PPKM Darurat Berlaku! Ini Ketentuannya Bagi Para Pengusaha
Smartlegal.id -
“Selama PPKM Darurat, Pemerintah membagi kegiatan usaha ke dalam 3 sektor berdasarkan urgensinya dalam menunjang aktivitas dan kebutuhan sehari-hari”
Terhitung sejak tanggal 3 Juli 2021 sampai dengan 20 Juli 2021, Pemerintah mulai memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali. Melalui penerapan PPKM Darurat tersebut, Pemerintah membagi seluruh sektor usaha yang ada ke dalam 3 sektor berdasarkan urgensi kegiatan usahanya selama masa PPKM Darurat berlangsung.
Adapun sektor yang pertama, yakni perusahaan yang bergerak di sektor esensial. Perusahaan yang termasuk ke dalam sektor ini hanya diperbolehkan untuk mempekerjakan paling banyak 50% dari seluruh tenaga kerjanya di kantor perusahaan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sedangkan, untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor non-esensial diwajibkan untuk menerapkan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah terhadap seluruh tenaga kerjanya selama masa PPKM Darurat ini berlangsung. Terakhir, adalah sektor kritikal dimana seluruh tenaga kerja di perusahaan yang bergerak di sektor ini tetap bekerja di kantor.
Ketentuan pelaksanaan PPKM Darurat, diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Coronavirus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali (Inmendagri 15/2021). Berdasarkan Diktum Ketiga huruf b dan c angka 1 dan 3 Inmendagri 15/2021, masing-masing 3 sektor usaha tersebut terdiri dari beberapa jenis usaha berikut:
- Sektor usaha esensial, yakni meliputi segala kegiatan usaha yang bergerak di bidang keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan (selain untuk penanganan karantina COVID-19), dan industri orientasi ekspor. Pada dasarnya, perusahaan yang termasuk pada sektor ini merupakan perusahaan yang menyediakan barang atau jasa yang sifatnya mendasar dalam menunjang aktivitas;
- Sektor usaha kritikal, yakni meliputi segala kegiatan usaha yang bergerak di bidang energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman serta penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari diberlakukan. Pada dasarnya, perusahaan yang termasuk pada sektor ini merupakan perusahaan yang menyediakan barang atau jasa yang sifatnya sangat penting bagi kebutuhan hidup sehari-hari atau yang sifatnya sangat strategis untuk kepentingan nasional nasional;
- Sektor usaha non-esensial, yakni meliputi segala kegiatan usaha yang menyediakan barang atau jasa yang sifatnya kurang mendasar untuk menunjang aktivitas sehari-hari maupun kebutuhan masyarakat, sehingga tidak termasuk sebagai barang atau jasa yang bersifat esensial maupun kritikal.
Selain itu, masih terdapat ketentuan khusus yang berlaku bagi pengusaha supermarket, pasar tradisional, toko kelontong dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan Diktum Ketiga huruf c angka 4 Inmendagri 15/2021, para pengusaha tersebut dibatasi jam operasionalnya hanya sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung paling banyak 50%. Sedangkan, untuk pengusaha apotek dan toko obat masih diperbolehkan untuk buka selama 24 jam.
Baca Juga : Ini Strategi Usulan Pemerintah Agar Perusahaan Menghindari PHK Akibat Pandemi COVID-19
Kendati demikian, setiap perusahaan yang masih diperbolehkan untuk mempekerjakan para pekerjanya di kantor tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan operasionalisasi dan mobilitas kegiatan industri, serta pelaksanaan protokol kesehatan di perusahaannya.
Laporan yang dimaksud, diserahkan melalui sistem informasi industri nasional atau Siinas (Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 2 tahun 2021 tentang Partisipasi Industri dalam Percepatan Penanganan dan Pengendalian Covid-19 (Surat Edaran Menperin 2/2021)).
Apabila ketentuan-ketentuan di atas tidak dilaksanakan oleh para pengusaha sesuai dengan kewajibannya masing-masing, maka pengusaha yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif. Berdasarkan Diktum Kesepuluh huruf b Inmendagri 15/2021, sanksi administratif yang dimaksud bisa mengakibatkan ditutupnya usaha.
Anda masih bingung dengan ketentuan legalitas bisnis Anda? Konsultasikan saja kepada kami. Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Muhammad Fa’iz Nur Abshar