Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Tanpa Klausula Arbitrase di Kontrak, Memangnya Bisa?

Smartlegal.id -
Sengketa Melalui Arbitrase

“Syarat agar dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah harus terdapat perjanjian terlebih dahulu.”

Dalam pelaksanaan kontrak bisnis, seringkali timbul perbedaan penafsiran atau permasalahan yang kemudian menjadi sebab timbulnya sengketa di antara para pihak. Apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan kontrak, para pihak dapat melaksanakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui litigasi atau non litigasi sesuai apa yang disepakati para pihak. 

Apabila para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi, maka penyelesaian sengketa ditempuh melalui persidangan di peradilan umum. Sedangkan dalam hal para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur non litigasi, maka alternatif yang dapat ditempuh adalah melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase.

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi lazimnya disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999).  Umumnya, para pelaku usaha memilih jalur non litigasi melalui arbitrase atas dasar beberapa hal seperti terlindunginya nama baik perusahaan, efektivitas waktu, dan lebih fleksibel. 

Untuk menjalankan penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbitrase, para pihak harus terlebih dahulu mengadakan perjanjian arbitrase yang sebagaimana disyaratkan pada Pasal 1 angka 1 UU 30/1999. Perjanjian arbitrase lazimnya telah termuat di dalam salah satu klausula pada kontrak bisnis. Hal ini biasanya disebut sebagai klausula arbitrase. 

Lantas bagaimana jika di dalam kontrak bisnis tidak terdapat satupun klausula yang menyebutkan adanya kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme arbitrase?

Terhadap pertanyaan tersebut dapat didasarkan pada Pasal 1 angka 3 UU 30/1999 yang berbunyi:

“Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. “

Berdasarkan pasal tersebut, perjanjian arbitrase dapat diadakan pada saat sebelum maupun setelah timbul sengketa. Sehingga, apabila sebelumnya para pihak belum mengadakan perjanjian arbitrase dalam klausul kontrak, maka para pihak dapat mengadakan perjanjian arbitrase setelah terjadinya sengketa dengan membuat akta perjanjian yang terpisah.

Baca juga: Wajib Tahu! Pentingnya Perjanjian Arbitrase Bagi Keberlangsungan Bisnis Anda 

Dalam bahasa hukum, perjanjian arbitrase yang diadakan setelah timbulnya sengketa disebut dengan istilah akta kompromis. 

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Arbitrase” halaman 67, syarat sahnya akta kompromis adalah sebagai berikut:

  1. Akta kompromis dibuat setelah terjadinya sengketa;
  2. Harus berbentuk tertulis, tidak boleh disepakati secara lisan;
  3. Akta kompromis harus disepakati dan ditandatangani oleh para pihak;
  4. Akta kompromis memuat:
    • Masalah yang disengketakan;
    • Nama dan kedudukan para pihak;
    • Nama dan kedudukan arbiter;
    • Jumlah arbiter yang ditunjuk. Dalam hal ini, arbiter haruslah berjumlah ganjil;
    • Isi klausula arbitrase.

Sebagai informasi, perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak berkedudukan sebagai perjanjian tambahan (accessoir) dari kontrak komersial yang telah disepakati oleh para pihak. Oleh karena itu, isi dari perjanjian arbitrase tidak boleh menyimpang dari kesepakatan-kesepakatan yang tertuang pada kontrak komersial. 

Penting sekali untuk memahami permasalahan hukum dalam menjalankan usaha. Jika Anda ingin mengurus permasalahan legalitas usaha Anda, kami dapat membantu! Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini. 

Author : Bima Satriojati

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY