Ingin Menyelesaikan Sengketa dengan Arbitrase? Pahami Dulu 3 Hal Ini!

Smartlegal.id -
Menyelesaikan Sengketa dengan Arbitrase
Menyelesaikan Sengketa dengan Arbitrase

Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili atau menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase.”

Alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (“ADR”) merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi. Ketentuan ADR diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”)

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10) UU Arbitrase dan APS). 

Namun, tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui forum arbitrase, lho! Berikut ini beberapa hal yang dapat menyelesaikan sengketa dengan Arbitrase, yakni:

1. Kesepakatan Para Pihak Menyelesaikan Sengketa dengan Arbitrase

Untuk dapat menyelesaikan suatu sengketa melalui arbitrase, harus ada kesepakatan dari para pihak untuk memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa. Adapun menurut Pasal 1 ayat (1) UU Arbitrase dan APS, perjanjian arbitrase ini dapat dibuat sebelum timbulnya atau setelah timbulnya sengketa. Apabila dibuat sebelum timbulnya sengketa, maka klausul arbitrase dapat langsung dicantumkan dalam perjanjian. 

Sedangkan apabila kesepakatan mengenai arbitrase baru ada setelah timbulnya sengketa, maka  kesepakatan tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak (Pasal 9 ayat (1) UU Arbitrase dan APS).

Namun dalam hal para pihak tidak dapat menandatanganinya maka Pasal 9 ayat (2) memberi solusi bahwa perjanjian arbitrase dapat dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Pasal 9 ayat (3) UU Arbitrase dan APS mengatur Perjanjian tertulis mengenai arbitrase harus memuat:

  1. Masalah yang dipersengketakan;
  2. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
  3. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
  4. Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
  5. Nama lengkap sekretaris;
  6. Jangka waktu penyelesaian sengketa;
  7. Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
  8. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

Apabila perjanjian arbitrase yang tidak memuat hal tersebut di atas, maka perjanjian batal demi hukum.

Baca juga: Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Tanpa Klausula Arbitrase di Kontrak, Memangnya Bisa? 

2.  Sengketa di Bidang Perdagangan

Pasal 5 ayat (1) UU Arbitrase dan APS menentukan bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Merujuk pada penjelasan Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan APS, yang dimaksud dengan “ruang lingkup hukum perdagangan” adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang:

  1. Perniagaan;
  2. Perbankan;
  3. Keuangan;
  4. Penanaman modal;
  5. Industri;
  6. Hak Kekayaan Intelektual.

Tidak terbatas pada keenam hal tersebut di atas, ruang lingkup hukum perdagangan juga dapat dimaknai bidang-bidang perdagangan lain sepanjang bidang tersebut ikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa.

Sebagai contoh, Endrik Safudin dalam bukunya yang berjudul Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase (hlm 113), menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa di bidang korporasi, asuransi, lisensi, franchise, konstruksi, pelayaran/maritim dan masih banyak bidang-bidang lain dapat diselesaikan dengan jalan arbitrase, melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sesuai dengan tujuan dibentuknya BANI, atau lembaga arbitrase lain yang disepakati oleh para pihak.

Kendati demikian, kepailitan yang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase karena terdapat aturan hukum mengenai penyelesaian sengketa kepailitan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. 

Baca juga: 4 Macam Alternatif Penyelesaian Sengketa Selain Arbitrase 

3. Bukan Termasuk Sengketa Yang Tidak Dapat Dimintakan Damai

Selain harus ada kesepakatan di antara para pihak dan harus sengketa di bidang perdagangan, untuk dapat diselesaikan melalui arbitrase sengketa yang timbul di antara para  pihak harus merupakan sengketa yang dapat diadakan perdamaian, hal ini sesuai dengan Pasal 5 Ayat (2) UU Arbitrase dan APS. 

Jadi, pastikan terlebih dahulu ya! bahwa sengketa yang terjadi merupakan sengketa yang berwenang untuk diperiksa dan diputus melalui arbitrase.

Punya pertanyaan seputar penyelesaian sengketa bisnis atau masalah hukum lainnya? Yuk, Segera hubungi SmartLegal.id melalui tombol di bawah ini, kami siap membantu anda! 

Author: Sekar Dewi Rachmawati

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY