Emang Boleh Pihak Apotek Mengganti Resep Obat Tanpa Izin Dokter?

Smartlegal.id -

“Terkadang obat yang diresepkan dokter mungkin tidak tersedia di apotek atau terlalu mahal.  Lantas, apakah apoteker boleh mengganti obat resep dokter tersebut?”

Kebutuhan masyarakat di bidang medis sangat meningkat terutama saat masa pandemi seperti saat ini. Ketika sakit, tentu kita berobat ke dokter dan mendapatkan resep obat agar selanjutnya, obat tersebut dapat kita beli di Apotek terdekat. Namun, terkadang obat yang diresepkan dokter mungkin tidak tersedia di apotek dan/atau terlalu mahal.  Lantas, apakah pihak apoteker boleh mengganti obat resep dokter tersebut?

Guna meningkatkan kualitas kefarmasian di apotek dalam rangka memberikan perlindungan pasien serta menjamin kepastian hukum bagi tenaga apoteker, terdapat peraturan terkait yang mengatur antara lain adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU 36/2009), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek (Permenkes 9/2017) serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Permenkes 73/2016).

Baca juga: Wajib Tahu! Kini Masker Dari Kain Ada Ketentuan SNI-nya Loh

Dalam UU 36/2009 telah dijelaskan bahwa praktik kefarmarsian pada intinya meliputi pendistribusian obat dan pelayanan obat atas resep dokter. Resep sendiri merupakan permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker baik berbentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 Permenkes 73/2016).

Sehingga jelas, bahwa seorang apoteker wajib melayani resep sesuai tanggung jawab dan keahlian profesi nya. Hal ini diperjelas lagi dalam Pasal 21 ayat (3) Permenkes 9/2017 yang pada pokoknya menjelaskan bahwa apabila obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, maka apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi dengan dokter yang menuliskan resep dalam hal pemilihan obat lain.

Bagaimana bila apoteker ragu terhadap apa yang dituliskan di resep?

Apabila apoteker menganggap penulisan resep tidak tepat atau terdapat kekeliruan, maka apoteker wajib memberitahukan kepada dokter yang menulis resep (Pasal 21 ayat (4) Permenkes 9/2017).

Kemudian, setelah dilakukan konfirmasi ulang kepada dokter yang bersangkutan dan dokter tetap pada pendiriannya, maka apoteker tetap memberi obat dan/atau pelayanan sesuai dengan apa yang tertulis dalam resep dengan memberi catatan dalam resep bahwa dokter sesuai pada pendiriannya (Pasal 21 ayat (5) Permenkes 9/2017).

Pengulangan Resep (Iter)

Pada suatu resep obat, terkadang dokter menambahkan istilah iter didalamnya. Iter artinya resep boleh diulang, yakni obat yang sama dapat dibeli lagi tanpa harus pergi ke dokter untuk mendapatkan resep asli dengan cara menggunakan copy resep. 

Penggunaan penulisan iter juga berbeda. Bila ditulis di kiri atas maka seluruh kesediaan resep boleh diulang, bila diletakkan di sebelah kiri salah satu obat maka yang diulang hanya obat yang berada di sebelah tulisan iter tersebut. Namun, penggunaan iter tidak bisa sembarangan karena tidak semua obat dapat diberi keterangan iter. Copy resep yang ada di tangan pasien pun tidak boleh disalahgunakan. 

Contohnya, apabila tidak ada keterangan iter sama sekali, maka tidak ada pengulangan resep. Sehingga pasien harus kembali ke dokter untuk mendapat resep asli bukan memaksa apoteker untuk tetap memberi obat yang sama dan/atau sembarangan diganti dengan obat lain.

Baca juga: Menjual Oksigen Tabung Di atas Harga Eceran Tertinggi Bisa Kena Sanksi 

Bolehkah apoteker mengganti obat paten ke generik?

Perlu kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis obat dalam medis. Dalam ketentuan umum Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/MENKES/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah disebutkan bahwa terdapat 4 jenis obat, yakni:

  1. Obat Paten, yakni obat yang memiliki hak paten;
  2. Obat Generik, yakni obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan Farmakope Indonesia atau buku standar lain untuk zat berkhasiat yang dikandungnya;
  3. Obat Generik Bermerek/Bernama Dagang, yakni obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan; dan
  4. Obat Esensial, merupakan obat terpilih yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan Menteri.

Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka apoteker dapat mengganti obat merek dagang tersebut dengan obat generik selama komponen aktif nya sama atau menggantinya dengan obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien (Pasal 21 ayat (2) Permenkes 9/2017).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa apoteker memang dapat mengganti obat atas persetujuan setidaknya dari pihak pasien. Namun, secara etis, apoteker dan/atau pasien tetap harus konfirmasi atau konsultasi ulang kepada dokter yang menulis resep untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Punya pertanyaan seputar legalitas usaha atau ketentuan hukum lainnya? Tenang saja! Kami dapat membantu Anda. Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.

Author: Shafania Afdira

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY