Greenwashing dan Hubungannya Dengan Perlindungan Konsumen
Smartlegal.id -
“Dalam menjalankan strategi promosi bisnis, perusahaan dilarang melakukan greenwashing karena dianggap sebagai overclaim dan sangat berkaitan dengan perlindungan konsumen.”
Isu lingkungan menjadi salah satu perhatian utama di era modern, mengingat dampaknya yang semakin nyata terhadap kehidupan manusia, makhluk hidup lainnya, dan planet secara keseluruhan.
Mulai dari perubahan iklim, polusi, hingga hilangnya keanekaragaman hayati, tantangan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karenanya banyak perusahaan yang menerapkan standar industri hijau. Saat ini, semakin banyak konsumen yang peduli dengan isu lingkungan dan berusaha memilih produk yang lebih berkelanjutan.
Dikutip dari Good Stats (17/10/2024) mengenai perilaku pembelian masyarakat Indonesia, sebanyak 84% tercatat pernah membeli produk ramah lingkungan, sedangkan 16% lainnya tidak pernah membeli produk ramah lingkungan.
Namun, di balik niat baik tersebut, banyak perusahaan yang memanfaatkan tren ini dengan cara yang tidak jujur melalui praktik yang dikenal sebagai greenwashing.
Sederhananya greenwashing adalah upaya perusahaan untuk menciptakan kesan bahwa produk mereka ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak demikian. Praktik ini tidak hanya menipu konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap produk-produk yang benar-benar berkelanjutan.
Dalam pembahasan ini, kita akan mengungkap bahaya greenwashing bagi konsumen dan bagaimana peraturan perlindungan konsumen dapat menanggulangi praktik tersebut. Mari kita simak pembahasan berikut.
Apa Itu Greenwashing?
Greenwashing adalah praktik di mana perusahaan atau organisasi memberikan kesan atau klaim bahwa produk atau layanan mereka ramah lingkungan atau berkelanjutan, padahal kenyataannya tidak demikian.
Istilah ini berasal dari kata “green” yang merujuk pada isu lingkungan, dan “washing” yang mengacu pada upaya untuk membersihkan citra atau reputasi perusahaan secara palsu.
Dalam greenwashing, perusahaan sering kali menggunakan label atau istilah yang tampak ramah lingkungan, seperti “eco-friendly“, “natural“, atau “100% biodegradable“, tanpa bukti yang cukup atau transparansi mengenai dampak lingkungan dari produk tersebut.
Tujuannya adalah untuk menarik konsumen yang semakin peduli dengan isu-isu lingkungan dan ingin membuat pilihan yang lebih bertanggung jawab.
Sayangnya, greenwashing tidak hanya menipu konsumen, tetapi juga merusak upaya untuk menciptakan industri yang benar-benar berkelanjutan. Karena itu, konsumen perlu berhati-hati dan cermat dalam memilih produk, serta memastikan klaim lingkungan yang dibuat oleh perusahaan didukung oleh bukti yang sah dan transparan.
Contoh Umum Greenwashing
- Labelisasi palsu: Menggunakan istilah seperti “eco-friendly,” “green,” atau “biodegradable” tanpa bukti atau sertifikasi yang jelas.
- Informasi yang tidak lengkap: Menyoroti satu aspek “hijau” produk tetapi mengabaikan dampak negatif lainnya. Misalnya, perusahaan mempromosikan penggunaan bahan daur ulang tetapi proses produksinya sangat mencemari lingkungan.
- Visual manipulatif: Iklan dengan warna hijau, gambar daun, atau hewan untuk memberikan kesan bahwa produk tersebut ramah lingkungan tanpa bukti nyata.
Ironisnya, greenwashing justru dapat memperburuk kerusakan lingkungan. Ketika konsumen membeli produk yang diklaim “ramah lingkungan” tetapi sebenarnya tidak, mereka secara tidak sadar berkontribusi pada praktik yang merusak lingkungan.
Misalnya, pakaian yang diklaim menggunakan bahan daur ulang tetapi diproduksi dengan proses yang mencemari lingkungan justru memberikan dampak negatif yang lebih besar.
Dasar Hukum yang Mengatur
Saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur praktik greenwashing, beberapa peraturan yang ada saat ini sudah mencakup perlindungan bagi konsumen dan memastikan bahwa klaim ramah lingkungan yang diajukan oleh perusahaan dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa peraturan tersebut antara lain:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999)
Undang-undang ini melarang perusahaan memberikan informasi yang menyesatkan atau tidak akurat atau memberikan iklan overclaim mengenai produk atau layanan mereka, termasuk klaim yang tidak dapat dibuktikan atau yang tidak jujur mengenai dampak lingkungan atau keberlanjutan produk.
- Peraturan OJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Keuangan Berkelanjutan (POJK 51/2017)
Peraturan ini mewajibkan lembaga keuangan, perusahaan publik, dan emiten untuk menyampaikan laporan keberlanjutan yang mencakup data terkait kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup mereka, guna memastikan transparansi dalam klaim keberlanjutan.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009)
Undang-undang ini berfokus pada pengelolaan lingkungan dan melarang praktik yang dapat merusak lingkungan dengan cara yang tidak jujur atau menipu konsumen, seperti klaim ramah lingkungan yang palsu.
Hubungan Greenwashing Dengan Perlindungan Konsumen
Adapun beberapa pasal yang relevan dalam UU 8/1999 yang berkaitan dengan greenwashing adalah sebagai berikut:
- Pasal 4: Menegaskan bahwa konsumen berhak memperoleh informasi yang jelas, jujur, dan benar tentang kondisi dan jaminan barang atau jasa, termasuk klaim yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan.
- Pasal 7: Menyatakan bahwa barang dan jasa yang diperdagangkan harus mudah dipahami, aman, bermanfaat bagi konsumen, serta tidak membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia maupun lingkungan.
- Pasal 8: Mengatur larangan terhadap praktik yang dapat merugikan konsumen, termasuk penipuan atau informasi yang menyesatkan dalam perdagangan barang dan jasa.
Perusahaan perlu memastikan bahwa segala produk/jasa yang diperdagangkan sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan tidak masuk kategori praktik greenwashing. Praktik ini merugikan konsumen dengan cara berikut:
Konsumen Menjadi Korban Penyesatan
Ketika perusahaan melakukan greenwashing, konsumen yang berniat mendukung produk ramah lingkungan malah membeli produk yang sebenarnya tidak sesuai dengan klaim tersebut. Ini melanggar hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jujur dan akurat tentang produk yang mereka beli.
Menghambat Upaya Perlindungan Lingkungan
Greenwashing dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari perusahaan atau produk yang benar-benar berkomitmen pada keberlanjutan. Ketika perusahaan yang jujur kalah bersaing karena klaim palsu, maka upaya kolektif untuk melindungi lingkungan menjadi terganggu.
Berpotensi Merugikan Secara Ekonomi
Konsumen sering kali rela membayar lebih untuk produk yang dianggap ramah lingkungan. Jika klaim tersebut tidak benar, mereka dirugikan secara finansial karena tidak mendapatkan nilai yang sesuai dengan uang yang mereka keluarkan.
Kesimpulan
Greenwashing adalah tantangan besar dalam era di mana kesadaran terhadap isu lingkungan semakin meningkat. Praktik ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga menghambat upaya global untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan.
Oleh karena itu, baik konsumen, perusahaan, maupun pemerintah memiliki peran penting dalam mengatasi greenwashing. Konsumen perlu lebih kritis, perusahaan harus bertanggung jawab, dan pemerintah harus memastikan regulasi yang melindungi hak konsumen.
Dengan upaya bersama, praktik greenwashing dapat diminimalkan sehingga perlindungan konsumen dan lingkungan dapat berjalan beriringan. Bukan hanya strategi pemasaran yang menyesatkan, tetapi juga ancaman nyata terhadap upaya global untuk melindungi lingkungan.
Khawatir mengenai batasan hukum mempromosikan usaha anda? Jangan Khawatir hubungi kami Smartlegal.id telah berpengalaman dalam menangani berbagai urusan hukum khususnya perizinan usaha. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini.
Author: Akmal Ghudzamir
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://data.goodstats.id/statistic/16-orang-indonesia-belum-pernah-membeli-produk-sustainable-apa-alasannya-j8YGd