Belajar Dari Spin Off Bisnis Pertamina: Pelita Air Gabung Garuda, Ini Ketentuannya!

Smartlegal.id -
Pelita Air Gabung Garuda
Freepik/author/Freepik

“Pertamina Spin Off Bisnis Non-Migas, Pelita Air gabung Garuda dengan skema merger sebagai langkah strategis memperkuat sinergi bisnis.”

Belakangan ini dunia aviasi Indonesia kembali menjadi sorotan. PT Pertamina (Persero) dikabarkan akan melakukan spin off bisnis non-migas pada anak usahanya di sektor penerbangan, yaitu PT Pelita Air Service.

Setelah dipisahkan, Pelita Air direncanakan akan bergabung dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melalui mekanisme merger. Langkah ini disebut sebagai bagian dari restrukturisasi besar yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat industri penerbangan nasional.

Rencana tersebut bukan hanya berdampak pada struktur bisnis dan operasional maskapai, tetapi juga menimbulkan pertanyaan dari sisi hukum. Bagaimana proses spin off dan merger seharusnya dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia?

Namun, proses spin off dan merger tidak sesederhana memindahkan aset dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Ada aturan hukum yang harus ditaati agar restrukturisasi ini sah dan memberi kepastian bagi semua pihak. 

Lantas, bagaimana hukum Indonesia mengatur spin off dan merger Pelita Air gabung Garuda, serta apa saja prosedur yang harus dilalui? Simak pembahasan dalam artikel berikut ini.

Baca juga: BSI Bank Hasil Merger Sekarang Berencana Di Spin Off

Spin Off Pelita Air dari Pertamina dan Rencana Merger dengan Garuda

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, mengumumkan rencana spin off Pelita Air sebagai bagian dari langkah strategis perusahaan untuk lebih fokus pada bisnis inti di sektor minyak, gas, dan energi terbarukan. Pengumuman ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI pada 11 September 2025.

Pelita Air yang dilepas melalui spin off nantinya Pelita Air gabung Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Proses ini dilakukan di bawah koordinasi Badan Pengelola Investasi (Danantara) sebagai bagian dari upaya integrasi unit usaha BUMN untuk menciptakan efisiensi dan sinergi bisnis yang lebih baik.

Rencana merger Pelita Air dengan Garuda sebenarnya telah dibahas sejak awal 2025. Manajemen Garuda mengonfirmasi adanya penjajakan awal dengan Pertamina, termasuk diskusi dengan Kementerian BUMN selaku pemegang saham utama. 

Tujuannya adalah memastikan penggabungan ini dapat memperkuat ekosistem transportasi udara nasional. Langkah ini juga diharapkan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat.

Garuda akan difokuskan sebagai maskapai premium sementara Pelita Air akan mengisi kelas premium-ekonomi. Dengan pembagian layanan yang jelas, merger ini diharapkan dapat memperkuat struktur industri penerbangan Indonesia secara keseluruhan.

Baca juga: Hak Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan yang Merger

Spin-off dan Merger dalam Hukum Indonesia

Spin-off dan merger merupakan dua bentuk perbuatan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang tentang Cipta Kerja (UU PT).

Pemisahan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih secara hukum kepada satu atau lebih perseroan lain (Pasal 1 angka 12 UU PT). Pemisahan ini dibagi menjadi dua jenis yaitu pemisahan murni dan pemisahan tidak murni (Pasal 135 ayat (1) UU PT).

Spin-off dikenal sebagai pemisahan tidak murni (partial separation). Dalam spin-off, sebagian aset dan kewajiban (aktiva dan pasiva)  dari suatu perseroan dialihkan ke perseroan lain. Namun, perseroan yang melakukan pemisahan tetap ada secara hukum sehingga tidak kehilangan eksistensinya (Pasal 135 ayat (3) UU PT).

Sementara itu, merger atau penggabungan diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU PT sebagai perbuatan hukum di mana satu atau lebih perseroan bergabung dengan perseroan lain yang sudah ada. Seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang bergabung berpindah sepenuhnya ke perseroan penerima, dan perseroan yang bergabung secara hukum bubar. 

Dalam hal perseroan melakukan spin off atau merger, Pasal 126 UU PT mengatur bahwa perusahaan wajib memperhatikan kepentingan semua pihak terkait:

  1. Kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan agar hak mereka tidak dirugikan.
  2. Kreditur dan mitra usaha lainnya agar kewajiban perusahaan tetap terpenuhi.
  3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam bisnis agar proses spin-off dan merger tidak menimbulkan praktik monopoli atau merugikan publik.

Rencana spin-off Pelita Air dari Pertamina dan penggabungannya dengan Garuda Indonesia menunjukkan bagaimana prinsip spin-off dan merger diterapkan dalam praktik korporasi di Indonesia. 

Dalam spin-off ini, hanya sebagian unit bisnis Pertamina yang dialihkan ke Garuda, sementara Pertamina tetap beroperasi sebagai perusahaan induk. Hal ini sejalan dengan konsep spin-off yang memungkinkan perusahaan melepas sebagian aset dan bisnis tanpa menghentikan eksistensi perusahaan induk. 

Selanjutnya, penggabungan Pelita Air ke Garuda merupakan contoh merger, di mana seluruh aset dan kewajiban Pelita Air akan dialihkan ke Garuda sehingga status badan hukum Pelita Air akan berakhir. 

Langkah spin-off dan merger Pelita Air dengan Garuda menunjukkan bagaimana perusahaan dapat menata ulang bisnis non-migas, khususnya sektor penerbangan, untuk mencapai efisiensi dan sinergi. Proses ini sekaligus menegaskan bahwa aksi korporasi dapat dilakukan secara strategis sambil tetap memperhatikan kepentingan hukum dan stakeholder terkait.

Baca juga: Merger dan Akuisisi: Apa Saja Batasannya?

Prosedur Hukum yang Wajib Dilalui Pelita Air Gabung Garuda

Sebelum spin-off dan merger dijalankan, perusahaan wajib melalui beberapa prosedur hukum untuk memastikan prosesnya sah, transparan, dan melindungi kepentingan semua pihak terkait. Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan:

1. Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Sebelum sebuah perusahaan dapat melakukan merger atau spin-off, persetujuan dari RUPS menjadi langkah hukum yang wajib. 

Pasal 89 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS dapat menyetujui merger atau spin-off jika paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham hadir atau diwakili, dan keputusan sah jika disetujui 3/4 dari jumlah suara yang dikeluarkan.

Persetujuan RUPS memastikan bahwa keputusan strategis seperti merger atau spin-off mendapat legitimasi dari pemegang saham, termasuk minoritas. 

Dalam praktiknya, perseroan yang akan melakukan spin-off seperti Pelita Air harus menyelenggarakan RUPS terlebih dahulu agar pengalihan sebagian aktiva dan pasiva ke Garuda Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat.

2. Uji Tuntas (Due Diligence)

Uji tuntas atau due diligence adalah langkah penting sebelum perusahaan melakukan merger atau spin-off. Proses ini meliputi pemeriksaan menyeluruh terhadap aset, kewajiban, kontrak, dan potensi risiko hukum perusahaan yang akan digabung atau dipisahkan. 

Tujuannya adalah memastikan semua informasi terkait kondisi perusahaan telah diketahui dengan jelas sehingga risiko hukum dan finansial dapat diminimalkan.

3. Persetujuan Regulator

Setelah rencana spin-off atau merger mendapat persetujuan RUPS, langkah berikutnya adalah menuangkan keputusan tersebut ke dalam akta resmi. 

Rancangan spin-off atau merger yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta resmi yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia (Pasal 128 ayat (1) UU PT). Akta ini menjadi dasar hukum formal bagi terjadinya pengalihan aktiva dan pasiva serta perubahan status perseroan.

Selanjutnya, perusahaan wajib mengajukan salinan akta yang dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 129 ayat (1) UU PT)

Proses ini memastikan bahwa perubahan badan hukum, pengalihan aset, dan status perseroan diakui secara resmi dan berlaku secara hukum. 

4. Kewajiban Notifikasi ke KPPU

Notifikasi merger adalah kewajiban hukum yang harus dipenuhi perusahaan untuk melaporkan rencana penggabungan kepada KPPU. 

Kewajiban ini berlaku ketika penggabungan berpotensi mempengaruhi nilai aset atau pangsa pasar tertentu sehingga dapat berdampak pada persaingan usaha (Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli)).

Kewajiban notifikasi merger harus dilakukan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal merger berlaku efektif secara yuridis (Pasal 2 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penilaian Terhadap Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat (PerKPPU 3/2023)). 

Dengan adanya notifikasi ini, proses merger berjalan transparan dan tetap sesuai prinsip persaingan usaha yang sehat.

Ingin memastikan spin-off atau merger bisnis Anda berjalan lancar dan sesuai hukum? Konsultasikan dengan tim ahli  Smartlegal.id untuk mendapatkan panduan hukum yang tepat!

Author: Pudja Maulani Savitri

Editor: Genies Wisnu Pradana

Referensi:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20250911133113-17-666115/pertamina-spinoff-bisnis-non-migas-pelita-air-akan-gabung-ke-garuda 
https://ekonomi.bisnis.com/read/20250911/98/1910475/pertamina-bakal-spin-off-pelita-air-dimerger-dengan-garuda-giaa

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY