OJK Cabut Izin Investree: Bagaimana Izin Usaha P2P Lending?

Smartlegal.id -
OJK Cabut Izin Investree
OJK Cabut Izin Investree

“Kasus OJK cabut izin Investree menjadikan izin usaha yang dikeluarkan oleh OJK dan PSE oleh Kominfo wajib dimiliki oleh penyelenggara yang ingin mendirikan usaha PBBTI.”

Pencabutan izin usaha yang diberikan kepada Investree, salah satu perusahaan P2P lending di Indonesia, menjadi sorotan publik. Langkah ini ditempuh oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tindakan terakhir setelah perusahaan ini dinilai gagal memenuhi sejumlah ketentuan penting yang menjadi dasar operasional layanan finansial di Indonesia. 

Dalam artikel ini, membahas alasan pencabutan izin Investree serta panduan peraturan bagi penyelenggara P2P lending yang ingin beroperasi sesuai ketentuan di Indonesia.

Baca Juga : Mengenal Apa Saja Perbedaan PSE dan PMSE serta PPMSE

Alasan OJK Cabut Izin Investree

Menurut siaran pers OJK yang dirilis pada 21 Oktober 2024, OJK cabut izin Investree berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024. 

Keputusan ini diambil setelah perusahaan melanggar batas ekuitas minimum yang diatur oleh regulasi OJK, serta beberapa ketentuan lain yang wajib dipenuhi oleh perusahaan P2P lending di Indonesia.

OJK juga mencatat bahwa Investree tidak hanya melanggar batas ekuitas, tetapi juga gagal memperbaiki performa keuangannya meski telah diberikan waktu untuk melakukan langkah-langkah perbaikan. 

OJK menyatakan, sebelum pencabutan izin, mereka telah meminta Investree untuk mencari investor strategis guna menambah ekuitas serta mematuhi kewajiban lainnya. Namun, hingga keputusan dicabut, kewajiban tersebut belum dipenuhi oleh Investree.

Adrian Gunadi, mantan CEO Investree, turut mendapat sanksi tambahan berupa larangan untuk memiliki saham dalam lembaga keuangan di Indonesia. OJK bahkan mengambil langkah lebih lanjut dengan memblokir rekening, menelusuri aset, dan bekerja sama dengan penegak hukum untuk memulangkan Adrian ke Indonesia agar mematuhi proses hukum yang berlaku.

Baca Juga: Bisnis Fintech P2P Kenalin & Cek Legalitas Pendiriannya!

Tindakan OJK Setelah Pencabutan Izin Usaha

Dikutip dari CNBC (21/102024), OJK tidak hanya mencabut izin, tetapi juga memberikan serangkaian kewajiban yang harus dijalankan oleh Investree guna melindungi kepentingan masyarakat, di antaranya:

  1. Menghentikan Semua Kegiatan Usaha: Investree wajib menghentikan semua layanan sebagai perusahaan P2P lending, kecuali untuk memenuhi kewajiban perundang-undangan seperti pembayaran pajak.
  2. Pembatasan Aset: Investree dilarang memindahkan, mengagunkan, atau menurunkan nilai aset perusahaan, kecuali untuk keperluan kewajiban hukum.
  3. Pemenuhan Hak Karyawan dan Pengguna Layanan: Perusahaan wajib menyelesaikan hak karyawan dan kewajiban kepada lender, borrower, serta pihak lain yang berkepentingan sesuai peraturan yang berlaku.
  4. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): Investree diharuskan mengadakan RUPS dalam waktu 30 hari untuk pembentukan tim likuidasi dan pembubaran badan hukum perusahaan.
  5. Penyediaan Pusat Pengaduan: Investree diwajibkan menyediakan pusat informasi dan penanganan pengaduan bagi nasabah atau masyarakat yang dirugikan.

Baca Juga : Bisnis Pinjol Makin Ramai, Bagaimana Legalitas Usahanya?

Bagaimana Seharusnya Izin Usaha P2P Lending?

P2P Lending atau peer to peer lending atau fintech pendanaan bersama, termasuk ke dalam Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (PBBTI). Dalam regulasi terbaru, penyelenggara layanan P2P lending harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh OJK untuk memastikan keamanan dana dan transaksi pengguna. 

Beberapa ketentuan utama yang harus dipenuhi menurut POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK 10/2022), antara lain:

  1. Memenuhi Syarat Ekuitas Minimum

Berdasarkan aturan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) POJK 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, setiap perusahaan P2P lending wajib memiliki modal disetor minimum Rp 25 miliar sebagai syarat dasar. 

  1. Memiliki Izin Usaha yang dikeluarkan oleh OJK (Pasal 8 ayat (1) POJK 10/2022)

Setiap penyelenggara yang ingin mengadakan PBBTI wajib memiliki izin usaha yang dikeluar oleh OJK. Untuk mendapatkan izin usaha dari OJK diperlukan dokumen- dokumen sebagai berikut (Pasal 9 ayat (1) POJK 10/2022)

  • Salinan akta pendirian badan hukum disertai dengan bukti pengesahan oleh instansi yang berwenang;
  • Salinan akta perubahan anggaran dasar disertai dengan bukti persetujuan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang, jika ada; 
  • Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham sampai dengan pemegang saham terakhir dan/atau pemilik manfaat dan daftar perusahaan lain yang dimiliki oleh pemegang saham;
  • Data pemegang saham;
  • Fotokopi surat pemberitahuan pajak tahunan 2 (dua) tahun terakhir sebelum dilakukannya penyertaan modal bagi calon pemegang saham orang perseorangan;
  • Dokumen lain yang menunjukkan kemampuan keuangan serta sumber dana bagi calon pemegang saham orang perseorangan;
  • Fotokopi bukti pelunasan modal disetor;
  • Dokumen yang membuktikan bahwa modal disetor tidak berasal dari pinjaman;
  • Data anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
  • Bukti sertifikat kompetensi kerja dari lembaga sertifikasi profesi di bidang teknologi finansial yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk Direksi dan Dewan Komisaris;
  • Bukti kesiapan operasional yang mendukung kegiatan usaha;
  • Studi kelayakan usaha untuk 3 (tiga) tahun pertama;
  • Tambahan dokumen bagi Penyelenggara berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung oleh badan hukum asing yang memiliki otoritas pengawas di negara asalnya; dan
  • Bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha.
  1. Memiliki Izin PSE

Tidak hanya memiliki izin usaha dari OJK, tetapi juga harus memiliki Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dari Kominfo. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permenkominfo 5/2020), penyelenggara layanan P2P lending harus terdaftar sebagai PSE untuk menjamin bahwa mereka memenuhi standar keamanan siber dan perlindungan data yang memadai.

Mulai September 2024, seluruh PSE, termasuk P2P lending, wajib menandatangani pakta integritas yang mengatur standar operasi yang aman, transparan, dan akuntabel, guna memastikan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.

Ingin tahu lebih lanjut tentang regulasi P2P lending dan hukum keuangan lainnya? Kunjungi Smartlegal.id untuk solusi lengkap kebutuhan hukum bisnis Anda.

Author: Aulina Nadhira

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY