Ingat! Percobaan Masa Kerja Maksimal Hanya 3 Bulan Saja

Smartlegal.id -
Ingat! Percobaan Masa Kerja Maksimal Hanya 3 Bulan Saja
Ingat! Percobaan Masa Kerja Maksimal Hanya 3 Bulan Saja

“Pengusaha yang menerapkan percobaan masa kerja kepada karyawannya  lebih dari 3 bulan, maka selanjutnya karyawan tersebut akan dianggap menjadi karyawan tetap.”

Perusahaan ketika ingin mempekerjakan karyawan bisa memberikan masa percobaan atau probation terlebih dahulu. Menurut Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, probation tidak berlaku untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Probation hanya bisa diberikan untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Baca juga: Perhatikan 3 Ketentuan Ini Sebelum Menerapkan Probation Kepada Pekerja Baru

Pada umumnya probation dilakukan untuk mengetahui performa karyawan yang dianggap sudah cakap dan punya pengalaman dalam bekerja. Hal ini juga untuk memastikan kecocokan perusahaan dengan karyawan yang bersangkutan. 

Masa probation jamak digunakan perusahaan untuk menentukan apakah karyawan layak bekerja pada perusahaan tersebut atau tidak. Sehingga setelah masa probation, pengusaha perlu segera untuk menentukan sikap apakah karyawan akan lanjut menjadi karyawan tetap atau masa kerjanya tidak dilanjutkan.

Perjanjian kerja PKWTT bisa memberikan syarat masa probation maksimal 3 bulan saja (Pasal 60 Ayat (1) UUK). Sehingga, ketika perusahaan dihadapkan dengan karyawan yang penilaian kerjanya kurang maksimal dan ingin memperpanjang masa probation untuk melihat perkembangannya lagi setelah masa probation 3 bulan sudah habis, tentu praktik tersebut tidak dibenarkan.

Jika perusahaan memperpanjang percobaan masa kerja 3 bulan yang sudah berakhir, maka perpanjangan tersebut dihitung sebagai awal menjadi karyawan tetap. Begitu juga jika perusahaan yang sedari awal sudah membuat kontrak yang dalam klausulnya ditentukan masa probation lebih dari 3 bulan. Sisa waktu setelah 3 bulan akan dianggap sebagai mulainya karyawan bekerja sebagai karyawan tetap.

Sebagai contoh, PT DLF membuat perjanjian kerja PKWTT dengan calon karyawannya. Dalam PKWTT tersebut terdapat klausul yang menentukan syarat masa probation selama 7 bulan. Maka masa probation yang berlaku hanyalah selama 3 bulan saja. Sedangkan 4 bulan sisanya tidak dihitung sebagai masa probation, melainkan karyawan sudah dianggap sebagai karyawan tetap. Sehingga berhak atas haknya sebagai karyawan tetap di perusahaan tersebut, bahkan berhak mendapatkan pesangon jika di PHK tanpa kesalahan dan sebagainya.

Kalau perusahaan tidak sadar, tentu saja karyawan akan tetap dianggap masih menjalani masa probation. Padahal maksimal masa probation hanya 3 bulan saja. Tentunya kalau demikian akan berpengaruh kepada hak-haknya selaku karyawan tetap. 

Jika perusahaan tidak memberikan hak-haknya sebagai karyawan tetap, maka ada sanksi pidana yang bisa menjerat pengusaha. Menurut Pasal 185 Ayat (1) UUK, sanksi pidana tersebut berupa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.

Baca juga: Ternyata Perjanjian Kerja Boleh Secara Lisan, Tapi Ada Resiko Hukumnya

Nah, itulah akibatnya jika membuat kontrak masa probation lebih dari 3 bulan. Begitu juga jika perusahaan memperpanjang masa probation 3 bulan yang sudah berakhir. Sadar atau tidak, status karyawan akan berganti sendirinya menjadi karyawan tetap setelah masa probation selama 3 bulan telah berakhir. Jangan sampai salah membuat kontrak kerja ya.

Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum lain dalam bisnis anda? Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.

Author: Bagus Zuntoro Putro

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY