Ini Dia! 5 Sengketa Merek di Indonesia yang Perlu Anda Ketahui
Smartlegal.id -
“Sengketa merek merupakan sengketa yang dapat terjadi antar pelaku usaha ataupun antara pelaku usaha dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Indonesia.”
Banyaknya pelaku usaha di Indonesia tidak menutup kemungkinan bahwa diantaranya akan terjadi sengketa merek, berikut lima sengketa merek yang baru-baru ini terjadi di Indonesia:
- ACC Astra vs Klik ACC
Pada tahun 2019, Astra Sedaya Finance, perusahaan pembiayaan mobil dan alat berat terbesar di Indonesia sebagai pemegang merek terkenal ACC menang melawan Klik ACC, merek dagang milik PT Aman Cermat Cepat, sebuah penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang telah terdaftar dan diawasi OJK.
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 510 K/Pdt.Sus-HKI/2019, Mahkamah Agung meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menghapus merek Klik ACC dari daftar umum merek yang mana hal tersebut tertuang dalam putusan peninjauan kembali.
Latar belakang dari kasus tersebut adalah saat ACC menganggap bahwa merek Klik ACC memiliki persamaan yang dianggap dapat mengecoh konsumen. Adapun yang menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya yakni:
- Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek menyatakan bahwa ‘persamaan pada pokoknya’ adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dan merek yang lain sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antar-unsur, maupun persamaan bunyi, yang terdapat dalam merek tersebut.
- Berdasarkan Pasal di atas, dinilai bahwa dari segi bentuk, cara penempatan, dan cara penulisan antara merek ACC dan merek Klik ACC berbeda, tetapi memiliki persamaan pada pokoknya dari segi bunyi ucapan kata ‘ACC’.
- Merek ACC telah terdaftar terlebih dahulu, yakni tanggal 26 Juni 2014, sedangkan merek Klik ACC baru terdaftar pada tanggal 10 April 2018.
- Merek ACC dan Klik ACC terdaftar pada kelas dan jenis barang yang sama yakni kelas barang 36 dengan jenis barang/jasa yang bergerak di bidang jasa keuangan dalam arti bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu bidang jasa pembiayaan.
Oleh karena itu, Klik ACC disimpulkan telah mendaftarkan merek yang memiliki kemiripan dengan ACC.
- Gudang Garam vs Gudang Baru
Perusahaan rokok yang terkenal di kalangan masyarakat, Gudang Garam, menggugat perusahaan rokok lain bernama Gudang Baru dikarenakan Gudang Garam merasa bahwa Gudang Baru memiliki persamaan merek dengan miliknya.
Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 3/Pdt.Sus-HKI/Merek/2021/PN.Niaga.Sby. Pada intinya, Gudang Garam dalam gugatannya meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut untuk:
- Menyatakan bahwa merek Gudang Garam + Lukisan merupakan merek terkenal;
- Menyatakan batal pendaftaran merek Gudang Baru + Lukisan; dan
- Menolak semua permohonan pendaftaran merek dengan basis kata Gudang Baru, Gudang Baru Origin, dan Gedung Baru.
Yang mana terhadap kasus ini masih berjalan di Pengadilan Negeri Surabaya.
- Unilever vs Orang Tua
Pada awalnya perusahaan Orang Tua mengajukan gugatan kepada Unilever ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor register perkara 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.
Awalnya, Orang Tua mendaftarkan merek Formula Strong yang terdaftar IDM00258478 kelas 3, yakni pasta gigi, sediaan-sediaan untuk membersihkan gigi palsu, obat gosok gigi, obat kumur bukan untuk keperluan medis, dan larutan kumur bukan untuk keperluan medis.
Gugatan tersebut dilatarbelakangi bahwa Orang Tua merasa bahwa merek “STRONG” miliknya memiliki kemiripan dengan merek “STRONG” dari Unilever.
Pada tingkat pertama, gugatan yang diajukan oleh Orang Tua dimenangkan oleh hakim, sehingga Unilever mengajukan permohonan kasasi. Yang mana pada tingkat kasasi, kasus tersebut dimenangkan oleh Unilever yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 332 K/Pdt.Sus-HKI/2021.
Baca juga: Awas! Karma Buruk Mengintai Pelaku Usaha Lokal yang Tak Daftarkan Mereknya
- Acer vs Wijen Chandra Tjia
Berawal dari keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memutuskan merek “Predator” merupakan hak eksklusif dari Wijen Chandra Tjia. Merek “Predator” merupakan merek dari perusahaan Acer Incorporated yang merupakan perusahaan yang menghasilkan barang elektronik seperti laptop.
Kasus tersebut berawal saat Acer ingin mendaftarkan merek “Predator” ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun permohonan tersebut ditolak dikarenakan merek tersebut telah didaftarkan terlebih dahulu oleh Wijen Chandra Tjia.
Dengan demikian, Acer mengajukan banding ke Komisi Banding Merek Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun banding tersebut ditolak. Oleh karena itu, Acer menggugat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ke Pengadilan Niaga yang berada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan tersebut kembali ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tidak diam, Acer mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan akhirnya Mahkamah Agung membatalkan Putusan Komisi Banding Merek 424.KBM/HKI/2019 serta mengabulkan permohonan pendaftaran merek Predator + Logo milik Acer.
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1146 K/Pdt.Sus-HKI/2020, Majelis Hakim merasa bahwa kata “Predator” milik Acer dan Wijen Chandra Tjia adalah kata umum yang tidak bisa diberikan merek, selain itu Majelis Hakim juga menyatakan bahwa kedua merek tersebut hanya memiliki persamaan dari segi bunyi ucapan, namun dari segi bentuk logo, cara penulisan, cara penempatan, atau kombinasi antara unsur-unsurnya tidak memiliki persamaan.
- Cristaline vs Crystalline
Berawal dari terkendalanya pendaftaran merek Crystalline ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyebabkan PT Pepper Tree Investama mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pendaftaran yang terkendala tersebut dikarenakan merek Crystalline mirip dengan merek Cristaline yang telah memiliki izin merek. Gugatan yang diajukan ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kemudian PT Pepper Tree Investama mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, namun Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut.
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 47 PK/Pdt.Sus-HKI/2020, majelis hakim menyatakan bahwa merek Cristaline dengan Nomor Pendaftaran IDM000051968 untuk kelas 32 dengan tanggal pendaftaran 30 September 2005 memiliki jangka waktu perlindungan 10 tahun terhitung sejak tanggal 28 Januari 2004, telah diperpanjang tanggal 17 Juli 2013 sehingga masa perlindungan habis pada tanggal 28 Januari 2024.
Kelas 32 ini berisikan produk bir, jenis-jenis bir, air mineral, air soda dan air minuman lain tidak beralkohol, air buah, sirup dan kesediaan air untuk membuat minuman tersebut.
Jangan sampai merek dagang yang anda miliki menimbulkan sengketa! Ingin mendaftarkan merek dengan mudah? Serahkan saja kepada kami! segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Alyssa Salsabila