Kasus Susu Kambing Etawaku Berlanjut, Kali Ini Sengketa Hak Cipta! 

Smartlegal.id -
sengketa hak cipta
sengketa hak cipta

“Tidak cukup sengketa merek, susu kambing Etawaku rupanya juga tersandung sengketa hak cipta.”

Imam Subekhi selaku Penggugat dari kasus sengketa merek susu kambing Etawaku memang bukan orang yang pantang menyerah.

Sebab, ia masih berupaya melayangkan gugatan kepada Mukit Hendrayatno melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang.

Kali ini, gugatannya adalah mengenai hak cipta, bukan lagi merek. Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor 2/Pdt.Sus-HKI-Cipta/2024/PN Niaga Smg.

Simak kelanjutannya dalam artikel berikut.

Baca juga: Sengketa Merek Susu Etawaku Part 1: Belajar soal Pembatalan Merek

Gugatan dari Sengketa Hak Cipta Susu Kambing Etawaku

Berdasarkan penelusuran dari Sistem Informasi Penulusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, gugatan nomor 2/Pdt.Sus-HKI-Cipta/2024/PN Niaga Smg didaftarkan pada Kamis, 22 Februari 2024.

Saat ini, status gugatan tersebut masih dalam proses persidangan, sehingga belum ada putusan dari Majelis Hakim.

Pada intinya, isi petitum (tuntutan dari Penggugat) tersebut menuntut Majelis Hakim agar menyatakan batal dan tidak sah pencatatan ciptaan “KAMBING ETAWAKU DAN PEMANDANGAN GUNUNG” dengan Nomor Pencatatan 000503960, tanggal pengumuman pertama kali 7 Januari 2018, tanggal permohonan 23 Agustus 2023 atas nama pencipta Tergugat, dalam daftar umum Turut Tergugat dan segala akibat hukumnya.

Sumber gambar: tangkapan layar dari laman Pangkalan Data Kekayaan Intelektual, ditelusuri pada daftar “Hak Cipta”

Gugatan pembatalan tersebut diajukan oleh Penggugat karena Penggugat merasa bahwa ciptaan Tergugat “Kambing Etawaku dan Pemandangan Gunung” yang telah tercatat di Pangkalan Data Kekayaan Intelektual dengan Nomor Pencatatan 000503960 sama atau menyerupai ciptaan Penggugat.

Adapun kemiripan tersebut dinilai melebihi 10%, yang secara nyata dari seni lukis milik Penggugat.

Seni lukis Penggugat yang dimaksud (bernama “Etawaku”), telah diumumkan pertama kali pada 1 Desember 2012. Kemudian, seni lukis tersebut telah dicatatkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan Nomor Pencatatan 000537324, tanggal permohonan 3 November 2023.

Sumber gambar: tangkapan layar dari laman Pangkalan Data Kekayaan Intelektual, ditelusuri pada daftar “Hak Cipta”.

Jika dibandingkan, Tergugat memang melakukan permohonan untuk pencatatan ciptaan terlebih dahulu dibandingkan Penggugat, yaitu pada 23 Agustus 2023. Sedangkan, tanggal permohonan Penggugat jatuh pada 3 November 2023.

Namun, Penggugat jauh lebih dulu melakukan pengumuman atas ciptaannya, yaitu pada 1 Desember 2012. Sedangkan, tanggal pengumuman ciptaan Tergugat adalah pada 7 Januari 2018. Jika dilihat dari sini, maka ada selisih waktu selama 6 tahun.

Baca juga: Pelajaran yang Bisa Diambil dari Sengketa Merek Susu Kambing Etawaku (Part 2)

Perlindungan Hak Cipta

Agar menghindari sengketa hak cipta diatas maka perlu diketahui terkait ketentuan perlindungan hak cipta.

Berbeda dengan merek, hak cipta melindungi suatu ciptaan secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC).

Jadi, pencipta yang pertama kali menciptakan suatu karya dan mempublikasikannya ke publik sudah mendapatkan hak eksklusif dari perlindungan hak cipta tersebut. Hak eksklusif pencipta terdiri dari hak moral dan hak ekonomi, dengan rincian sebagai berikut:

Hak Moral

Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta, terdiri dari (Pasal 5 ayat (1) UU 28/2014):

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Hak Ekonomi

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan (Pasal 8 UU 28/2014).

Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan (Pasal 9 UU 28/2014):

  1. Penerbitan ciptaan;
  2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
  3. Penerjemahan ciptaan;
  4. Pengadaplasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; 
  5. Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
  6. Pertunjukan ciptaan;
  7. Pengumuman ciptaan;
  8. Komunikasi ciptaan; dan
  9. Penyewaan ciptaan.

Baca juga: Pahami Penyelesaian Sengketa Merek Yang Benar Biar Gak Tambah Rugi!

Pembatalan Pencatatan Ciptaan

Terkait sengketa hak cipta ini pihak yang merasa bahwa hak eksklusif atas ciptaannya dilanggar oleh pihak lain berhak untuk melayangkan gugatan. Salah satu gugatan yang dimaksud adalah pembatalan pencatatan ciptaan.

Hal ini berlaku jika ciptaan yang diduga meniru telah dicatatkan pada DJKI. Oleh karena itu, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan pembatalan pencatatan ciptaan dalam daftar umum ciptaan melalui Pengadilan Niaga (Pasal 97 ayat (1) UU 28/2014).

Sebagai informasi, Pengadilan Niaga hanya bisa dilaksanakan di kota-kota tertentu, yaitu Jakarta Pusat, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar.

Anda ingin melakukan pencatatan hak cipta? Atau memiliki pertanyaan mengenai legalitas usaha Anda dan ketentuan hukum yang berlaku? Konsultasikan bersama Smartlegal.id melalui tombol yang tersedia di bawah ini.

Author: Bidari Aufa Sinarizqi

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY