PHK Karena Keadaan Memaksa Boleh Saja, Tapi Ada Hak Pekerja yang Harus Dibayar

Smartlegal.id -
PHK Karena Keadaan Memaksa Boleh Saja, Tapi Ada Hak Pekerja yang Harus Dibayar
PHK Karena Keadaan Memaksa Boleh Saja, Tapi Ada Hak Pekerja yang Harus Dibayar

“Pekerja yang terkena PHK karena keadaan memaksa (force majeure) berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak”.

Pada 13 april 2020, Pemerintah menetapkan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional melalui Keputusan Presiden No 12 tahun 2020 (Keppres Bencana Nasional). Sebelumnya, pemerintah juga mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP PSBB)

Beberapa daerah sudah disetujui untuk melakukan PSBB. Diawali DKI Jakarta, kemudian beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur. Dampaknya, kantor perusahaan diharuskan untuk libur/tutup. Terdapat pengecualian bagi perusahaan yang terkait kebutuhan pokok penduduk atau kesehatan.

Baca juga: Ini Lho Kriteria Sektor Yang Boleh Beroperasi Saat Pemberlakuan PSBB

Menurut Pasal 4 ayat (1) PP PSBB, penerapan PSBB di suatu daerah minimal meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta kegiatan umum lain. Akibatnya beberapa perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena usaha tidak bisa usahanya tidak berjalan.

Bencana non-alam seperti Covid-19 dan pemberlakuan PSBB dapat dikategorikan sebagai keadaan memaksa (force majeure). PHK karena force majeur memang diperbolehkan oleh Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Menurut Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pengusaha dapat melakukan PHK karena force majeure.

Namun, pekerja yang terkena PHK dengan alasan tersebut tetap berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Jika tidak, perusahaan dapat dituduh melanggar hukum dan bisa digugat di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Seperti yang dialami oleh PT. Kumala Mining (PT KM) yang digugat mantan pekerjanya, Hans Rumbai dan Mahyudin. Hans dan Mahyudin di-PHK lantaran PT KM tidak bisa menjalankan usahanya karena kebijakan Pemerintah.

Pemerintah melarang ekspor bahan tambang mentah tanpa pengolahan dan pemurnian. Hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 07 tahun 2012  serta Surat Menteri Perdagangan No. 04/M-DAG/ED/12/2013. Akibatnya, PT KM tidak bisa lagi mengekspor nikel sebagai kegiatan utamanya.

Dalam Putusan Nomor No. 12/Pdt.Sus-PHI/2014/PNPal, Majelis Hakim memutus PHK tersebut diperbolehkan sesuai UU Ketenagakerjaan dengan alasan force majeure. Namun, Majelis Hakim juga mewajibkan perusahaan membayar uang kompensasi berupa uang pesangon dan uang penggantian hak kepada Han Rumbai dan Mahyudin.

PHK Karena Efisiensi

Kalau perusahaan tetap ingin melakukan PHK dalam situasi saat ini, maka pasal yang dapat digunakan yaitu Pasal 164 (3) UU No. 13/2003 dengan alasan efisiensi. Ada dua alasan PHK, pertama perusahaan tutup bukan karena rugi/force majeure. Kedua, perusahaan melakukan PHK karena alasan efisiensi.

Pada intinya, penyelesaian hubungan industrial itu dapat dilaksanakan dengan baik apabila pekerja sepakat untuk di PHK. Sebab PHK hanya terjadi dan berlaku apabila: pekerja sepakat, yang mana diatur dalam ketentuan Pasal 151 (2) dan (3) UU No. 13/2003 atau adanya putusan PHI yang berkekuatan hukum tetap Pasal 61 (1) (c) UU No. 13/2003.

Baca juga: Adakah Sanksi Hukum Jika Kontrak Tidak Dapat Dijalankan Akibat Kebijakan Terkait Virus Corona?

Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum ketenagakerjaan dalam bisnis anda? Segera hubungi Smartlegal.id melalui telpon/WA 081315158719 atau email [email protected].

Author: M. A. Mukhlishin

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY