Gojek Kembali Digugat Rp 24,9 T Karena Hak Cipta!

Smartlegal.id -
gojek digugat kembali
gojek digugat kembali

Gojek diduga melanggar Hak Cipta atas karya Hasan Azhari yang mengklaim memiliki Hak Cipta atas model bisnis Gojek sehingga Gojek kembali digugat senilai Rp 24,9 T”.

Baru-baru ini tepatnya pada hari Jumat (31/01/2021), publik digemparkan dengan adanya gugatan senilai Rp24 T kepada salah satu perusahaan rintisan terbesar PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek). Gojek yang kembali digugat ini, diduga telah melanggar Hak Cipta Hasan Azhari alias Arman Hasan yang mengklaim dirinya menemukan model bisnis serupa lebih dulu.

Dari hasil informasi yang dihimpun oleh Katadata (02/01/2022), bahwa diketahui Hasan Azhari telah merintis atau mempelopori model bisnis ride hailing pada tahun 2008, lalu ia sudah mencatatkan hasil karyanya melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI). Selang waktu 2 tahun tepatnya 2010 Gojek didirikan oleh Nadiem Makarim, lalu menggunakan model bisnis yang serupa.

Atas dasar itulah Hasan Azhari mengajukan gugatan ganti rugi kepada Gojek dan Nadiem Makarim selaku Founder, ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akibat dari perbuatan yang merugikan Pencipta. Isi tuntutan gugatan tersebut adalah untuk menyatakan bahwa Gojek sebagai Tergugat 1 dan Nadiem sebagai Tergugat 2, bersalah dan melakukan pelanggaran Hak Cipta. Lalu menghukum keduanya secara tanggung renteng, untuk membayar ganti rugi dan royalti dengan total nilai Rp23,T.

Perkara ini masih berlangsung dengan nomor register perkara 86/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2021/PN Niaga Jkt.Pst. Pada hari Kamis (12/01/2022) akan ada sidang pemeriksaan pertama, yang akan dilaksanakan di ruang soebekti Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 

Baca juga: Hati-Hati! Bagi Startup Hak Cipta Aplikasi Bisa Menjadi Milik karyawannya

Perlindungan Hak Cipta di Indonesia

Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta)

Secara definitif Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta).

Dapat diketahui dari definisi tersebut bahwa Hak Cipta menganut Asas Deklaratif, yang mana perlindungan hukum secara otomatis diberikan saat ciptaan sudah jadi perwujudannya tanpa harus mencatatkan terlebih dahulu. Sehingga, pencatatan yang dilakukan ke Kemenkumham sifatnya tidak wajib dan hanya memperkuat kedudukan hukum.

Perlindungan hak cipta dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan terhadap hak moral dan perlindungan terhadap hak ekonomi.

Perlindungan terhadap hak moral pencipta untuk: 1). Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; 2). Menggunakan nama aliasnya atau samarannya; 3). Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya (Pasal 5 Ayat (1) UU Hak Cipta).

Baca juga:Program Komputer Didaftarkan Hak Cipta Atau Paten Ya? Perhatikan Dulu Perbedaannya!

Sedangkan perlindungan hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan (Pasal 8 UU Hak Cipta). Pemanfaatan atas hak ekonomi dapat dimanfaatkan dengan melakukan: 1). Penerbitan ciptaan; 2). Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; 3). Penerjemahan ciptaan; 4). Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; 5). Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; 6). Pertunjukan ciptaan; 7). Pengumuman ciptaan; 8). Komunikasi ciptaan; 9). Penyewaan ciptaan (Pasal 9 Ayat (1) UU Hak Cipta).

Jika ditinjau lebih lanjut terkait hasil karya yang tidak dapat dilindungi hak cipta, yang mana Pasal 41 UU Hak Cipta mengkualifikasikan sebagai berikut:

  1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
  2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip,temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan
  3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

Pembatasan Hak Cipta yang tidak dapat dilindungi, memberikan sinyal apakah model bisnis ride hailing dapat tergolong dalam kualifikasi tersebut. Tentu diperlukan pembuktian lebih lanjut dan pertimbangan hakim dalam menentukan perlindungan Hak Cipta pada duduk perkara ini.

Jangan sampai bisnis tersandung masalah Hak Cipta! Konsultasikan permasalahan Hak Cipta bisnis Anda kepada ahlinya. Hubungi SmartLegal.id sekarang juga. 

Author: Mochammad Abizar Yusro

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY