Masa Berlaku Sertifikat Halal dan Cara Cek Secara Online Sesuai Undang-Undang No 33 Tahun 2014
Smartlegal.id -

“Masa berlaku sertifikat halal dan cara cek secara online menjadi sangat penting bagi pelaku usaha, sebelumnya hanya berlaku 4 tahun, namun kini berlaku tanpa batas waktu sejak diterbitkan, selama komposisi bahan dan PPH tetap sama.”
Sertifikat halal memiliki peran penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Bagi konsumen, label halal memberikan rasa aman ketika memilih sebuah produk. Sementara, bagi pelaku usaha, sertifikat halal menjadi nilai tambah yang mampu meningkatkan kepercayaan sekaligus memperluas jangkauan pasar.
Belum lama ini, Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan mengatakan bahwa saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah melakukan perbaikan regulasi sehingga kedepannya dapat menjadi layanan satu atap dan sertifikat halal memiliki masa berlaku.
Langkah ini menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk terus menyempurnakan sistem jaminan produk halal agar lebih efisien dan mudah diakses.
Meskipun demikian, perubahan regulasi tersebut masih dalam proses, sehingga ketentuan yang berlaku sekarang tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014).
Lantas, bagaimana masa berlaku sertifikat halal menurut undang-undang tersebut dan apa saja yang perlu dilakukan pelaku usaha untuk mengurus serta mengeceknya secara online?
Baca juga: Belajar Dari Kasus Ayam Widuran Jual Produk Non Halal, Pentingnya Sertifikat Halal
Masa Berlaku Sertifikat Halal dan Cara Cek Secara Online
Masa Berlaku Sertifikat Halal
Sertifikat halal adalah pengakuan atas kehalalan suatu produk yang diterbitkan oleh BPJPH. Penerbitan sertifikat ini dilakukan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Berdasarkan Pasal 42 UU 33/2014, sertifikat halal berlaku selama 4 tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali apabila terjadi perubahan komposisi bahan. Aturan tersebut juga mewajibkan pelaku usaha untuk mengajukan perpanjangan paling lambat 3 bulan sebelum masa berlakunya berakhir.
Aturan tersebut kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU 6/2023). Setelah perubahan tersebut, sertifikat halal tidak lagi memiliki batas waktu tertentu, melainkan tetap berlaku sejak diterbitkan selama tidak ada perubahan komposisi bahan maupun Proses Produk Halal (PPH).
Perubahan regulasi ini memberi kemudahan bagi pelaku usaha karena tidak perlu lagi memperpanjang sertifikat setiap empat tahun sekali. Meski begitu, tanggung jawab untuk menjaga konsistensi kehalalan produk tetap ada. Setiap perubahan bahan atau proses produksi harus segera dilaporkan agar status halal produk tetap terjamin sesuai hukum yang berlaku.
Baca juga: Membahas Aturan Baru Terkait Sertifikasi Jaminan Produk Halal
Cara Mengecek Sertifikat Halal Secara Online
Untuk memastikan suatu produk memiliki sertifikat halal yang sah, masyarakat bisa melakukan pengecekan melalui beberapa cara yang sudah disediakan BPJPH. Pilihan ini memudahkan konsumen maupun pelaku usaha untuk mencari informasi kehalalan produk dengan cepat dan transparan.
1. Lewat Website BPJPH
Kunjungi halal.go.id, lalu pilih menu “Cek Sertifikat Halal”. Masukkan nama produk, nama pelaku usaha, atau nomor sertifikat untuk menelusuri data kehalalan produk.
2. Gunakan SIHALAL
Melalui sihalal.halal.go.id, pelaku usaha bisa mengecek status permohonan sertifikasi halal, sementara konsumen dapat memeriksa validitas sertifikat halal yang sudah diterbitkan.
3. Scan QR Code pada label halal
Produk yang sudah bersertifikat halal resmi dari BPJPH dilengkapi label halal dengan QR code. Cukup scan QR tersebut menggunakan smartphone untuk melihat status validitasnya.
4. Lewat Aplikasi Halal MUI
MUI menyediakan aplikasi Halal MUI yang bisa diunduh di Google Play atau App Store. Aplikasi ini memudahkan konsumen untuk mencari data produk halal dengan memasukkan nama merek atau kategori produk tertentu.
Baca juga: Deadline Pengurusan Sertifikasi Halal Ditunda sampai 2026, Tapi…
Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal
Setiap pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, dan memperdagangkan barang atau jasa di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 42/2024)). Kewajiban ini berlaku tidak hanya untuk makanan dan minuman, tetapi juga mencakup kosmetik, obat-obatan, hingga barang gunaan tertentu.
Untuk memenuhi kewajiban tersebut, pelaku usaha harus mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH. Proses ini dimulai dari pendaftaran hingga akhirnya BPJPH menerbitkan sertifikat halal setelah mendapat fatwa halal tertulis dari MUI. Berikut alur yang harus dijalani:
1. Pendaftaran melalui PTSP Halal
Pelaku usaha mendaftar pada website resmi PTSP Halal dan mengisi profil usaha secara lengkap. Data yang wajib disertakan meliputi identitas penanggung jawab, Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta informasi terkait pabrik atau outlet.
2. Pengajuan permohonan sertifikasi halal
Setelah profil usaha terdaftar, pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH. Permohonan akan diverifikasi untuk memastikan kelengkapan dokumen dan produk. Hanya permohonan yang memenuhi syarat yang dapat diproses ke tahap pemeriksaan.
3. Pemeriksaan Produk Halal Sesuai Skema
Setelah permohonan sertifikasi diajukan, produk akan melalui tahap pemeriksaan dan verifikasi sesuai dengan skema sertifikasi yang dipilih. Skema ini menyesuaikan dengan jenis usaha dan risiko produk:
Skema Self Declare (untuk UMK)
Usaha Mikro Kecil (UMK) dengan produk risiko rendah atau menggunakan bahan yang sudah terjamin halal dapat menggunakan skema Self Declare. Pada skema ini, pelaku usaha mengisi dan menandatangani Pernyataan Jaminan Produk Halal (SJPH) secara mandiri, yang menjadi jaminan bahwa produk mereka memenuhi standar halal. (Pasal 98 PP 42/2024)
Untuk membantu UMKM, Pendamping Proses Produk Halal (PPH) hadir untuk memverifikasi dokumen dan memastikan proses produksi sesuai dengan ketentuan halal. Dengan begitu, UMKM tidak perlu melalui audit ketat oleh LPH seperti pada skema Reguler, namun tetap bisa memperoleh sertifikat halal resmi.
Skema Reguler (untuk usaha non-UMKM atau produk risiko tinggi)
Produk yang memerlukan pemeriksaan lebih mendalam mengikuti skema Reguler. BPJPH akan menunjuk LPH untuk melakukan audit halal. Pemeriksaan dilakukan terhadap bahan baku yang digunakan, proses produksi yang dijalankan, serta kondisi fasilitas usaha.
LPH yang bertugas harus sudah terakreditasi BPJPH dan terdaftar sebagai mitra resmi MUI. Hasil audit ini menjadi dasar bagi MUI untuk menentukan fatwa halal.
4. Penetapan Fatwa Halal oleh MUI
Laporan hasil audit dari LPH kemudian disampaikan ke MUI. Dokumen ini menjadi dasar untuk sidang fatwa halal. Apabila produk dinyatakan sesuai dengan standar kehalalan, MUI akan mengeluarkan fatwa halal tertulis yang menjadi syarat sebelum sertifikat diterbitkan.
5. Penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH
Fatwa halal tertulis dari MUI menjadi dasar bagi BPJPH untuk menerbitkan sertifikat halal. Dengan terbitnya dokumen ini, pelaku usaha mendapatkan pengakuan resmi atas kehalalan produknya dan dapat menggunakannya sebagai jaminan kepercayaan bagi konsumen.
Pastikan produk Anda memenuhi standar halal sesuai aturan terbaru! Hubungi Smartlegal.id untuk konsultasi lengkap mengenai kebutuhan sertifikasi halal produk Anda dan dapatkan solusi terpercaya agar proses berjalan mudah, cepat, dan sesuai regulasi.
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7910021/sertifikat-halal-akan-ada-masa-berlaku-bpjph-lakukan-perbaikan-regulasi
https://www.detik.com/jatim/kuliner/d-7882364/cara-cek-status-halal-pada-makanan-gampang-dan-resmi