Ketentuan Amil Zakat di Indonesia

Smartlegal.id -
help-1265227_1280

Pengaturan mengenai pengumpulan, pengelolaan dan pendistribusian zakat tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang selanjutnya disebut UU Pengelolaan Zakat. Kemudian diatur lebih lanjur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang selanjutnya disebut PP Pengelolaan Zakat. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yaitu lembaga non struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

BAZNAS merupakan lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional yang berkedudukan di ibu kota negara. BAZNAS berfungsi untuk menyelenggarakan fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat serta pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Untuk membantu BAZNAS, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat yang memiliki tugas untuk membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau Pejabat yang ditunjuk Menteri. LAZ harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam; berbentuk lembaga berbadan hukum; mendapat rekomendasi dari BAZNAS; memiliki pengawas syariat; memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan; bersifat nirlaba; memiliki program untuk mendayagunakan zakat; bersedia di audit syariat dan keuangan secara berkala.

Akan tetapi, berdasarkan putusan MK Nomor 86/PUU-X/2012, MK berpendapat bahwa Pasal 18 ayat (2) huruf a yang mensyaratkan LAZ harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam atau berbentuk lembaga berbadan hukum mengakibatkan ketidakadilan sebab menafikkan keberadaan lembaga atau perorangan yang selama ini telah bertindak sebagai Amil Zakat. Kelompok Amil Zakat ini dikenal pula sebagai Amil Zakat Tradisional yaitu pengelolaan zakat oleh Amil Zakat perseorangan atau perkumpulan seperti yang terdapat di masjid-masjid atau tempat lain yang tidak memiliki izin dari pejabat berwenang. Mengenai Amil Zakat Tradisional memang tidak diatur secara eksplisit dalam UU Pengelolaan Zakat, namun Pasal 3 Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pengelolaan Zakat mengatur sebagai berikut:

  1. Amil Zakat perseorangan atau perkumpulan orang yang melakukan pengelolaan zakat wajib memberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan setempat.
  2. Dalam melakukan pengelolaan zakat, Amil Zakat perseorangan atau perkumpulan orang wajib:
    1. melakukan pencatatan dan pembukuan terhadap pengelolaan zakat; dan
    2. melakukan pendistribusian dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sesuai dengan syariat Islam dan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyaluran zakat melalui Amil Zakat Tradisional dibolehkan menurut hukum sepanjang diberitahukan kepada kepala kantor urusan agama di kecamatan setempat. Jika Amil Zakat tidak memberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan setempat, maka akan dikenakan sanksi administratif yaitu penghentian kegiatan pengelolaan zakat. Kemudian apabila Amil Zakat Tradisional tidak melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan pencatatan dan pendistribusian zakat, maka akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, penghentian sementara dari kegiatan dan/ atau pencabutan izin operasional.

Untuk mencegah adanya penyimpangan terhadap zakat, UU Pengelolaan Zakat mengatur mengenai ketentuan pidana bagi amil yang tidak amanah. Diantaranya, 1) Setiap orang yang tidak mendistribusikan zakat sesuai ketentuan diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda sebesar 500 juta; 2) Setiap orang yang sengaja secara melawan hukum memiliki, meminjamkan, menghibahkan, menjual dan atau mengalihkan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak 500 juta; 3) Setiap orang yang bertindak selaku amil zakat tanpa izin pejabat berwenang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda paling banyak 50 juta.

Author: Vidya Nurchaliza
Editor : Hasyry Agustin

Apabila Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengirimkan pernyataan melalui [email protected]

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY