situs website, atau aplikasi. 

PSE berdasarkan pihak pengelolanya dalam PP 71/2019 dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

  1. PSE lingkup publik, yaitu penyelenggara sistem elektronik yang dijalankan oleh instansi penyelenggara negara atau institusi yang ditunjuk oleh instansi penyelenggara negara.
  2. PSE lingkup privat, yaitu penyelenggara sistem elektronik yang dilakukan oleh orang, badan usaha, dan masyarakat.

Perusahaan/pelaku usaha yang menyelenggarakan dan mengelola sistem elektronik masuk dalam klasifikasi PSE lingkup privat, dan wajib melaksanakan kegiatan usahanya di Indonesia sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap PSE lingkup privat.

Izin Usaha dan Izin Operasional yang Wajib Dimiliki Perusahaan Startup

Perusahaan startup dalam menjalankan usahanya di Indonesia wajib memiliki izin usaha serta izin operasional sebagaimana diwajibkan dalam hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sesuai dengan model bisnis kegiatan usaha yang dijalankan.

Berdasarkan model bisnis yang dijalankan, berikut izin-izin usaha yang wajib dimiliki perusahaan startup:

  • Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

SIUP wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan perdagangan. Permohonan untuk mendapatkan SIUP dilakukan melalui pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau OSS. Permohonan SIUP disesuaikan dengan barang yang akan diperdagangkan dan cara memperdagangkan (perdagangan besar/wholesale atau perdagangan eceran/retail).

Baca juga: Pedagang Online Wajib Memiliki Izin Usaha

Selain SIUP, perusahaan startup wajib memperhatikan bahwa untuk memperdagangkan barang-barang tertentu, perusahaan wajib mendapatkan izin operasional khusus untuk memperdagangkannya, seperti Izin BPOM untuk produk obat dan makanan atau Izin Edar Alat Kesehatan untuk alat kesehatan. Apabila perusahaan memperdagangkan suatu barang di Indonesia tanpa memiliki izin usaha dan izin operasional yang sesuai, perusahaan dapat dikenakan sanksi sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada sanksi pidana penjara.

  • Izin Usaha Industri (IUI)

IUI wajib dimiliki perusahaan yang melakukan yang melakukan kegiatan penyelenggaraan portal web (website) atau platform digital untuk tujuan komersial. Ini termasuk penyelenggaraan marketplace dan situs perbandingan (comparative website).

  • Izin Usaha Lainnya (Sesuai dengan Sektor Usaha Khusus)

Untuk sektor usaha khusus, terutama yang terkait dengan bidang keuangan (financial technology atau fintech) dan/atau sistem pembayaran (payment system), perusahaan startup wajib mendapatkan izin usaha sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Untuk fintech startup, sangat penting untuk terlebih dahulu mendapatkan izin usaha dari otoritas keuangan di Indonesia, baik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI) sebelum menjalankan kegiatan usahanya. Hal ini dikarenakan jasa keuangan merupakan jasa yang menyangkut hajat hidup masyarakat luas, sehingga untuk mendapatkan izin usahanya pun wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh OJK maupun BI.

Selain izin usaha di atas, perusahaan startup yang menggunakan sistem elektronik wajib memiliki izin operasional di bidang teknologi informasi, yaitu mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Izin operasional atas sistem elektronik berupa PSE wajib didaftarkan oleh perusahaan startup sebelum sistem elektronik digunakan oleh pengguna sistem elektronik.

Pendaftaran izin operasional PSE  pertama-tama dilakukan melalui pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau OSS, kemudian perusahaan startup wajib melanjutkan proses permohonan pendaftarannya kepada Menteri Komunikasi dan Informatika melalui layanan Direktorat Jenderal Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Untuk memastikan bahwa permohonan PSE terintegrasi, perusahaan startup wajib memastikan bahwa email penanggung jawab yang digunakan untuk sistem OSS dan sistem Aptika Kemenkominfo adalah sama.

Adapun untuk persyaratan pendaftaran izin penyelenggaraan sistem elektronik yang harus dipenuhi sebagai berikut (Pasal 73 PerKominfo No 7 Tahun 2018):

  1. PSE wajib memiliki Nama domain tingkat tinggi Indonesia (.id) bagi sistem elektronik yang berbentuk situs.
  2. PSE dapat mendaftarkan lebih dari satu sistem elektronik.
  3. Pendaftaran PSE yang berupa badan hukum melampirkan kelengkapan dokumen berikut:
    1. Nama badan hukum, alamat badan hukum, bentuk badan hukum, akta perusahaan dan akta perubahan terakhir;
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak;
    3. Nama, nomor induk kependudukan, nomor telepon, dan surat elektronik narahubung Penyelenggara Sistem Elektronik;
    4. Gambaran umum pengoprasian sistem elektronik;
    5. Sertifikat keamanan informasi sesuai dengan kategori sistem elektronik berdasarkan sistem manajemen keamanan informasi (sesuai standar ISO:27001 atau standar lain yang diakui Komite Akreditasi Nasional) atau surat keterangan pemenuhan komitmen memiliki sertifikat keamanan informasi dalam 1 (satu) tahun sejak PSE diterbitkan, jika PSE belum memiliki sertifikat keamanan informasi;
  4. Pendaftaran PSE yang berupa perorangan melampirkan kelengkapan dokumen berikut:
    1. Nama, nomor induk kependudukan, nomor telepon, dan surat elektronik Penyelenggara Sistem Elektronik;
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak;
    3. Gambaran umum pengoprasian Sistem Elektronik;
    4. Sertifikat keamanan informasi sesuai dengan kategori Sistem Elektronik Berdasarkan sistem manajemen keamanan informasi (sesuai standar ISO:27001 atau standar lain yang diakui Komite Akreditasi Nasional) atau surat keterangan pemenuhan komitmen memiliki sertifikat keamanan informasi alam 1 (satu) tahun sejak PSE diterbitkan, jika PSE belum memiliki sertifikat keamanan informasi;
  5. Gambaran umum pengoperasian sistem elektronik berisi sebagai berikut:
    1. Nama Sistem Elektronik;
    2. Sektor Sistem Elektronik;
    3. URL website;
    4. Domain name system dan/atau alamat IP Server;
    5. Deskripsi singkat fungsi sistem elektronik dan proses bisnis sistem elektronik;
    6. Keterangan penggunaan hosting;
    7. Kesediaan melakukan perlindungan data pribadi. 

Penggunaan Perjanjian Elektronik untuk Transaksi dengan Konsumen

Perusahaan startup saat menjalankan kegiatan usahanya cenderung lebih banyak memanfaatkan sistem elektronik yang dikelolanya, termasuk untuk melakukan transaksi penjualan barang dan/atau jasa kepada konsumen.

Pada saat melakukan transaksi, timbul adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli. Ketika seluruh transaksi dilakukan secara elektronik, bentuk kesepakatan antara perusahaan startup dan konsumennya dapat berupa perjanjian elektronik.

Seperti perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia, suatu perjanjian hanya dianggap sah dalam hal memenuhi syarat sah perjanjian sebagai berikut:

  1. Adanya kesepakatan para pihak;
  2. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Mengenai suatu hal tertentu;
  4. Objek perjanjian berdasar pada sebab yang halal, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Ketentuan mengenai isi perjanjian elektronik tidak jauh berbeda dengan isi perjanjian pada umumnya, sebagai berikut:

  1. Perjanjian elektronik yang salah satu pihaknya adalah warga negara Indonesia atau entitas badan di Indonesia wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia;
  2. Dalam perjanjian elektronik, kecuali diwajibkan lain oleh ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus, setidaknya memuat isi perjanjian yang mengatur hal sebagai berikut:
    1. Identitas para pihak;
    2. Objek perjanjian;
    3. Persyaratan pelaksanaan perjanjian elektronik;
    4. Harga dan biaya;
    5. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan perjanjian oleh para pihak;
    6. Keuntungan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta pergantian barang jika terdapat cacat tersembunyi; dan
    7. Pilihan hukum penyelesaian perjanjian elektronik.

Sama halnya dengan perjanjian yang dibuat secara tertulis, perjanjian. elektronik disepakati para pihak dengan membubuhkan tanda tangan elektronik di atasnya. Tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat autentifikasi dan verifikasi dari identitas pihak penandatangan dan keutuhan dan keotentikan informasi elektronik.

Prosedur penandatanganan secara elektronik dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan difasilitasi oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik yang telah disertifikasi oleh Kemenkominfo. Dalam hal tanda tangan elektronik difasilitasi oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik yang belum disertifikasi oleh Kemenkominfo, hal ini akan berpengaruh kepada kekuatan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti di muka pengadilan, karena tanda tangan elektronik tersebut tidak tersertifikasi berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Kemenkominfo 

Baca juga: Pengusaha Digital Wajib Tahu Soal Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik

Perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual Perusahaan Startup

Hak Cipta

Persaingan dalam perusahaan yang bergerak di dunia digital sangat begitu ketat. Sering terjadi perselisihan antara perusahaan, tidak hanya antara perusahan startup tetapi perusahaan besar pun juga sering terlibat perselisihan. 

Perselisihan tersebut biasanya berkaitan dengan hasil ciptaan dalam kegiatan usaha perusahaan. Ciptaan itu dapat berupa website, artikel, gambar, musik, atau software dimana ciptaan itu memiliki peran penting dalam berkembangnya perusahaan, bahan memiliki nilai ekonomis karena membawa keuntungan untuk perusahaan. Sehingga, bagi perusahaan startup penting sekali memastikan hak cipta atas ciptaan mereka terlindungi dengan baik..

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”),

Hak Cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Dari pengertian tersebut, pencipta atau pemegang hak cipta secara otomatis memperoleh perlindungan sejak ciptaan berhasil diwujudkan. Sehingga, seorang pencipta telah menjadi pemilik atau pemegang hak cipta dari ciptaannya tanpa harus mendaftarkan hak cipta atas ciptaan tersebut ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“DJKI”) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia..

Namun, dengan mendaftarkan hak cipta ke DJKI, maka pencipta atau pemegang hak cipta mempunyai keuntungan berupa perlindungan hukum yang lebih kuat. Selain mendapat perlindungan hukum, mendaftarkan hak cipta dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Sehingga jika ada pihak lain yang menggunakan ciptaannya tanpa izin dari Pencipta atau pemegang hak cipta, maka pencipta atau pemegang hak cipta dapat meminta pihak tersebut membayar royalti. 

Perlu diingat oleh perusahaan startup adalah hak cipta timbul secara otomatis kepada penciptanya. Sehingga, saat perusahaan startup merekrut calon pekerja, sebaiknya diatur dalam perjanjian kerja mengenai kepemilikan hak cipta untuk ciptaan yang diciptakan karyawan selama bekerja pada perusahaan startup

Merek

Perusahaan-perusahaan startup banyak yang tidak menyadari pentingnya mendaftarkan mereknya. Merek menjadi sangat penting karena merupakan tanda yang menunjukkan bahwa masyarakat mengenal dan dapat membedakan barang atau jasa perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain. Dengan mendaftarkan merek barang atau jasanya ke DJKI, maka perusahaan telah melakukan upaya untuk melindungi mereknya agar tidak digunakan oleh perusahaan lain. Merek dapat menjadi aset perusahaan startup yang tidak berwujud.

Bagi perusahaan startup yang bergerak di dunia digital, merek tidak hanya terpaku pada nama produknya saja. Merek dapat berupa logo, ikon, dan slogan perusahaan jika memiliki ciri pembeda dan digunakan untuk kegiatan perdagangan barang atau jasa. 

Pendaftaran merek saat ini dapat dilakukan secara online melalui laman resmi DJKI. 

Baca juga: Prosedur Pendaftaran Merek 

Sebaiknya untuk perusahaan startup segera mendaftarkan mereknya. Karena perlindungan merek berbeda dengan hak cipta. Perusahaan hanya akan mendapat perlindungan atas merek mereka setelah merek terdaftar di DJKI. Pendaftaran merek berasas first to file, artinya yang pertama kali mendaftarkan merek dianggap sebagai hak atas merek yang bersangkutan untuk kelas dan jenis barang tersebut.

Jika saja perusahan telat melakukan pendaftaran merek dan mereknya telah didaftarkan oleh pihak lain, maka konsekuensinya perusahaan harus melakukan rebranding atau membayar royalti. 

Bagi perusahaan startup yang akan mendaftarkan merek sebaiknya teliti saat mengajukan pendaftaran merek. Jika tidak bisa saja pendaftaran mereknya tidak bisa didaftarkan atau ditolak oleh DJKI. Sebelum mendaftarkan merek, lebih baik melakukan dua hal berikut:

  1. Memahami model bisnis yang dijalankan
  2. Melakukan penelusuran merek terlebih dahulu. 

Paten

Seiring berkembangnya perusahaan startup akan menemukan ide dan teknologi baru. Penemuan ide dan teknologi baru membuat valuasi perusahaan meningkat. Tidak heran jika ada perusahaan yang menemukan ide atau teknologi baru membuat kompetitor berusaha meniru penemuan itu. 

Tidak hanya kompetitor saja yang melirik jika perusahaan menemukan ide dan teknologi baru. Investor juga akan melirik perusahaan yang berhasil melakukan penemuan baru. Dengan adanya dana dari investor, maka perusahaan dapat mengembangkan penemuannya itu. 

Sehingga bagi perusahan yang telah menemukan ide atau teknologi baru agar secepat mungkin dipatenkan. Jika tidak bisa saja kompetitor menjiplak ide dan teknologi yang telah dikembangkan.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”),

Paten didefinisikan sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada investor atas hasil invesinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invesi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 

Negara baru akan memberikan paten berdasarkan dari permohonan. Permohonan paten diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sama halnya dengan hak cipta dan merek, permohonan paten dapat dilakukan secara online melalui laman DJKI. 

Perusahaan startup yang memiliki hak atas paten, maka perusahaan itu dapat mengambil keuntungan berupa memberikan lisensi kepada pihak lain, dan pihak lain membayar royalti untuk penggunaan lisensi tersebut. Selain itu, jika ada yang menggunakan tanpa izin ide atau teknologi yang telah dipatenkan dapat dijerat sanksi pidana.

Baca juga: Keuntungan Memiliki Hak Paten Bagi Startup

Perlindungan Data Pribadi

Perusahaan startup yang menjalankan usahanya menggunakan website atau aplikasi akan meminta konsumen untuk mengisi data pribadi untuk berbagai tujuan, salah satunya adalah untuk memverifikasi identitas konsumen. Data pribadi yang biasanya dimintakan konsumen meliputi nama lengkap, nomor identitas, nomor telepon, email konsumen, dan alamat tinggal konsumen. 

Perusahaan startup tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan data pribadi konsumen untuk tujuan yang tidak sesuai dengan yang disampaikan kepada konsumen ketika perusahaan melakukan pengumpulan data pribadi tersebut. Pelaku usaha wajib memberikan perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi.

Perlindungan data pribadi oleh perusahaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Penghormatan terhadap data pribadi sebagai privasi pemilik data pribadi;
  2. Data pribadi bersifat rahasia sesuai persetujuan pemilik data pribadi dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi;
  4. Relevansi penggunaan data pribadi dengan tujuan perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, pengiriman, dan penyebarluasan data pribadi;
  5. Kelaikan sistem elektronik yang digunakan;
  6. Itikad baik untuk segera memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi atas setiap kegagalan perlindungan data pribadi;
  7. Ketersediaan aturan internal pengelolaan perlindungan data pribadi;
  8. Tanggung jawab atas data pribadi yang berada dalam penguasaan pengguna;
  9. Kemudahan akses dan koreksi terhadap data pribadi oleh pemilik data pribadi;
  10. Keutuhan, akurasi, dan keabsahan serta kemutakhiran data pribadi.

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar startup, segera hubungi Smartlegal.id melalui telepon/WA di 081315158791 atau email [email protected]

Author: Sekar Ayu Primandani/ Dwiki Julio Dharmawan

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY