Merger Grab dan GoTo: Tantangan Regulasi dan Ketentuan Merger
Smartlegal.id -

“Merger Grab dan GoTo kembali menjadi sorotan karena berpotensi mengubah peta industri digital Indonesia. Simak tantangan regulasi dan ketentuan yang harus dipenuhi kedua raksasa teknologi ini.”
Isu merger antara Grab dan GoTo kembali memanas dan menjadi sorotan utama di industri teknologi Indonesia. Spekulasi pasar semakin kencang, namun GoTo langsung memberi klarifikasi bahwa belum ada kesepakatan apapun terkait rencana penggabungan dengan Grab.
Meski demikian, rumor panas ini tetap memunculkan berbagai diskusi serius, mulai dari potensi implikasi regulasi, dampak terhadap persaingan usaha, hingga perubahan besar dalam peta industri digital nasional.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menegaskan kembali posisinya bahwa pembicaraan merger belum pernah mencapai tahap keputusan. Penjelasan ini disampaikan langsung oleh Direktur Legal dan Group Corporate Secretary, R.A. Koesoemohadiani.
Baca Juga: Merger dan Akuisisi Pahamin Bedanya Agar Bisnis Gak Salah langkah
Status Terkini: GoTo Tegaskan Belum Ada Kesepakatan Merger
Dalam keterangan resmi terakhir, GoTo memastikan bahwa perusahaan belum membuat keputusan atau perjanjian apa pun dengan Grab. Pernyataan ini dikeluarkan untuk merespons pemberitaan yang menyebut adanya persiapan aksi korporasi besar.
Beberapa poin penting dari pernyataan tersebut:
- GoTo menegaskan isu merger tidak berkaitan dengan agenda RUPSLB yang akan digelar pada 25 November 2025.
- Perusahaan menyebut tetap fokus pada tata kelola yang baik, menciptakan nilai jangka panjang, serta menjaga ekosistem mitra seperti driver dan UMKM.
- GoTo juga menekankan komitmennya untuk mengikuti seluruh arahan pemerintah, termasuk kebijakan terkait ekosistem digital nasional.
Sementara itu, pemerintah melalui Danantara disebut sebagai salah satu pihak yang memonitor wacana merger ini, meskipun juga belum ada keputusan final.
Tantangan Regulasi Jika Merger Grab dan GoTo Benar Terjadi
Menyatukan dua perusahaan teknologi raksasa bukan hanya keputusan bisnis biasa. Merger adalah tindakan hukum ketika satu atau lebih Badan Usaha meleburkan diri ke dalam Badan Usaha lain sehingga seluruh aset dan kewajibannya otomatis beralih, dan status badan usaha yang melebur berakhir menuntut kepatuhan penuh terhadap berbagai aturan hukum dan administratif (Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP 57/2010)).
Pada skala sebesar Grab dan GoTo, proses ini akan diawasi ketat oleh regulator, terutama terkait persaingan usaha dan perlindungan konsumen.
1. Pengawasan Persaingan Usaha oleh KPPU
Dalam konteks pengawasan KPPU, pelaku usaha dilarang melakukan merger, peleburan, atau pengambilalihan saham yang berpotensi menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dianggap terjadi apabila entitas hasil merger, hasil peleburan, atau pelaku usaha yang melakukan akuisisi diduga melakukan (Pasal 2 PP 57/2010):
- perjanjian yang dilarang
- kegiatan usaha yang dilarang
- penyalahgunaan posisi dominan.
KPPU menilai setiap penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham yang telah efektif secara hukum dan diduga dapat memicu praktik monopoli. Penilaian ini dilakukan melalui analisis mendalam terhadap beberapa aspek, yaitu (Pasal 3 ayat (2) PP 57/2010):
- Tingkat konsentrasi pasar
- Hambatan masuk bagi pelaku baru
- Potensi perilaku anti persaingan
- Aspek efisiensi
- Kondisi kepailitan.
Dengan kata lain, merger sebesar Grab dan GoTo tidak hanya dinilai dari sisi bisnis, tetapi juga harus dipastikan tidak mengganggu keseimbangan pasar serta tetap menjaga persaingan usaha yang sehat.
Baca Juga: Merger dan Akuisisi: Apa Saja Batasannya?
2. Pengawasan Regulator Sektoral
Penggabungan dua entitas digital dengan ekosistem super-app akan menyentuh banyak sektor yang diawasi regulator berbeda. Beberapa di antaranya:
- OJK dan Bank Indonesia, yang mengawasi layanan keuangan digital seperti GoPay dan GrabPay.
- Kementerian Perhubungan, terkait layanan transportasi online dan aktivitas logistik.
- Kementerian Komunikasi dan Informatika, mencakup kewajiban PSE, keamanan sistem elektronik, serta perlindungan data pribadi.
- Kementerian Koperasi dan UKM, untuk memastikan keberpihakan terhadap pelaku UMKM yang bergantung pada platform digital.
Merger ini berpotensi mempengaruhi struktur industri digital, sehingga regulator akan melakukan peninjauan atas dampak ketenagakerjaan, akses pasar, dan perlindungan data pribadi.
Baca Juga: Cara Penggabungan Perusahaan (Merger) dari Perencanaan Hingga Legalitasnya
Ketentuan Merger di Indonesia
Jika rencana merger Grab dan GoTo benar diajukan, prosesnya harus melalui prosedur hukum yang ketat. Sebagai dua raksasa teknologi Indonesia, setiap tahap penggabungan akan mendapatkan pengawasan menyeluruh dari regulator sektoral hingga KPPU.
Pada tahap awal terdapat penyusunan rencana merger, dimana Direksi wajib menyiapkan dokumen rencana merger yang komprehensif yang mencakup (Pasal 123 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang diubah UU Cipta Kerja (UUPT)):
- Identitas lengkap berupa nama dan domisili setiap perseroan yang terlibat
- Dasar pertimbangan serta tujuan dilaksanakannya penggabungan
- Mekanisme penilaian dan konversi saham antarperusahaan
- Perubahan anggaran dasar apabila diperlukan
- Laporan keuangan tiga tahun terakhir
- Neraca proforma setelah penggabungan
- Rencana keberlanjutan usaha beserta pengaturan hak-hak karyawan
- Tata cara penyelesaian hak kreditur serta pemegang saham yang menolak rencana merger.
Rencana merger harus mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris dan persetujuan pemegang saham melalui RUPS, dengan kuorum dan ketentuan sesuai UUPT. Tanpa persetujuan dua organ perusahaan ini, merger tidak memiliki dasar legal untuk dilanjutkan.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PP 57/2010, setiap penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham harus disampaikan secara tertulis kepada KPPU paling lambat 30 hari kerja sejak aksi tersebut efektif secara hukum.
Ambang batas mencakup (Pasal 5 ayat (2) dan (3) PP 57/2010):
- Nilai aset minimal Rp 2,5 triliun
- Nilai penjualan minimal Rp 5 triliun
- Untuk pelaku usaha di sektor perbankan, kewajiban notifikasi ke KPPU baru berlaku apabila nilai asetnya melampaui Rp 20 triliun.
Jika merger Grab dan GoTo benar terjadi, nilai aset dan penjualannya hampir pasti melampaui ambang batas tersebut. Kondisi ini akan mendorong KPPU melakukan penilaian mendalam (in-depth review) untuk memastikan bahwa penggabungan dua raksasa digital itu tidak menimbulkan dominasi pasar atau praktik monopoli.
“Merger bukan sekadar menyatukan dua raksasa bisnis, tetapi bagaimana keduanya menciptakan nilai baru tanpa mengganggu keseimbangan pasar dan membangun ekosistem digital yang berkelanjutan.”
Butuh pendampingan hukum untuk merger?
Konsultasikan kebutuhan legalitas perusahaan Anda bersama tim hukum bisnis Smartlegal.id untuk mendapatkan pendampingan profesional, cepat, dan terpercaya!
Author : Kunthi Mawar Pratiwi
Editor : Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20251111172047-92-1294394/goto-tegaskan-belum-ada-kesepakatan-merger-dengan-grab
https://kppu.go.id/faq-merger-dan-akuisisi/



























