Belajar Dari Kasus Sengketa Merek Polo Ralph Lauren

Smartlegal.id -
Merek Polo

“Contoh kasus sengketa merek polo dapat diselesaikan dengan mekanisme yang  diatur dalam peraturan perundang-undangan.”

Merek dagang adalah salah satu aset paling berharga bagi sebuah perusahaan. Merek tidak hanya menjadi identitas dari produk yang dihasilkan, tetapi juga menjadi simbol dari reputasi, kualitas, dan kepercayaan konsumen. 

Salah satu contoh kasus yaitu sengketa merek “Polo Ralph Lauren” yang melibatkan seorang pengusaha bernama Mohindar H.B dengan PT Manggala Putra Perkasa, dimana pihak Mohindar mengklaim hak atas merek tersebut berdasarkan perjanjian jual beli yang terjadi pada tahun 1986. 

Perusahaan perlu memastikan bahwa mereka memiliki strategi yang kuat untuk melindungi aset merek mereka, baik melalui pendaftaran yang komprehensif maupun melalui tindakan hukum jika terjadi pelanggaran. 

Lantas bagaimana penjelasannya? Simak artikel berikut!

Baca juga: Sengketa Merek Susu Etawaku Part 1: Belajar soal Pembatalan Merek

Kronologi Kasus Rebutan Merek Polo Ralph Lauren

Mohindar, melalui tim hukumnya, menegaskan kepemilikan sah atas merek “Polo Ralph Lauren” berdasarkan perjanjian jual beli tahun 1986 dengan nomor pendaftaran merek 173934. 

Selanjutnya Mohindar beserta tim hukumnya mengajukan gugatan terhadap PT Polo Ralph Lauren Indonesia (PT PRLI) dan PT Manggala Putra Perkasa (PT MPP), serta Fahmi Babra, terkait penggunaan merek “Polo by Ralph Lauren” di Indonesia.   

Pada Desember 2022, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa PT Manggala Putra Perkasa, bertindak dengan itikad buruk dalam mengklaim merek tersebut. Mahkamah Agung pada Maret 2024 menolak banding PT Manggala.

PT Manggala kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua, menuduh inkonsistensi dalam putusan dan menyoroti bahwa merek “Ralph Lauren” Mohindar telah dibatalkan sejak 1999. Sengketa ini masih berlanjut dengan PK kedua yang diajukan PT Manggala.

Meskipun ada upaya pembatalan, pengadilan akhirnya menetapkan bahwa kepemilikan merek tetap milik Mohindar. Kemudian upaya Mohindar di tahun 2022 untuk mendaftarkan kembali merek tersebut dan mengajukan gugatan guna merebut kembali haknya.

Pada tahun 2024, kasus ini telah memasuki tahap Peninjauan Kembali (PK). Meskipun PT Polo Ralph Lauren telah memberikan bukti baru untuk membatalkan keputusan pengadilan sebelumnya, pihak Mohindar berhasil mempertahankan hak merek polo melalui proses pengadilan yang panjang. 

Putusan akhir pengadilan menetapkan bahwa hak kepemilikan merek tersebut tetap milik Mohindar dengan pertimbangan hakim bahwa yang menentukan hak kepemilikan merek adalah tanggal transaksi jual beli yang lebih awal, bukan bentuk formal dari akta jual beli.

Baca juga: Kasus Susu Kambing Etawaku Berlanjut, Kali Ini Sengketa Hak Cipta!

Pentingnya Pencatatan Secara Administratif

Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah menetapkan bahwa kekayaan intelektual, khususnya merek, dapat dialihkan kepada pihak lain melalui waris, wasiat, hibah, atau perjanjian, serta sebab-sebab lain yang diperbolehkan oleh hukum, termasuk jual beli.

Sayangnya, dalam praktiknya, ketika terjadi transaksi yang melibatkan kekayaan intelektual, fokus utama sering kali hanya pada perjanjian yang ditandatangani, sementara pencatatan pengalihan hak atas merek dianggap sebagai aspek administratif yang tidak mendesak.

Padahal, pencatatan pengalihan ini sangat penting untuk mewujudkan kepastian hukum, serta membantu negara dalam memahami dan mengawasi proses pengalihan tersebut. Ini akan mempermudah penolakan pendaftaran merek serupa oleh pihak lain, termasuk pemilik awal, sehingga menghindari potensi sengketa di kemudian hari.

Sengketa merek Polo antara Mohindar dan PT Manggala Putra Perkasa menunjukkan pentingnya pemahaman dan kesadaran tentang perlindungan hukum melalui pendaftaran dan pencatatan kepemilikan merek secara tepat waktu.

Selain itu, Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Merek) mengatur bahwa pemilik merek terdaftar berhak mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tidak sah menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa sejenis.

Kasus ini juga menyoroti kerumitan perlindungan merek terkenal di Indonesia, terutama karena prinsip “first to file” dalam Undang-Undang Merek, yang sering kali menyebabkan konflik bagi merek terkenal yang belum terdaftar.

Sengketa panjang dan berlarut-larut antara Mohindar dan PT Manggala Putra Perkasa menjadi contoh nyata sekaligus menguji kemampuan sistem hukum Indonesia dalam melindungi merek terkenal di era globalisasi.

Ingin konsultasi hukum terkait perlindungan merek Anda untuk menghindari seperti koflik merek Polo diatas? Jangan ragu hubungi kami Smartlegal.id berpengalaman dalam menangani berbagai urusan hukum. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Akmal Ghudzamir

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY