Fitur TikTok Project S Mengancam UMKM Lokal? Ini Ketentuannya

Smartlegal.id -
fitur tiktok
fitur tiktok

“Fitur Tiktok belum masuk Indonesia, adanya inisiasi Project S TikTok ini dikhawatirkan dapat mengancam pelaku UMKM atau pedagang lokal.”

Platform jaringan media sosial, TikTok baru-baru ini mendapatkan sorotan dari jajaran pemerintah Indonesia. Pasalnya, platform asal Tiongkok tersebut akan meluncurkan fitur Project S TikTok yang dinilai akan mengancam keberadaan UMKM lokal.

Sesuai namanya, Project S TikTok merupakan proyek dari aplikasi video pendek asal China, TikTok yang akan memanfaatkan fitur data analytic milik TikTok mengenai barang-barang yang sedang viral. Kemudian data tersebut akan jadi rujukan ByteDance, selaku induk TikTok, dalam memproduksi produk sendiri untuk dijual di Trendy Beat dengan harga murah.

Meski belum masuk Indonesia, adanya inisiasi fitur Project S TikTok ini dikhawatirkan dapat mengancam pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terlebih lagi Indonesia adalah negara dengan jumlah pengguna TikTok terbesar kedua di dunia.

Baca juga: Berbisnis Pakai Aplikasi Atau Website? Ini Beda SIUPMSE Dan PSE!

Isu tersebut semakin memanas karena TikTok juga disinyalir sedang berencana melakukan investasi besar-besaran di Indonesia dengan kisaran jumlah investasi US$ 10 miliar.

Saat ini, bisnis model Tiktok Shop di Indonesia masih mengizinkan penjual lain untuk berjualan di platform e-commerce nya dengan mengambil sedikit fee. Dengan makin banyaknya penjual lokal yang masuk dalam platform TikTok Shop, Project S dikhawatirkan bisa mengganggu bisnis UMKM.

Berdasarkan kasus di atas, bagaimana peraturan perdagangan lintas batas melalui platform online di Indonesia?

Tak dapat dipungkiri, seiring dengan kemajuan teknologi digital saat ini semakin memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan transaksi berbasis online. Hal tersebut lantaran maraknya kemunculan e-commerce yang menyediakan hampir semua barang kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan primer, sekunder hingga tersier.

Kehadiran berbagai e-commerce tersebut memungkinkan bertemunya penjual dan pembeli dari berbagai wilayah bahkan negara yang tentu saja hal tersebut membuka pangsa pasar yang lebih luas atau bisa disebut dengan cross border business.

Di Indonesia sendiri, pelaksanaan cross border business telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Permendag No.50/2020). 

Secara garis besar, peraturan tersebut menekankan pada proteksi jenis usaha UMKM dalam rangka meningkatkan brand awareness produk dalam negeri.

Baca juga: Instagram Rilis Threads Di Indonesia, Perlu Daftar PSE Ke Kominfo?

Bagi pelaku usaha asal luar negeri yang ingin melakukan kegiatan usaha di bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di wilayah Indonesia, terdapat kriteria khusus yang harus dipenuhi yang meliputi (Pasal 15 ayat (2) Permendag No.50/2020)  : 

  1. Telah melakukan transaksi dengan lebih dari 1.000 (seribu) Konsumen dalam periode satu tahun; dan/atau
  2. Telah melakukan pengiriman sebanyak lebih dari 1.000 (seribu) paket kepada Konsumen dalam periode satu tahun.

Nantinya penilaian tersebut akan dilakukan oleh Menteri yang melibatkan kementerian atau lembaga terkait (Pasal 15 ayat (3) Permendag No.50/2020). 

Selain sebagai penentu kriteria pelaku usaha dalam PMSE, Menteri juga memiliki peran untuk melaksanakan pengawasan dengan mengutamakan perlindungan dan pengamanan kepentingan nasional dari dampak negatif PMSE dari luar negeri (Pasal 33 ayat (1) Permendag No.50/2020).

Pengawasan tersebut merupakan buah dari kewajiban pelaku usaha dalam membantu program Pemerintah, antara lain (Pasal 21 Permendag No.50/2020) :

  1. Mengutamakan perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri;
  2. Meningkatkan daya saing Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri; dan
  3. PPMSE dalam negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri.

Namun yang perlu menjadi catatan, perbedaan yurisdiksi hukum negara antara pelaku usaha dan konsumen merupakan sebuah tantangan tersendiri dalam melindungi hak-hak konsumen pada pelaksanaan PMSE. Diperlukannya klausul choice of law dalam sebuah perjanjian jual beli sebagai jalan tengah terkait hukum apa yang dipilih untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin saja terjadi di kemudian hari.

Punya permasalahan legalitas bisnis lainnya? Konsultasikan saja dengan konsultan yang sudah ahli dari Smartlegal.id. Klik tombol di bawah ini sekarang juga.

Author: Yanuar Ramadhana

Editor: Dwiki Julio

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY