Gemar Belanja Online? Pastikan Transaksi Cash On Delivery Anda Sah!

Smartlegal.id -
Transaksi Cash On Delivery
Transaksi Cash On Delivery

“Transaksi online dengan metode Cash on Delivery dapat dipastikan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan yang ada di dalam KUHPerdata dan UU ITE.”

Seiring dengan berkembangnya zaman, jual beli tidak hanya dilakukan oleh para pihak yang bertemu langsung. Akan tetapi, belakangan ini jual beli juga dapat dilakukan secara online melalui dunia maya atau e-commerce.

Perjanjian jual beli yang dilaksanakan secara elektronik melalui transaksi online e-commerce merupakan perikatan atau hubungan hukum dengan sistem komunikasi. Dalam membuat perjanjian melalui transaksi online, para pihak bebas menentukan apa yang dia ingin lakukan dan tidak lakukan dalam suatu perjanjian, salah satunya melalui Metode Cash On Delivery

Lantas, bagaimana agar transaksi para pelanggan online shop dapat dinyatakan sah secara hukum?

Bagaimana agar transaksi konsumen sah secara hukum?

Pertama-tama, konsumen harus tahu terlebih dahulu bahwa transaksi yang dilakukannya juga merupakan bagian dari perjanjian jual beli. Secara umum, Pasal  1313 KUHPerdata telah mendefinisikan perjanjian, yaitu merupakan perbuatan yang  dilakukan  dua  atau  lebih  orang  untuk mengikatkan  diri. Dalam artian lain, sebuah perjanjian  ialah  perbuatan  hukum  yang  dibuat  oleh dua  atau  lebih  orang  yang mengikatkan  diri  dalam suatu  ikatan tanpa  paksaan dan  disepakati oleh masing–masing pihak.

Menurut KUHPerdata, perjanjian  jual beli transaksi online melalui e-commerce harus memenuhi syarat-syarat.  Berdasarkan  Pasal 1320 KUHPerdata, sebuah perjanjian sah wajib  mencakup 4 syarat, yaitu sebagai berikut:

  1. Kesepakatan atau persetujuan para pihak;
  2. Kecakapan dalam melakukan perikatan;
  3. Suatu pokok persoalan tertentu; dan
  4. Suatu sebab yang halal.

Syarat subjektif  terletak pada  syarat 1 dan 2, yakni kesepakatan dan kecakapan para pihak.  Hal  ini  dikarenakan  mengatur mengenai  orang  atau  subjeknya  yang  melaksanakan perjanjian. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka  akan  timbul  akibat  yakni pembatalan  perjanjian  yang dapat dilakukan  oleh  salah satu Pihak. 

Syarat 3 dan 4 (suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang halal) merupakan  syarat  objektif. Hal  ini dikarenakan  syarat  tersebut  mengatur  tentang  perjanjian  itu  sendiri  atau  tentang obyek  dari  perbutan  hukum yang diperbuat. Jika syarat  objektif tak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.

Baca juga: Jual Barang Palsu Di Marketplace, Penyedia Ikut Bertanggung Jawab Gak Sih? 

Adapun menurut UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (“UU ITE”), pada Pasal 5 ayat (3) UU  ITE mengatakan,  Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE.

Selain  itu, Pasal  6  UU  ITE juga  memberi syarat mengenai  sahnya  perjanjian. Sah  yang  dimaksud  adalah ketika pihak  penjual menjual  suatu  barang  dalam  transaksi online harus  memberikan  informasi  yang  jelas serta  tampilan  yang  dapat  dilihat  dengan  secara  detail  oleh  pihak  nanti  yang  akan membeli  barangnya.  Hal  ini  berkaitan dengan  kontrak  baku  dimana  perjanjian  baku tidak dilarang, selama tidak bertentangan dengan peraturan  perundang-undangan. 

Tak hanya itu, penawaran  produk  dalam  sistem elektronik pelaku usaha  wajib memberikan   informasi   yang   lengkap   &   benar   berhubungan dengan  kontrak, produsen,  serta  produk  yang  ditawarkan (Pasal 9 UU ITE). 

Transaksi online ini didasarkan pada kepercayaan para pihak. Hal ini dibuktikan dengan adanya kepercayaan dari pembeli untuk membeli barang yang belum pernah dilihatnya secara langsung, sehingga ia belum mengetahui pasti keasliannya. Disamping itu, penjual juga menaruh kepercayaan dengan mengirimkan barang (dapat melalui perantara atau tidak) kepada pembeli dengan memberikan informasi yang detail.

Setelah  mencapai  kesepakatan,  biasanya pembeli dapat  memilih  metode  pembayaran  yang  dilakukan. Salah satunya yaitu Cash on Delivery (COD). Cash on Delivery (COD) merupakan metode bayar tunai ketika produk tiba di tangan pembeli.

Dari  uraian  diatas,  maka  perjanjian  jual beli  dengan  transaksi online melalui sistem Cash on Delivery (COD) antara penjual dan pembeli akan dianggap sah apabila telah  memenuhi  4  syarat  sesuai  dengan  Pasal  1320  KUHPerdata  serta  sesuai  dengan ketentuan UU ITE.

Punya pertanyaan seputar legalitas usaha atau ketentuan hukum lainnya? Konsultasikan kepada Kami! Segera hubungi Smartlegal.id dengan menekan tombol di bawah ini.

Author: Athallah Zahran Ellandra

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY