Kontroversi “Tung Tung Sahur” Bisakah Karya Hasil Generate AI Bisa Diakui sebagai Hak Cipta?

Smartlegal.id -
AI Bisa Diakui sebagai Hak Cipta
Image: Freepik/author/Rawpixel.com

“Apakah karya hasil AI bisa diakui sebagai hak cipta, terutama terkait pengakuan atas karya yang tidak sepenuhnya dibuat oleh manusia?” 

Karya hasil generate Artificial Intelligence (AI) kini semakin sering digunakan untuk menciptakan tulisan gambar maupun karya visual. Banyak orang memakai teknologi ini untuk keperluan pribadi konten digital hingga proyek komersial tertentu.

Namun belum banyak yang memahami bagaimana posisi karya AI jika dikaitkan dengan perlindungan hak cipta. Apakah karya tersebut bisa didaftarkan atau justru tidak memenuhi unsur penciptaan dalam hukum.

Di tengah maraknya perbincangan ini publik juga disuguhkan dengan kasus meme “Tung Tung Tung Sahur”. Meme tersebut digunakan oleh perusahaan besar tanpa izin dari pembuatnya yang kini menuntut kejelasan hukum.

Lantas, bagaimana hukum Indonesia memandang hak cipta atas karya buatan AI. Simak dalam artikel berikut!

Baca juga: Vidi Aldiano Digugat Pencipta Lagu Nuansa Bening, Ini Ketentuan Hak Ciptanya!

Kontroversi Garena Pakai ‘Tung Tung Tung Sahur’ Tanpa Izin

Pada Februari 2025, kreator TikTok bernama @noxaasht membuat meme viral “Tung Tung Tung Sahur”. Meme ini menampilkan karakter AI batang kayu dengan suara beduk sahur tradisional Indonesia.

Pada 12 Juni 2025, Garena memasukkan meme tersebut ke dalam game Free Fire sebagai bundle gratis. Bundle ini berisi karakter, skin, dan suara yang sama dengan meme viral tanpa izin.

Setelah peluncuran bundle, kreator @noxaasht dan komunitas digital mengajukan protes keras kepada Garena. Mereka menilai penggunaan karya tanpa izin melanggar etika dan hak cipta kreator asli.

Netizen ikut menyuarakan dukungan kepada kreator dan menyoroti pentingnya penghargaan terhadap karya digital. Kasus ini menjadi sorotan penting mengenai perlindungan karya digital di Indonesia.

Untuk memahami lebih lanjut hubungan AI dengan Hak Cipta Anda dapat membaca artikel  Bagaimana Ketentuan Hak Cipta AI, Apakah Dilindungi Hukum?

Apakah Karya AI Bisa Diakui sebagai Hak Cipta?

Dalam sistem hukum Indonesia, kecerdasan buatan (AI) tidak diakui sebagai pencipta maupun pemegang hak cipta. Oleh karena itu, AI belum dapat dianggap sebagai subjek perlindungan hak cipta berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).

Hal ini terlihat dari rumusan Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta, yang menyebut bahwa pencipta adalah “seseorang” atau “beberapa orang” yang menciptakan karya dengan karakter pribadi, baik secara individu maupun kolektif. Dengan kata lain, yang dimaksud pencipta dalam hukum Indonesia adalah manusia.

Pasal 1 angka 27 UU Hak cipta, menjelaskan bahwa istilah “seseorang” atau “beberapa orang” merujuk pada individu atau badan hukum. Ini berarti subjek hukum yang sah dalam hak cipta hanyalah manusia dan badan hukum, bukan entitas non-manusia seperti sistem AI.

Selain itu, karya yang dilindungi hak cipta haruslah orisinal dan lahir dari proses kreatif manusia. Karya yang dihasilkan AI umumnya dibentuk dari pengolahan data dan informasi yang telah tersedia melalui algoritma yang telah diprogram, tanpa adanya sentuhan imajinasi atau refleksi pribadi sebagaimana dimiliki manusia.

Meskipun hasil AI tampak nyata dan menyerupai karya manusia, proses penciptaannya tidak memenuhi unsur khas dan pribadi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Oleh karena itu, karya yang dihasilkan sepenuhnya oleh teknologi AI tanpa campur manusia tidak dapat dimasukkan dalam kategori ciptaan yang dilindungi hak cipta. 

Baca juga: 6 Contoh Hak Cipta beserta Jenis, Fungsi, Tujuan, dan Dasar Hukumnya

Konsep Dasar Hak Cipta di Indonesia

Hak cipta merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta atas karya orisinal di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Perlindungan ini diberikan sebagai pengakuan terhadap hasil cipta yang diwujudkan dalam bentuk nyata dan dapat dinikmati oleh masyarakat.

Hak cipta merupakan hak eksklusif yang melekat pada pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat menggunakan atau memanfaatkan karya tersebut tanpa persetujuan dari pencipta. 

Hak eksklusif ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral berkaitan dengan identitas dan reputasi pencipta, sedangkan hak ekonomi menyangkut pemanfaatan ciptaan untuk tujuan komersial (Pasal 4 UU Hak Cipta).

Perlindungan hak cipta di Indonesia berlaku sejak sebuah karya diwujudkan secara nyata. Pengakuan hukum atas karya tersebut tidak bergantung pada pendaftaran atau prosedur administratif tertentu.

Prinsip yang mendasarinya adalah prinsip deklaratif, di mana perlindungan muncul karena karya telah tercipta, bukan karena dicatatkan. Hak cipta timbul secara otomatis saat karya orisinal diwujudkan dalam bentuk  yang dapat dilihat, didengar, atau dibaca (Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta).

Oleh karena itu, selama karya tersebut tergolong dalam kategori ciptaan yang dilindungi, hak eksklusif pencipta berlaku sepenuhnya sejak saat diwujudkan. Negara tetap memberikan pengakuan dan perlindungan atas hak itu meskipun belum dilakukan pencatatan secara formal.

Pelanggaran hak cipta bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, simak ulasannya dalam artikel Ini Dia! Contoh Pelanggaran Hak Cipta Dalam Kehidupan Sehari Hari

Perlukah Mencatatkan Karya Cipta?

Dalam sistem hukum Indonesia, hak cipta timbul secara otomatis sejak karya diwujudkan dalam bentuk nyata. Pasal 64 ayat (2) UU Hak Cipta menegaskan bahwa Pencatatan Ciptaan bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta. 

Dengan demikian, pencatatan tidak menjadi syarat untuk memperoleh perlindungan hak cipta. Tanpa pencatatan sekalipun, pencipta tetap memiliki hak eksklusif atas ciptaannya sepanjang karya tersebut orisinal dan termasuk dalam jenis yang dilindungi undang-undang.

Namun, pencatatan hak cipta memiliki peran penting sebagai bentuk perlindungan tambahan atas karya yang telah diciptakan. Pencatatan memberikan bukti resmi bahwa suatu ciptaan memang berasal dari pihak yang mencatatkannya.

Jika terjadi sengketa kepemilikan atau tuduhan pelanggaran hak cipta, dokumen pencatatan dapat memperjelas posisi hukum pencipta dalam proses pembuktian.

Oleh karena itu, meskipun tidak diwajibkan pencatatan sangat disarankan sebagai upaya preventif untuk melindungi karya secara lebih kuat secara hukum. Ini penting terutama bagi pencipta yang berencana mengkomersialisasikan karyanya atau menghadapi potensi risiko klaim.

Punya karya dan ingin melindunginya secara hukum? Hubungi Smartlegal.id untuk bantu proses pendaftaran hak cipta agar karya Anda terlindungi secara sah.

Author: Pudja Maulani Savitri

Editor: Genies Wisnu Pradana

Referensi:
https://lampost.co/teknologi/garena-gunakan-tung-tung-tung-sahur-tanpa-izin/#google_vignette 

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY