Cara Hitung Pajak Penjual Online di E Commerce Beserta Contohnya Sesuai PPh Pasal 22 PMK 37 Tahun 2025
Smartlegal.id -

“Penting mengetahui cara hitung pajak penjual online di e commerce berdasarkan PMK 37 Tahun 2025 agar pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini”
Perdagangan melalui sistem elektronik semakin berkembang dan mendorong pemerintah memperkuat regulasi perpajakan digital.
Salah satu langkahnya adalah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMK 37/2025).
Melalui kebijakan ini, platform seperti e-commerce atau aplikasi digital ditunjuk sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor pajak atas penghasilan yang diterima merchant dalam negeri. Sebelumnya, pemungutan perpajak dilakukan sendiri oleh pedagang tanpa campur tangan platform sebagai pemungut pajak.
PMK ini bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak dan memastikan kontribusi pedagang online terhadap penerimaan negara. Kewajiban pemungutan hanya berlaku bagi merchant dengan transaksi yang memenuhi kriteria tertentu.
Lantas, bagaimana cara menghitung Pajak Penjual Online di E-Commerce serta seperti apa contoh perhitungannya sesuai PPh Pasal 22 PMK 37 Tahun 2025?
Baca juga: Aturan Perhitungan Pajak PT Perorangan Beserta Cara Lapor dan Bayarnya
Aturan Pemungutan Pajak E-Commerce dalam PMK 37 Tahun 2025
Pemerintah memperkenalkan mekanisme pemungutan pajak oleh platform digital melalui PMK 37/2025. Kebijakan ini menyasar penghasilan pedagang dalam negeri dari aktivitas jual beli berbasis elektronik.
Dalam Pasal 2 ayat (1) PMK 37/2025, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak. Adapun yang dimaksud dengan Pihak Lain dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12 PMK 37/2025, yaitu pihak yang memfasilitasi atau terlibat langsung dalam suatu transaksi.
Ini termasuk penyelenggara platform e-commerce, platform digital, marketplace, aplikasi penyedia jasa, hingga penyedia layanan pembayaran elektronik yang menunjang proses transaksi.
Jenis pajak yang dipungut melalui mekanisme ini adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PMK 37/2025. Pemungutan dilakukan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri dari transaksi di platform digital.
Platform e-commerce yang dapat ditunjuk sebagai pemungut tidak terbatas pada entitas yang berdomisili di Indonesia, tetapi juga mencakup platform dari luar negeri (Pasal 3 ayat (1) PMK 37/2025).
Platform luar negeri dapat ditunjuk sebagai pemungut apabila memenuhi kriteria tertentu, seperti menggunakan rekening escrow (escrow account) untuk menampung penghasilan dari transaksi, memiliki nilai transaksi yang melebihi batas tertentu dalam 12 bulan, dan/atau memiliki jumlah traffic atau pengakses yang melebihi ambang batas tertentu dalam 12 bulan (Pasal 3 ayat (2) PMK 37/2025).
Baca juga: Pajak Marketplace Bakal Diwajibkan ke Pedagang Bagaimana Ketentuannya?
Kriteria Penjual Online yang Dikenakan Pajak
Pemerintah melalui PMK 37/2025 secara resmi memperluas cakupan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ke sektor perdagangan digital.
Dengan perluasan ini, penjual online atau merchant yang melakukan transaksi melalui platform e-commerce tertentu dapat dikenai pemungutan PPh 22 atas penghasilan dari penjualan barang dan/atau pemberian jasa.
Namun, tidak semua pelaku usaha online otomatis dikenai pungutan ini. Berikut adalah kriteria pedagang online yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22:
- Melakukan penjualan barang dan/atau jasa secara elektronik sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, baik melalui sarana sendiri maupun platform milik pihak lain, dengan menerima penghasilan melalui rekening bank atau rekening keuangan digital sejenis, serta menggunakan alamat IP atau nomor telepon berkode Indonesia dalam melakukan transaksi (Pasal 5 ayat (1) PMK 37/2025).
- Merupakan pelaku usaha yang mencakup penjual barang maupun penyedia jasa berbasis elektronik, termasuk pelaku usaha dropship, penyedia jasa ekspedisi, asuransi, dan jenis layanan elektronik lainnya (Pasal 5 ayat (2) PMK 37/2025).
- Melakukan transaksi melalui platform digital yang telah ditunjuk Direktorat Jenderal Pajak sebagai pemungut PPh Pasal 22, sesuai kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu (Pasal 3 PMK 37/2025).
- Tidak menggunakan skema PPh Final UMKM berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022).
Untuk dikenai pemungutan PPh 22, penjual online juga wajib menyampaikan data identitas kepada penyelenggara e-commerce yang ditunjuk. Informasi yang wajib disampaikan meliputi (Pasal 6 ayat (1) PMK 37/2025):
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar identifikasi wajib pajak
- Alamat korespondensi.
Kewajiban penyampaian data ini bertujuan untuk memastikan pemungutan dilakukan secara tepat dan tidak bersifat menyamaratakan. Apabila pedagang tidak menyampaikan informasi tersebut, maka pemungutan tetap dilakukan secara otomatis oleh platform digital, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (8) PMK 37/2025.
Pedagang Online yang Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) PMK 37 Tahun 2025, Pihak Lain termasuk penyelenggara e-commerce tidak melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri sehubungan dengan transaksi sebagai berikut:
- Penjualan barang dan/atau jasa oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada tahun pajak berjalan, dan telah menyampaikan surat pernyataan kepada penyelenggara e-commerce (Pasal 10 ayat (1) huruf a PMK 37/2025).
- Penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menjadi mitra aplikasi berbasis teknologi penyedia jasa angkutan (Pasal 10 ayat (1) huruf b PMK 37/2025).
- Penjualan barang dan/atau jasa oleh Pedagang Dalam Negeri yang menyampaikan surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh (Pasal 10 ayat (1) huruf c PMK 37/2025).
- Penjualan pulsa dan kartu perdana (Pasal 10 ayat (1) huruf d PMK 37/2025).
- Penjualan emas perhiasan, emas batangan, batu permata, dan/atau logam mulia lainnya, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan; pedagang emas perhiasan; pengusaha emas batangan (Pasal 10 ayat (1) huruf e PMK 37/2025).
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau transaksi dalam bentuk perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya (Pasal 10 ayat (1) huruf f PMK 37/2025).
Baca juga: Pajak Langsung dan Tidak Langsung, Apa Bedanya? Cek Penjelasan dan Contohnya
Cara Hitung Pajak Penjual Online di E Commerce
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) PMK 37/2025, tarif PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,5 persen dari omzet bruto (total peredaran bruto) yang diperoleh dari transaksi penjualan pedagang dalam negeri di platform e-commerce.
Jumlah bruto dalam konteks ini adalah total pembayaran yang diterima sebelum dikurangi biaya atau potongan lainnya. Nilai tersebut juga tidak mencakup unsur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Apabila penjual online belum memiliki NPWP, maka tarif pajak dikenakan sebesar 1 persen dari bruto. Ketentuan ini merujuk pada Pasal 4 ayat (1) PMK 37/2025 secara tegas dan langsung berlaku otomatis.
Tarif lebih tinggi bertujuan mendorong kepatuhan administratif, terutama dalam kewajiban memiliki NPWP. Dengan memiliki NPWP, pedagang memperoleh tarif lebih rendah dan perlakuan pajak yang lebih proporsional.
Penghitungan pajaknya dilakukan dengan cara mengalikan tarif dengan jumlah bruto transaksi yang terjadi. Mekanisme ini membuat pungutan dilakukan otomatis oleh platform saat transaksi diselesaikan.
Baca juga: Cara Mendapatkan Nomor TIN NPWP Wajib Pajak Beserta Dokumen yang Harus Dipersiapkan
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 untuk Penjual Online Di E-Commerce
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut adalah dua contoh perhitungan PPh Pasal 22 atas transaksi e-commerce:
Contoh 1 Pedagang dengan NPWP
- Total penjualan: Rp100.000.000
- Tarif PPh Pasal 22: 0,5%
- PPh yang dipungut:
0,5% × Rp100.000.000 = Rp500.000
Maka, jumlah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh platform adalah Rp500.000.
Contoh 2 Pedagang tanpa NPWP
- Total penjualan: Rp100.000.000
- Tarif PPh Pasal 22: 1%
- PPh yang dipungut:
1% × Rp100.000.000 = Rp1.000.000
Maka, jumlah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh platform adalah Rp1.000.000. Namun, pemungutan PPh Pasal 22 tidak langsung diberlakukan apabila penghasilan bruto pedagang belum melebihi Rp500 juta dalam satu tahun kalender.
Agar tidak langsung dikenai pajak, pedagang wajib menyampaikan surat pernyataan kepada platform bahwa penghasilannya masih di bawah batas Rp500 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) PMK 37/2025.
Jika di kemudian hari penghasilan pedagang melampaui Rp500 juta, maka platform akan memungut PPh Pasal 22 hanya atas penghasilan bruto yang melebihi batas tersebut.
Masih bingung dengan kebijakan baru dalam PMK 35/2025 soal pajak penjual online di e-commerce? Tenang, Smartlegal.id siap bantu kamu memahami, menghitung, dan memastikan kewajiban pajakmu berjalan sesuai aturan. Jangan sampai keliru, konsultasikan sekarang!
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://www.antaranews.com/berita/4973733/esensi-pajak-e-commerce-dan-lompatan-perpajakan-digital-indonesia?page=all
https://www.cnbcindonesia.com/news/20250716092309-4-649490/simak-ini-cara-hitung-pajak-pedagang-di-e-commerce