Putar Musik Di Kafe Wajib Bayar Royalti, Begini Mekanismenya!
Smartlegal.id -
“Pemilik kafe dapat memutar lagu dan/atau musik dengan mengajukan permohonan lisensi melalui LMKN terlebih dahulu agar tidak wajib membayar royalti.”
Dalam menjalankan bisnis kafe, saat ini banyak pemilik kafe yang tidak hanya memperhatikan kualitas dan cita rasa menunya, namun juga memperhatikan desain, tata letak kafe. Tak hanya itu, mayoritas kafe saat ini dilengkapi dengan pemutar lagu untuk menambah suasana nyaman di dalam kafe.
Pemutaran lagu dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial wajib disertai pembayaran royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terlkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021)).
Perlu diketahui, lagu dan/atau musik yang disertai dengan teks maupun tanpa teks merupakan hak cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi. Hal ini tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC).
Kafe merupakan bentuk layanan publik yang bersifat komersial. Tak hanya kafe, tempat hiburan sejenis seperti restoran, pub, bar, bistro, kelab malam dan diskotek pun juga dikenai kewajiban untuk membayar royalti (Pasal 3 ayat (2) huruf b PP 56/2021).
Baca juga: PP 56/2021 Sah! Menggunakan Lagu Untuk Komersial Wajib Bayar Royalti
Nah, dalam hal ini LMKN melakukan pengelolaan royalti berdasarkan data yang terintegrasi pada pusat data lagu dan/atau musik (Pasal 8 PP 56/2021). Sehingga, pemilik kafe dapat memutar lagu dan/atau musik pada kafe miliknya dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN terlebih dahulu (Pasal 9 ayat (1) PP 56/2021).
Perjanjian lisensi antara pemilik kafe dengan LMKN dicatatkan kepada Menteri Hukum dan HAM (Pasal 9 ayat (2) PP 56/2021). Perlu diperhatikan, perjanjian lisensi setidaknya memuat hal-hal berikut ini (Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi (PP 36/2018)):
- Tanggal, bulan, tahun dan tempat perjanjian lisensi ditandatangani;
- Nama dan alamat pemberi dan penerima lisensi;
- Obyek perjanjian lisensi;
- Ketentuan mengenai sifat lisensi (eksklusif atau non eksklusif, termasuk sublisensi);
- Jangka waktu perjanjian lisensi; dan
- Wilayah berlakunya perjanjian lisensi.
Karena lagu dan/atau musik dilindungi oleh hak cipta, maka permohonan perjanjian lisensi atas beberapa judul lagu yang para pihaknya sama, dapat dijadikan satu untuk diajukan dalam satu permohonan (Pasal 9 PP 36/2018).
Setelah perjanjian lisensi tercatat pemilik kafe yang melaksanakan lisensi wajib memberikan laporan penggunaan lagu dan/atau musik kepada LMKN melalui Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM) (Pasal 9 ayat (3) PP 56/2021).
Walaupun tidak terikat perjanjian lisensi, pihak yang menggunakan lagu dan/atau musik secara komersial untuk suatu pertunjukan tetap dikenai kewajiban membayar royalti melalui LMKN (Pasal 10 ayat (2) PP 56/2021).
Baca juga: Mau Putar Lagu Di Kafe? Ini Tarif Royalti Yang Harus Dibayar
Bagi kafe dengan modal usaha maksimal Rp1 miliar dan hasil penjualan tahunan maksimal Rp2 miliar, maka kafe tersebut termasuk dalam usaha dengan skala mikro sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (3) dan (5) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM (PP 7/2021).
Kafe dengan skala mikro mendapatkan keringanan tarif royalti yang besarannya ditetapkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Pasal 11 ayat (1) dan (2) PP 56/2021).
Punya pertanyaan seputar legalitas usaha atau permasalahan hukum lainnya? Tenang. Kami dapat membantu Anda. Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Annisaa Azzahra