Ini Bentuk Perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal

Smartlegal.id -
Kekayaan Intelektual Komunal

Pemerintah menetapkan perlindungan atas hasil ekspresi budaya termasuk yang merupakan Kekayaan Intelektual Komunal

Kebudayaan tradisional merupakan bagian dari Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang tidak terpisahkan dan menjadi ciri khas bagi suatu negara. Namun, lebih dari itu KIK seperti kesenian tradisional, adat istiadat, dan sebagainya juga merupakan salah satu aset yang berharga dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif nasional.

Melansir pada data yang dihimpun oleh OPUS Ekonomi Kreatif pada tahun 2019, tercatat bahwa sektor ekonomi kreatif di Indonesia memiliki kontribusi sebesar Rp 1105 triliun terhadap PDB nasional. Sebelumnya, pada tahun 2017 sektor ini juga telah berhasil menyerap tenaga kerja sebesar 17,4 persen.

Oleh karena itu, sangat penting bagi para pelaku usaha di sektor ekonomi kreatif untuk mengetahui bentuk perlindungan yang diberikan kepada karya-karya mereka. Hal ini karena sampai saat ini tidak jarang terjadi kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual terhadap objek-objek pemajuan kebudayaan yang termasuk sebagai KIK.

Baca juga: Mulai Sekarang, Perhatikan Desain Industri Anda Agar Nilai Produk Meningkat

Beberapa diantaranya, seperti sengketa penggunaan karya seni asli milik masyarakat Aborigin Australia; penggunaan simbol matahari yang merupakan simbol keramat milik suku Indian Zia Pueblo oleh pemerintah negara bagian New Mexico; dan dugaan peniruan desain pakaian masyarakat tradisional Romania oleh designer Christian Dior. Seperti halnya karya-karya tersebut, beberapa objek pemajuan kebudayaan Indonesia juga tidak luput dari ancaman pelanggaran hak tersebut.

Hal tersebut pernah terjadi saat beberapa negara tetangga sempat mengklaim batik, wayang kulit, kuda lumping, dan sebagainya sebagai warisan kebudayaan mereka. Apabila pihak United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengakui objek-objek kebudayaan tersebut sebagai milik negara lain, maka hal tersebut tentunya dapat mengurangi potensi pertumbuhan industri ekonomi kreatif di Indonesia.

Perlindungan Hukum

Untuk melindungi potensi KIK di Indonesia, Pemerintah telah menetapkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk berekspresi dan mendapatkan perlindungan atas hasil ekspresi budayanya tersebut serta mendapatkan akses informasi mengenai kebudayaan (Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (UU 5/2017)). 

Namun, sayangnya sejauh ini belum ada aturan pelaksana yang secara spesifik merumuskan bentuk perlindungan terhadap karya-karya KIK tersebut.

Ahli Peneliti Muda Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Basuki Antariksa, menjelaskan bahwa untuk meningkatkan perlindungan terhadap karya-karya KIK, para pelaku usaha ekonomi kreatif di Indonesia dapat melakukannya dengan beberapa cara. Adapun cara-cara yang dimaksud seperti:

  1. Mengurangi impor;
  2. Meningkatkan jati diri bangsa;
  3. Membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan relatif “tahan” terhadap pandemik (artinya produk KIK tetap dibutuhkan oleh masyarakat sekalipun pada masa-masa sulit; dan
  4. Meminimalisasi klaim pihak ketiga/asing atas suatu karya KIK.

Namun, untuk lebih menjamin perlindungan terhadap karya-karya tersebut, Basuki menyebut bahwa diperlukan kesepakatan internasional yang dimaksudkan untuk memberi perlindungan secara efektif kepada karya-karya KIK, serta kesepakatan yang secara detail mengatur tentang perlindungan KIK dalam kegiatan access and benefit sharing dengan negara lain. Basuki juga menekankan kepada para pelaku usaha KIK ini untuk berhati-hati dalam memberikan akses informasi atas karya-karya KIK kepada peneliti asing.

Baca juga: Pemegang Hak Cipta Wajib Tahu Nilai Ekonomi Karya Cipta di Era Digital

Hal tersebut, dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian karya dan klaim oleh pihak asing atas karya KIK. Selain itu, para pelaku usaha KIK juga harus lebih banyak memberikan penghargaan kepada “kejeniusan lokal” atau masyarakat adat/orang-orang yang menghasilkan objek-objek pemajuan kebudayaan yang merupakan karya KIK tersebut.

Adapun objek pemajuan kebudayaan yang dimaksud diantaranya seperti (Pasal 5 UU 5/2017):

  1. Tradisi lisan;
  2. Manuskrip;
  3. Adat istiadat;
  4. Ritus;
  5. Pengetahuan tradisional;
  6. Teknologi tradisional;
  7. Seni;
  8. Bahasa;
  9. Permainan rakyat; dan
  10. Olahraga tradisional.

Kemudian, Basuki juga menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip pencatatan KIK yang meliputi:

  1. Memprioritaskan harapan masyarakat adat;
  2. Memastikan bahwa informasi yang dicatat tidak dapat diakses oleh sembarangan pihak, terlebih informasi yang sudah dalam bentuk digital;
  3. Melakukan pelatihan KIK terhadap masyarakat adat;
  4. Menjadikan hukum adat sebagai bahan pertimbangan penting dalam proses izin akses dan pembagian keuntungan;
  5. Melibatkan masyarakat adat dalam proses pemberian izin akses dan pembagian keuntungan;  
  6. Melakukan penerjemahan objek pemajuan kebudayaan ke dalam bahasa internasional; dan
  7. Sebaik mungkin mencari tau segala informasi dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan KIK agar jelas akan digunakan untuk apa KIK tersebut.

Segera daftarkan Kekayaan Intelektual bisnis Anda sebelum ditikung kompetitor. Mau mendaftarkan Kekayaan Intelektual tanpa ribet? Serahkan saja kepada kami. Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini. 

Author: Muhammad Fa’iz Nur Abshar

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY