Awas! Pelaku Usaha di Marketplace Tetap Wajib Hukumnya Bayar Pajak
Smartlegal.id -
“Pelaku usaha e-commerce yang PKP selain membayar biaya admin pada pihak marketplace juga wajib bayar pajak pada DJP.”
Media sosial baru saja dihebohkan oleh salah satu cuitan Twitter pada akun @txtdarionlineshop, dimana didalamnya tersemat potongan tangkapan layar postingan Facebook Karina Putri Dewi. Dalam tangkapan layar tersebut, terlihat ia mengingatkan teman-teman pelaku usaha di salah satu marketplace besar Indonesia untuk memperhitungkan kembali mengenai penerapan harga jual produknya.
Hal ini terjadi lantaran dirinya mendapat surat klarifikasi dan imbauan pelaksanaan kewajiban perpajakan dari Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tasikmalaya. Pasalnya, menurut data pada Sistem Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, online shop miliknya belum membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) selama dua tahun.
Dalam postingan tersebut, dirinya seperti tidak mengetahui bahwasannya meski ia berjualan di marketplace tetap harus membayar pajak pada Direktorat Jenderal Pajak. Bukan hanya membayar biaya admin pada marketplace tersebut. Selain itu, dirinya juga belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang seharusnya dimiliki oleh pelaku usaha.
Pajak bisnis online
Terkait hal tersebut, bagi pelaku usaha berskala kecil dan baru merintis, perlu diberikan sosialisasi terkait pengenaan pajak bisnis online di Indonesia. Aturan mengenai pajak e-commerce ditetapkan oleh DJP dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce (“SE DJP 62/2013”).
Aturan tersebut dikeluarkan dalam rangka mewujudkan keseragaman dalam memahami aspek perpajakan atas transaksi e-commerce yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi penerimaan pajak dari transaksi e-commerce sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam Poin huruf G angka 3 SE DJP 62/2013 ditegaskan mengenai ketentuan pajak atas penghasilan yang diterima dari transaksi e-commerce, untuk pelunasan PPh dapat dilakukan melalui penyetoran sendiri, yaitu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 25, dan/atau Pasal 29 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”) atau melalui mekanisme pemotongan/pemungutan, yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan/atau Pasal 26 UU PPh.
Lebih lanjut juga terdapat aturan lain yang tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi e-Commerce (“SE DJP 06/2015”).
Sebagaimana tercantum dalam Poin huruf E angka 3 huruf a SE DJP 06/2015 disebutkan dalam kriteria online marketplace, terdapat kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh antara lain dilakukan atas pembayaran imbalan:
- Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi Online, wajib:
- Memotong PPh Pasal 21/23/26 atas imbalan sehubungan dengan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
- Menyetorkan pemotongan PPh Pasal 21/23/26 tersebut ke kas Negara;
- Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/23/26 dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 21/23/26 ke KPP tempat Online Marketplace Merchant terdaftar
- Jasa Perantara (jasa perantara pembayaran/fee transaksi kepada Penyelenggara Online Marketplace) wajib:
- Memotong PPh Pasal 21/23/26 atas imbalan sehubungan dengan jasa perantara;
- Menyetorkan pemotongan PPh Pasal 21/23/26 tersebut ke kas Negara;
- Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/23/26 dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 21/23/26 ke KPP tempat Online Marketplace Merchant terdaftar.
- Jasa Lain
WP badan, bentuk usaha tetap, atau WP luar negeri, atas pembayaran imbalan sehubungan dengan jasa dari pihak lain tersebut yang termasuk dalam jenis jasa yang dipotong PPh Pasal 23/26, wajib:
- Memotong PPh Pasal 23/26 atas imbalan sehubungan dengan jasa;
- Menyetorkan pemotongan PPh Pasal 23/26 tersebut ke kas Negara;
- Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke KPP tempat Penyelenggara Online Marketplace terdaftar.
WP orang pribadi, atas pembayaran imbalan sehubungan dengan jasa dari pihak lain tersebut, wajib:
- Memotong PPh Pasal 21/26 atas imbalan sehubungan dengan jasa;
- Menyetorkan pemotongan PPh Pasal 21/26 tersebut ke kas Negara;
- Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 ke KPP tempat Penyelenggara Online Marketplace terdaftar.
- Pembelian barang oleh pembeli, wajib:
- Memungut PPh Pasal 22 atas pembayaran sehubungan dengan pembelian barang;
- Menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut ke kas Negara;
- Membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22 ke KPP tempat Pembeli terdaftar.
Baca Juga : Wajib Tahu! Ingin Mendirikan E-Commerce Ini Ketentuan Terbarunya
Pentingnya NPWP dalam berbisnis
Lalu kembali pada apa yang dialami Karina, mungkin saja keterbatasan pengetahuan mengenai kegunaan dan manfaat NPWP tidak hanya dialami Karina. Banyak dari masyarakat luas yang kurang mengetahui kegunaan NPWP.
Lantas apa sih sebenarnya manfaat dan kegunaan NPWP bagi wajib pajak terutama dalam berbisnis?
- Menghindari sanksi pidana
Dalam Pasal 39 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan, warga yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi tidak memiliki NPWP terancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun.
- Mengajukan kredit ke bank
Ketika mengajukan kredit ke bank, bank memerlukan dokumen seperti NPWP sebagai jaminan untuk mencairkan dana. NPWP ini juga berfungsi sebagai identitas peminjam ketika bank memotong PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman.
- Menghindari tarif pajak tinggi
Bagi yang tidak memiliki NPWP, wajib pajak yang terkena PPh Pasal 21 akan lebih besar 20% ketimbang yang memiliki NPWP. Untuk tarif PPh Pasal 23, pembayaran pajaknya menjadi dua kali lipat.
Besaran pajak
Saat ini dalam Pasal 2 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan PP Pengganti UU No. 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 (UU KUP) yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) disebutkan NPWP bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan NIK. Pasal 2 ayat (10) UU KUP memberikan mandat kepada Kementerian Dalam Negeri agar memberikan data kependudukan dan data balikan dari penggunanya kepada Kementerian Keuangan.
Lebih lanjut, pelaku usaha juga berkewajiban melaksanakan pembayaran pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun (Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Bruto Tertentu (“PP 23/2018”))
Namun, apabila omzet penjualan belum mencapai Rp 500 juta per tahunnya, melalui Pasal 3 ayat (3) UU HPP yang mengubah ketentuan Pasal 7 ayat (2a) UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”), maka tidak dikenai PPh final UMKM. Hanya peredaran bruto di atas Rp500 juta yang dikenai PPh final dengan tarif 0,5% sesuai PP 23/2018.
Yuk sebagai pengusaha yang baik kita wajib beritikad baik dengan jujur dalam membayarkan pajak ke Negara. Jangan sampai mangkir ya!
Punya pertanyaan terkait Legalitas Usaha atau perlu bantuan dalam mendaftarkannya? Yuk konsultasikan kepada kami! Segera hubungi Smartlegal.id dengan menekan tombol di bawah ini.
Author: Sekar Dewi Rachmawati