Sengketa dalam Proses Pemilu yang Harus Anda Ketahui
Smartlegal.id -
Pemilihan umum (Pemilu) sejatinya diwarnai dengan hiruk pikuk, baik dalam persiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Kesuksesan dari suatu pemilihan umum tidak hanya ditentukan dari bagaimana jalannya pemungutan suara. Namun dilihat pula dari penyelesaian sengketa yang terjadi. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis sengketa pemilihan umum, yuk simak pembahasannya.
Terdapat dua jenis sengketa dalam pemilihan umum, yaitu sengketa dalam proses pemilu dan sengketa atas perselisihan hasil pemilu (PHPU). Yang akan dibahas lebih lanjut pada artikel ini adalah sengketa dalam proses pemilu.
Sengketa dalam proses pemilu umumnya terjadi di antara para peserta pemilu. Selain itu sengketa dapat juga terjadi antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), penindakan sengketa dalam proses pemilihan umum dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dalam melakukan pencegahan dan penindakan, tugas Bawaslu terbagi menjadi dua yaitu untuk melakukan penindakan atas pelanggaran pemilu dan penindakan atas sengketa proses pemilu. Terdapat tiga pelanggaran pemilu yaitu pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik dan pelanggaran tindak pidana pemilu.
Pelanggaran Pemilu
Contoh kasus pelanggaran administrasi pemilu seperti kampanye yang didukung dengan pemanfaatan fasilitas atau aset milik negara. Selain itu, kampanye dengan membawa anak di bawah umur juga merupakan pelanggaran. Atas pelanggaran administrasi pemilu, Bawaslu memeriksa, mengkaji dan memutus pelanggaran terkait. Putusan Bawaslu dapat berupa sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, pelanggaran tersebut diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP kemudian melakukan sidang untuk selanjutnya menetapkan putusan DKPP. Putusan biasanya berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP.
Sedangkan yang termasuk pelanggaran tindak pidana pemilu yaitu melakukan politik uang atau biasa disebut Money Politics. Misalnya kasus suap seorang tim sukses calon Bupati Garut kepada oknum anggota KPUD dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Garut. Pelanggaran tindak pidana pemilu selanjutnya diselesaikan dalam peradilan umum sesuai dengan hukum acara pidana.
Sengketa Proses Pemilu
Pada sengketa proses pemilu, sengketa dibawa oleh pemohon kepada Bawaslu untuk dikaji. Tahap pertama penyelesaian adalah dengan melakukan mediasi antar kedua belah pihak. Jika mediasi gagal, para pihak dapat memilih melakukan ajudikasi.
Atas putusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu, para pihak dapat mengajukan upaya hukum atas ketidaksetujuannya terhadap putusan tersebut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tenggang waktu proses penyelesaian sengketa pemilu di Bawaslu adalah 12 hari, mulai dari menerima permohonan penyelesaian sengketa hingga memutus penyelesaian sengketa.
Putusan Bawaslu sendiri bersifat final dan binding, kecuali terhadap putusan mengenai verifikasi partai politik peserta pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta penetapan pasangan calon.
Contoh kasus dari sengketa pemilu adalah sengketa antara Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai pemohon dan Komisi Pemilihan Umum sebagai termohon. Dalam permohonannya, pemohon menolak isi Surat Keputusan dan Berita Acara KPU RI No. 1129/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR RI pada Pemilihan Umum Tahun 2019 dikarenakan telah menyerahkan kelengkapan dokumen bakal calon Anggota DPR sebanyak 510 (lima ratus sepuluh) dokumen di 80 (delapan puluh) daerah pemilihan. Tetapi ternyata termohon menolak untuk melakukan verifikasi terhadap 95 (sembilan puluh lima) dokumen bakal Calon Legislatif DPR RI yang diserahkan Ketua Umum PBB tersebut.
Pada putusannya, Bawaslu memerintahkan termohon untuk membatalkan Surat Keputusan KPU RI yang menjadi objek sengketa, memberikan kesempatan kepada pemohon untuk mengajukan dokumen persyaratan kembali dan menetapkan 95 (sembilan puluh lima) bakal calon dari pemohon untuk masuk dalam Daftar Calon Tetap.
Author: Zarra Nur Alyani
Editor: Imam Hadi W
Jika Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui email: [email protected].