Deadline Pengurusan Sertifikasi Halal Ditunda sampai 2026, Tapi…

Smartlegal.id -
sertifikasi halal ditunda
sertifikasi halal ditunda

“Walau sertifikasi halal ditunda, tapi hanya berlaku bagi pelaku usaha dengan kategori tertentu.”

Produk makanan dan minuman sebenarnya sudah harus memiliki sertifikat halal pada tahun 2024 ini.

Namun, ternyata pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK), yang pada awalnya 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026.

Kabar tersebut sebagaimana dilansir dari bpjph.halal.go.id. Salah satu alasannya karena para pelaku UMK diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) terlebih dahulu.

Hal tersebut bertujuan untuk melindungi pelaku UMK agar tidak terjerat sanksi administratif di kemudian hari.

Namun, pemerintah menyatakan bahwa selain produk UMK yang terkategori self-declare, misalnya produk usaha menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan sejak 18 Oktober 2024 mendatang.

Artinya, pelaku usaha menengah, usaha besar, dan UMK yang bukan self-declare tetap memiliki batas waktu hingga Oktober 2024 ini.

Lantas, apa saja persyaratan untuk mengurus sertifikat halal, baik secara reguler maupun self-declare?

Baca juga: Kosmetik Wajib Bersertifikat Halal, Paling Lambat Tahun 2026! Ini Ketentuannya

Tetap Urus Walaupun Sertifikasi Halal Ditunda

Walaupun sertifikasi halal ditunda namun disarankan pelaku usaha tetap mengurus sertifikat halal mulai sekarang.

Pendaftaran Sertifikat Halal secara Reguler

Pelaku usaha dapat melakukan proses pendaftaran sertifikat halal reguler pada laman resmi PTSP Halal milik BPJPH Kementerian Agama.

Namun, pelaku usaha harus menyiapkan berbagai persyaratan dokumen. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (PP 39/2021).

Adapun dokumen persyaratan untuk pendaftaran sertifikat halal secara reguler adalah sebagai berikut (Pasal 59 ayat (2) PP 39/2021):

  1. Data pelaku usaha, meliputi:
    • Nomor Induk Berusaha (NIB); atau
    • Dokumen izin usaha lainnya.
  2. Nama dan jenis produk. Hal ini harus sesuai dengan nama dan jenis produk yang akan disertifikasi halal.
  3. Daftar produk dan bahan yang digunakan. Hal ini harus merupakan produk dan bahan halal yang dibuktikan dengan sertifikat halal. Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi bahan yang:
    • Berasal dari alam berupa tumbuhan dan bahan tambang tanpa melalui proses pengolahan;
    • Dikategorikan tidak berisiko mengandung bahan yang diharamkan; dan/atau
    • Tidak tergolong berbahaya serta tidak bersinggungan dengan bahan haram.
  4. Dokumen pengolahan produk, yang memuat keterangan mengenai:
    • Pembelian;
    • Penerimaan;
    • Penyimpanan bahan yang digunakan;
    • Pengolahan;
    • Pengemasan;
    • Penyimpanan produk jadi; dan
    • Distribusi.
  5. Dokumen Sistem Jaminan Produk Halal.

Baca juga: Daftar Produk Makanan dan Minuman yang Wajib Bersertifikat Halal 

Pendaftaran Sertifikat Halal secara Self-declare

Metode pendaftaran ini hanya diperbolehkan bagi pelaku usaha rumah potong hewan yang tergolong skala usaha mikro dan kecil (UMK).

Pengajuan sertifikasi halal self-declare ditujukan khusus bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) melalui laman resmi PTSP Halal atau aplikasi Pusaka Kementerian Agama.

Kriteria pelaku UMK yang dapat mengajukan permohonan sertifikat halal self-declare diatur melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (Permenag 20/2021).

Pelaku UMK dinyatakan sebagai pihak sertifikasi halal self-declare apabila dapat memenuhi standar halal yang ditetapkan BPJPH, yang meliputi (Pasal 2 ayat (5) dan (6) Permenag 20/2021):

  1. Adanya pernyataan pelaku usaha berupa akad/ikrar yang berisi:
    • Kehalalan produk dan bahan yang digunakan; dan
    • Proses produksi halal.
  2. Adanya pendampingan proses produksi halal (pendamping PPH).

Baca juga: Punya Sertifikat Halal Luar Negeri, Apa Harus Urus Ulang Di Indonesia?

Selain itu, berikut ketentuan produk dari pelaku UMK yang bisa menggunakan metode sertifikasi halal self-declare, di antaranya:

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya. Kriteria yang termasuk kategori ini adalah (Pasal 4 ayat (1) Permenag 20/2021):
    • Produk yang bersertifikat halal atau termasuk dalam daftar positif;
    • Tidak menggunakan bahan berbahaya; dan/atau
    • Telah terverifikasi kehalalannya oleh Pendamping Proses Produk Halal (Pendamping PPH).
  2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana, di antaranya (Pasal 4 ayat (2) Permenag 20/2021):
    • Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis;
    • Proses produksi tidak mengalami proses iradiasi, rekayasa genetika, ozonisasi, dan penggunaan teknologi hurdle; dan/atau
    • Lokasi, tempat, dan alat proses produksi halal sesuai dengan sistem jaminan produk halal.

Sedang mengurus legalitas bisnis dan sertifikasi halal, namun masih bingung dengan tata caranya? Silakan konsultasi pada Smartlegal.id, dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Bidari Aufa Sinarizqi

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY