Polemik Rencana Pemilihan Kepala Daerah Serentak Dalam Situasi Pandemi COVID-19

Smartlegal.id -
Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan Kepala Daerah

“Sebagai bentuk preventif penyebaran COVID-19 dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020, KPU mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2020”

Pandemi COVID-19 di Indonesia telah menimbulkan banyak korban jiwa dan menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Untuk menanggulangi penyebaran COVID-19, maka dilakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota serentak tahun 2020. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa kampanye dapat dilaksanakan dalam tujuh bentuk kegiatan. Namun, kegiatan yang memicu keramaian merupakan hal yang kontradiktif dengan tujuan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Sehingga terjadi peningkatan kasus pelanggaran protokol kesehatan pada saat pelaksanaan kampanye. Bawaslu mencatat terdapat 918 pelanggaran protokol kesehatan selama 30 hari kampanye. Lantas, apa urgensi diselenggarakannya pilkada di tengah situasi COVID-19 dan bagaimana sanksi yang diberikan bagi pelanggar protokol kesehatan saat kampanye?

Baca Juga : Ini Strategi Usulan Pemerintah Agar Perusahaan Menghindari PHK Akibat Pandemi COVID-19

  • Urgensi Pelaksanaan Pilkada Serentak dalam Situasi COVID-19

Pada 30 Oktober 2020 di Indonesia, terdapat 406.945 kasus positif, 334.295 kasus sembuh dan 13.782 kasus meninggal yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 Untuk menekan angka penyebarannya, Pemerintah Indonesia telah menetapkan protokol kesehatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020

Meskipun di tengah pandemi COVID-19 Pilkada harus tetap diselenggarakan karena mengingat pentingnya peran kepala daerah definitif di tengah pandemi untuk pemerintahan daerah yang optimal. Sebagai bentuk preventif penyebaran COVID-19 dalam Pilkada 2020, KPU mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua  atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 (PKPU 13/2020), sebagai regulasi dalam melaksanakan Pilkada dalam situasi pandemi COVID-19. 

Berdasarkan Pasal 63 ayat (1) PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2020 (PKPU 10/2020), memperbolehkan kampanye dengan melaksanakan pentas seni, panen raya dan konser musik yang dapat melalui daring maupun pertemuan langsung.

  • Sanksi Terhadap Pelanggaran Protokol Kesehatan dalam PKPU No. 13 Tahun 2020

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2020 telah diubah menjadi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2020. Dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kegiatan kampanye dilaksanakan melalui media sosial dan media daring serta memberikan larangan tegas untuk tidak mengadakan konser musik ataupun kegiatan-kegiatan yang memicu keramaian. Dalam hal Pasangan Calon, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik pengusul, Tim Kampanye, dan/atau pihak lain yang melanggar larangan, maka dikenai sanksi berupa peringatan tertulis oleh Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota pada saat terjadinya pelanggaran; dan/atau penghentian dan pembubaran kegiatan Kampanye. Apabila tidak melaksanakan peringatan tertulis dalam waktu 1 (satu) jam sejak diterbitkan peringatan tertulis; larangan melakukan metode Kampanye yang dilanggar selama 3 (tiga) hari berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota (Pasal 88D PKPU 13/2020).

Namun, di dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tidak bisa dikenakan sanksi pidana atau sanksi administratif berupa diskualifikasi pasangan calon kepala daerah. Hal tersebut disebabkan karena aturan tata cara dan waktu pelaksanaan pemilihan serentak harus berlandaskan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pemberian sanksi tegas kepada pelanggar protokol kesehatan dalam pilkada 2020 tidak dapat dilaksanakan karena Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 memuat aturan pilkada di masa normal dan bukan di masa pandemi. Oleh karena itu, untuk mengubah aturan secara progresif maka pemerintah perlu merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Author: M. Luthfan Arsyi/Fadiya Nadira/Ronaldo Dwi Putro-ALSA  UNSRI

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY