Ternyata Perjanjian Kerja Boleh Secara Lisan Saja, Tapi Ada Risiko Hukumnya
Smartlegal.id -
“Meski Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) bisa dibuat secara lisan, pengusaha tetap harus membuat surat pengangkatan dengan syarat tertentu.”
Umumnya, hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Namun, beberapa perusahaan tidak membuat perjanjian kerja dengan pekerjanya secara tertulis. Hal tersebut boleh, karena perjanjian kerja tidak harus tertulis.
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK). Menurut Pasal 50 UUK, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Menurut Pasal 51 dan 52 UUK, perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Perjanjian kerja tersebut (tertulis maupun lisan) harus dibuat berdasarkan:
- Kesepakatan kedua belah pihak
- Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
- Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
- Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika perjanjian kerja dibuat tanpa kesepakatan atau salah satu/kedua pihak tidak cakap hukum maka dapat dibatalkan. Bahkan perjanjian kerja otomatis batal demi hukum jika tidak mencantumkan pekerjaan atau pekerjaan tersebut bertentangan dengan ketertiban, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan.
Khusus untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) harus dibuat secara tertulis. Jika tidak, maka perjanjian kerja tersebut dianggap sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) UUK.
Meski PKWTT bisa dibuat secara lisan, pengusaha tetap harus membuat surat pengangkatan bagi pekerjanya. Menurut Pasal 63 UUK, surat pengangkatan tersebut minimal harus memuat keterangan sebagai berikut:
- nama dan alamat pekerja/buruh
- tanggal mulai bekerja
- jenis pekerjaan
- besarnya upah
Namun kami menyarankan agar perjanjian kerja dibuat secara tertulis agar memudahkan bagi proses administrasi karyawan, keperluan pembuktian jika timbul masalah hukum dan juga sebagai acuan sebagai pedoman jika terjadi perbedaan pendapat. Jika hanya berupa lisan saja, maka sangat rentan terjadi perbedaan pendapat serta perbedaan penafsiran. Dan jika timbul perbedaan, sulit dilakukan pembuktiannya karena baik perusahaan maupun karyawan akan berpegang pada pendapatnya. Tidak mau kan masalah seperti ini berlarut-larut. Jadi, sebaiknya perjanjian kerja tetap dibuat tertulis ya.
Baca juga: Bolehkah Perjanjian Kerja Dibuat Dalam Bahasa Asing?
Ingin konsultasi tentang perjanjian kerja atau hukum perusahaan dengan mudah dan efektif? Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol dibawah ini.
Author: M. A. Mukhlishin