Legal Story: Hitung Pajak Negara Tapi Lupa Pajak Daerah
Smartlegal.id -
“Ingat! Pajak itu tidak hanya pajak pusat. Ada juga yang dibebankan oleh daerah. Jangan sampai rugi karena tidak dihitung”
Kasus ini diambil dari salah satu kisah seorang pengusaha tata boga di Kota Bontang. Panggil saja Pak Rizky (bukan nama sebenarnya). Kalau soal cita rasa masakan dan bisnis kuliner, Pak Rizky memang juara di bidangnya. Jangankan mencicipi rasanya, dengar nama brand bisnis katering nya membuat orang meneteskan air liur.
Tapi tetap saja, setiap perjuangan pasti memiliki kendala. Sebenarnya kendala yang dialami oleh Pak Rizky ini merupakan kasus perpajakan yang memang sudah sering terjadi di kalangan pengusaha.
Alkisah, sebelum menjadi pengusaha, ia selalu mengasah keahlian memasaknya dengan mencoba resep menu makanan baru berkali-kali. Upaya Rizky tidak menghianati hasil. Masakannya mendapat banyak komentar positif karena rasanya memang sangat lezat.
Semakin percaya diri, dia memutuskan untuk memulai petualangan wirausahanya dengan usaha katering. Kemudian Rizky mengurus semua perizinan usahanya agar tidak punya masalah hukum ketika bisnis berjalan.
Bisnis katering sudah berjalan kurang lebih 5 (lima) bulan lamanya. Katering Rizky yang awalnya hanya menjadi idaman di tetangganya, kini telah berkembang besar dan dikenal banyak orang. Banyak orang yang telah menjadi konsumen katering Rizky memberikan rekomendasi ke orang lain karena pelayanan yang profesional. Terlebih makanan kateringnya yang dijamin enak dan harga terjangkau.
Keberadaan katering Rizky ini didengar oleh salah satu perusahaan besar. Perusahaan tersebut adalah PT FED yang saat itu mempekerjakan 100 karyawan. PT FED ingin katering Rizky menjadi vendor utama penyedia makan siang untuk karyawannya. Rizky pun diundang untuk bernegosiasi terkait kesempatan emas tersebut.
Baca juga: Karena 5 Hal Ini Bisnis Anda Dikecualikan Dari Wajib Pajak
Pertemuan antara PT FED dan Rizky selaku pemilik katering selesai. Pertemuan tersebut membuahkan hasil berupa poin-poin kesepakatan. Dengan begitu, Rizky bersedia menjadi penyedia jasa katering untuk PT FED selama 2 (dua) tahun. Setiap kali permintaan, PT FED akan membuat RFD (Request for Delivery) terlebih dahulu kepada katering Rizky. Hal itu sebagai dasar agar permintaan penyediaan katering jelas terkait makanan, jumlah beserta harganya.
Katering Rizky menerima RFD pertama dari PT FED. Rizky mendapat pembayaran dari RFD pertama tersebut dengan nilai transaksi sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Tanpa basa-basi, Rizky dan timnya menyiapkan masakan dan mengantarnya ke kantor PT FED. Harga yang harus dibayar PT FED sesuai RFD tersebut sudah termasuk Pajak Penghasilan (PPh) 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.
Rizky merasa bisnisnya sangat menguntungkan. Legalitas juga dirasa aman karena sudah memiliki SIUP, TDUP, Izin Gangguan (HO), Izin BPOM dan Setifikat Halal. PPh 23 pun sudah dibayar. Kedepan, ia sangat optimis akan berhasil merajai pasar. Suatu pagi, Rizky sedang menikmati kopi. Sambil bersantai di gazebo halaman rumah ditemani ngobrol keluarganya. Tiba-tiba datang petugas dari Pemerintah Daerah. Rizky lalu bertanya ada perlu apa seorang petugas pemda datang ke rumahnya. Ternyata niat kedatangan petugas tersebut untuk menagih pajak terhutang. Seketika suasana berubah menjadi resah. Rizky mengingat-ingat kembali karena bingung pajak apa yang belum dibayar.
Rizky tetap saja tidak percaya kalau ada tanggungan pajak. Menurutnya, semua sudah diperhitungkan matang-matang di awal. Ternyata pajak yang ditagih adalah pajak daerah kabupaten/kota. Jenis pajaknya adalah Pajak Restoran sebesar 10%. Salah satunya juga dibebankan kepada usaha jasa katering seperti bisnis milik Rizky. Seperti disambar geledek, Rizky baru sadar, ternyata ada Peraturan Daerah Kota Bontang Tentang Pajak Daerah. Dalam Perda tersebut Pasal 11 menjelaskan ada Tarif Pajak Restoran yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) kepada Restoran.
Baca juga: Platform Asing (PMSE) di Indonesia Tetap Dipungut Pajak Lho
Sudah tanda tangan kontrak, RFD pertama sudah dibayar, ternyata harga yang diberikan kepada PT FED belum termasuk Pajak Daerah. Karena transaksi antara Rizky dan PT FED nominalnya sangat besar, maka pajak daerah yang harus dibayar Rizky juga besar. Anggap saja nilai transaksi sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)/bulan, maka Pajak Restoran sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Selama ini Rizky tidak pernah mengenakan pajak daerah ini. Akibatnya, Rizky harus menanggung sendiri Pajak Restoran tersebut.
Perhatikan! Sebagaimana cerita diatas, pengusaha harus paham pajak apa saja yang menjadi kewajibannya. Tidak hanya sebatas pajak pusat, tetapi ketahui juga pajak yang dipungut oleh daerah.
Ingin konsultasi lebih lanjut mengenai hukum bisnis? Segera hubungi smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Bagus Zuntoro Putro