Ketahui Ketentuan Kontrak Bisnis: Gara-Gara Emoji “Jempol” Alami Kerugian 1 Miliar
Smartlegal.id -

“Memahami ketentuan kontrak bisnis merupakan langkah krusial dalam menjaga legalitas dan keamanan bisnis. Kesalahan kecil dalam komunikasi dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang signifikan.”
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara manusia melakukan komunikasi bisnis.
Jika dulu perjanjian hanya dianggap sah apabila dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani secara fisik, kini komunikasi melalui media digital seperti pesan instan bahkan penggunaan emoji dapat menjadi bukti hukum yang mengikat.
Kasus unik datang dari Kanada, yang sekaligus menjadi pengingat penting bagi para pelaku bisnis di era digital.
Seorang petani asal Saskatchewan, Chris Achter, harus menerima kenyataan pahit yaitu didenda hampir Rp 1 miliar hanya karena mengirimkan emoji jempol “👍” melalui pesan singkat.
Emoji yang sekilas terlihat sebagai respons santai, ternyata dianggap sebagai bentuk persetujuan resmi atas sebuah kontrak bisnis.
Baca Juga: KPPU Persoalkan Akuisisi Tokopedia Oleh TikTok atas Dugaan Keterlambatan Notifikasi Akuisisi
Bagaimana Kronologi Kasusnya?
Kejadian ini bermula saat Achter, pemilik perusahaan pertanian Swift Current, menerima dokumen kontrak pembelian rami dari pihak South West Terminal (SWT) pada tahun 2021.
Sebagai balasan, Achter hanya mengirim emoji jempol. Menurutnya, itu merupakan bentuk penerimaan dokumen, bukan persetujuan isi kontrak.
Namun SWT berpandangan sebaliknya. Mereka menilai emoji tersebut sebagai konfirmasi bahwa Achter menyetujui seluruh isi kontrak. Konflik penafsiran ini pun berlanjut ke meja hijau.
Dalam persidangan, Hakim TJ Keene menjelaskan bahwa emoji jempol dapat dimaknai sebagai representasi dari tanda tangan elektronik yang sah secara hukum, mengingat konteks komunikasi sebelumnya antara kedua belah pihak.
Ia juga menyebutkan bahwa penggunaan simbol atau emoji dalam komunikasi digital dapat dinilai sebagai bentuk persetujuan, tergantung pada konteks dan hubungan para pihak.
“Saya meyakini bahwa, berdasarkan keseimbangan probabilitas, Chris telah menyetujui kontrak tersebut sebagaimana yang biasa ia lakukan, hanya saja kali ini ia melakukannya melalui emoji,” ungkap Hakim Keene dalam putusannya.
Persidangan ini bahkan menyertakan 24 contoh penggunaan emoji sebagai referensi untuk membantu memahami konteks komunikasi yang terjadi. Akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa Chris Achter telah memberikan persetujuan yang sah, dan ia dinyatakan bersalah karena gagal memenuhi isi kontrak.
Lantas apakah setiap perjanjian harus dibuat didepan notaris? Simak ulasannya dalam artikel Apakah Setiap Perjanjian Harus Dibuat di Hadapan Notaris?
Bagaimana Ketentuan Kontrak Bisnis Berdasarkan Hukum Indonesia?
Dalam praktik bisnis, memahami dasar hukum perjanjian bukan lagi sekadar kebutuhan pelaku hukum, tapi juga keharusan bagi setiap pelaku usaha, terutama di era digital yang serba cepat dan serba instan ini.
Kasus hukum di Kanada yang melibatkan penggunaan emoji jempol sebagai tanda persetujuan kontrak adalah bukti nyata bahwa kekeliruan kecil dalam komunikasi bisnis bisa menimbulkan konsekuensi finansial besar.
Maka, penting bagi setiap pelaku usaha untuk memahami dengan jelas, kapan suatu kontrak dianggap sah menurut hukum?
Di Indonesia, ketentuan kontrak bisnis atau sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal ini memuat empat unsur mendasar yang wajib dipenuhi agar suatu kontrak memiliki kekuatan hukum yang mengikat:
1. Kesepakatan Para Pihak
Kontrak hanya sah jika terdapat persetujuan antara para pihak terhadap isi dan syarat perjanjian. Persetujuan ini bisa disampaikan secara eksplisit, seperti melalui tanda tangan di atas dokumen resmi, maupun secara implisit termasuk melalui tindakan, gestur, atau komunikasi elektronik seperti pesan teks.
Dalam beberapa kasus, emoji pun dapat ditafsirkan sebagai bentuk persetujuan, tergantung konteks dan hubungan sebelumnya antara pihak yang bersangkutan.
Di era digital, bentuk kesepakatan tidak lagi selalu berupa dokumen fisik. Oleh karena itu, pelaku usaha harus ekstra hati-hati dalam memberikan respons terhadap penawaran bisnis, terutama melalui media informal.
2. Kecakapan untuk Membuat Perikatan
Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak harus berada dalam kondisi hukum yang sah untuk melakukan perikatan. Ini berarti mereka harus dewasa, sehat secara mental, dan tidak berada di bawah pengampuan. (Pasal 433 KUHPerdata)
Dalam konteks korporasi, perjanjian hanya dapat diwakili oleh pihak yang memiliki kewenangan legal seperti pemilik usaha, direktur, atau pihak yang ditunjuk secara sah.
Validitas kontrak bisa dipertanyakan jika ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang atau tidak memiliki kapasitas hukum untuk bertindak atas nama perusahaan.
3. Objek Perjanjian yang Jelas
Isi atau objek dari perjanjian harus dapat ditentukan secara pasti. Apakah berupa barang, jasa, hak, atau kewajiban semuanya harus dijelaskan secara spesifik, termasuk jumlah, kualitas, harga, hingga tenggat waktu.
Kontrak yang memuat objek yang tidak jelas, ambigu, atau multitafsir berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.
4. Suatu Sebab yang Halal
Setiap perjanjian harus memiliki tujuan yang sah. Jika isi atau maksud dari kontrak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum misalnya kontrak untuk kegiatan ilegal, praktik manipulatif, atau penggelapan pajak maka perjanjian tersebut tidak dapat diakui secara hukum.
Kontrak yang sah secara administratif belum tentu sah secara moral atau hukum. Maka dari itu, kehati-hatian dalam menyusun isi perjanjian sangat dibutuhkan.
Emoji memang tidak disebut secara eksplisit dalam undang-undang, namun dalam praktiknya, pengadilan bisa menilai konteks dan maksud penggunaan emoji dalam komunikasi bisnis sebagai bentuk kesepakatan.
Baca Juga: Perjanjian Lisensi: Manfaatkan Aset Bisnis Tak Berwujud Jadi Revenue
Menghindari Risiko dengan Memahami Ketentuan Kontrak Bisnis Sejak Awal
Dalam realitas bisnis modern, komunikasi bisa terjadi di mana saja mulai dari ruang rapat, email, hingga pesan WhatsApp. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha untuk membudayakan sikap profesional dalam setiap bentuk komunikasi bisnis, tak terkecuali yang dilakukan secara digital.
Satu emoji bisa bermakna informal bagi Anda, tapi bisa dianggap sebagai “persetujuan resmi” oleh pihak lain. Di sinilah urgensi memahami struktur hukum kontrak menjadi krusial, agar keputusan yang diambil tidak berujung pada konsekuensi hukum dan kerugian finansial.
Dalam merek aspek perjanjian juga menjadi penting, penasaran? Simak artikel Perjanjian Lisensi Merek Dagang Bikin Bisnis Untung Lewat Merek
Pelajaran Penting bagi Pelaku Usaha
Di era serba digital, batas antara komunikasi informal dan formal semakin tipis. Emoji yang biasanya digunakan untuk sekadar menyampaikan emosi, kini bisa ditafsirkan sebagai pernyataan hukum.
Maka, penting bagi siapa pun yang terlibat dalam transaksi atau kerja sama bisnis untuk:
- Menyampaikan pernyataan secara tertulis dan jelas.
- Menghindari penggunaan simbol ambigu dalam komunikasi kontrak.
- Selalu mencantumkan tanda tangan fisik atau digital untuk menunjukkan persetujuan resmi.
“Dalam dunia usaha yang semakin kompleks, memahami syarat perjanjian kontrak bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi investasi jangka panjang untuk melindungi kepentingan bisnis dan reputasi perusahaan.”
Lindungi bisnis Anda dari risiko kontrak yang tidak sah atau multitafsir.
Segera konsultasikan dengan Smartlegal.id untuk memastikan seluruh perjanjian dan proses hukum bisnis Anda legal, jelas, dan terlindungi secara hukum.
Author: Kunthi Mawar Pratiwi
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://www.instagram.com/reel/DMFfqCOI0Z2/?utm_source=ig_web_copy_link
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230908070530-37-470585/kirim-emoji-jempol-dan-bulan-bisa-diseret-ke-pengadilan
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230723054003-185-976620/emoji-jempol-sah-dianggap-persetujuan-perjanjian-berlaku-di-mana