Film Bajakan Bertebaran, Ini Hak Pencipta Film!
Smartlegal.id -
Film bajakan merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta yang merugikan pencipta film selaku pemegang hak cipta.
Seiring perkembangan zaman, film bajakan kini semakin bervariasi dan mudah diakses. Ketika dahulu film bajakan biasanya diakses melalui CD bajakan, saat ini justru film bajakan tersebut dapat dengan mudah diakses di beberapa situs ternama.
Tak hanya di Indonesia, Laporan “Pirates in the Outfield,” yang merupakan hasil kerja sama antara Akamai dan MUSO, lembaga penyedia data aktivitas pembajakan streaming dan download di beberapa industri mengungkap bahwa antara Januari hingga September 2021, permintaan pembajakan di dunia mencapai 3,7 miliar.
Mengingat film bajakan yang banyak beredar, bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah?
Berbagai upaya preventif telah dilakukan oleh pemerintah, seperti yang tertuang di dalam Pasal 54 Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), diantaranya:
- Pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait.
- Kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak seperti situs penyedia layanan streaming film legal untuk mencegah terjadinya pembajakan.
- Pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap ciptaan dan produk hak terkait di tempat pertunjukan.
Selain itu, pemerintah juga melakukan upaya sosialisasi jerat hukum pidana terhadap pelaku pembajakan film seperti misalnya di bioskop, ataupun pusat perbelanjaan.
Baca Juga: Hati-Hati! Nekat Menayangkan Film Tidak Lulus Sensor Bisa Kena Pidana
Lantas, bagaimana perlindungan hak cipta terhadap pencipta film?
Sejatinya, hak cipta lahir berdasarkan hak alamiah (natural right), maka pengakuan dan perlindungannya secara otomatis setelah karya cipta selesai dibuat.
Sebagai ciptaan yang dilindungi, Film yang merupakan bagian dari karya sinematografi memberikan hak eksklusif kepada pencipta maupun pemilik hak cipta berupa hak ekonomi dan hak moral (Pasal 4 UU Hak Cipta).
Hak ekonomi memberikan manfaat secara ekonomi atas ciptaannya, sehingga sebagai wujud penerapannya orang yang menggunakan hasil karya milik orang lain wajib untuk mendapatkan izin pencipta maupun pemegang hak cipta (Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta).
Hal ini berbeda dengan hak moral yang melekat secara abadi pada diri pencipta dan tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup (Pasal 5 ayat 1 UU Hak Cipta), seperti:
- Mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan pemakaian ciptaannya untuk umum;
- Menggunakan nama asli atau samarannya;
- Mengubah ciptaan sesuai kepatutan dalam masyarakat;
- Mengubah judul dan anak judul ciptaan;
- Mempertahankan haknya apabila terjadi distorsi, mutilasi, modifikasi terhadap ciptaan atau hal yang bersifat merugikan.
Sebagai informasi, perlindungan terhadap karya sinematografi berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 59 ayat (1) UU Hak Cipta).
Langkah Pencipta Menindak Film Bajakan
Pencipta maupun Pemilik Hak Cipta atas karya Sinematografi dapat melakukan upaya berupa upaya litigasi (melalui pengadilan) maupun non litigasi (di luar pengadilan).
Upaya litigasi yang dapat ditempuh, diantaranya dapat melalui:
- Gugatan Perdata
Pemegang hak cipta berhak untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap pelanggaran Hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu (Pasal 99 UU Hak cipta).
- Tuntutan Pidana
Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan terkait pelanggaran hak cipta tidak mengurangi Hak Pencipta untuk menuntut secara pidana. Dalam arti bahwa pengajuan gugatan perdata tetap dapat dilakukan bersamaan dengan tuntutan pidana (Pasal 105 UU Hak Cipta).
Sementara, upaya non litigasi juga dapat ditempuh melalui alternatif penyelesaian sengketa atau ADR (Alternative Dispute Resolution) dalam bentuk negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak asalkan sesuai dengan ketentuan undang–undang yang berlaku (Pasal 95 UU Hak Cipta).
Author: Hana Wandari
Editor: Annisaa Azzahra