Ketahui Plus Minus Private Label Brand untuk Bisnis Anda!
Smartlegal.id -
“Merek telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan konsep Private Label Brand.”
Perkembangan teknologi dewasa ini membuat persaingan bisnis menjadi semakin ketat. Para peritel menggunakan berbagai macam strategi untuk membuat produknya agar dapat menarik minat konsumen. Salah satu strategi yang digunakan oleh peritel adalah strategi merek pribadi atau Private Label Brand (PLBs). Private Label sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep merek.
Black’s Law Dictionary 9th Edition (hal. 213), memberi definisi dari “private brand” sebagai berikut:
“An identification mark placed on goods made by someone else under license or other arrangement and marketed as one’s own. The seller of private brand goods sponsors those goods in the market, becomes responsible for their quality, and has rights to prevent others from using the same mark.”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Private Label adalah produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan dijual kepada pihak tertentu atau perusahaan lain dengan kondisi perusahaan tersebut dapat mengubah serta mengembangkannya dan melabeli produk tersebut dengan merek mereka sendiri. Misalnya Perusahaan minimarket menjual produk makanan, minuman dan barang lainnya dengan merek minimarket tersebut.
Merek telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan private label, setiap pemilik merek atau peritel berharap agar merek mereka bisa menjadi top of mind dalam memori konsumen. Umumnya, merek digunakan oleh konsumen sebagai petunjuk untuk mengevaluasi kualitas produk. Hal ini merupakan suatu hal yang menyebabkan peritel fokus membangun citra merek yang kuat untuk produk-produk private label mereka.
Dalam hukum merek, hak eksklusif terhadap suatu merek diberikan oleh negara atas permohonan pemilik merek. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”), bahwa Hak atas Merek adalah:
“Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”
Definisi merek dalam Pasal 1 angka 1 UU MIG adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi dan/atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Baca juga: Kapan Dimulainya Perlindungan Merek?
Dalam artian yang luas, merek sebagaimana dijelaskan dalam e-book Memahami Hak Kekayaan Industri terbitan dari World Intellectual Property Organization (hal. 13-14), merek memiliki empat fungsi, yaitu:
- Untuk membedakan barang atau jasa dari suatu entitas dengan entitas lain. Merek memfasilitasi pilihan konsumen saat membeli barang tertentu.
- Merek membedakan kualitas barang atau jasa tertentu yang digunakan sehingga konsumen dapat bergantung pada konsistensi kualitas barang yang ditawarkan melalui suatu merek.
- Merek dimaksudkan untuk menunjukkan identitas penghasil produk barang atau jasa yang dipasarkan.
- Merek dipakai untuk mempromosikan pemasaran dan penjualan produk. Merek juga dimaksudkan untuk menarik konsumen, membuat perhatian, dan memberikan rasa percaya diri.
Lalu apakah merek dari Private Label ini wajib didaftarkan?
Ketentuan mengenai kewajiban pendaftaran merek memang tidak diatur dalam UU MIG. Namun, demi terlindunginya produk secara hukum dari berbagai perbuatan dari pihak ketiga yang merugikan, maka pemilik produk yang telah memiliki merek dapat mendaftarkan mereknya.
Selain itu, persyaratan mendaftarkan merek pada umumnya menjadi bagian dari perjanjian dengan pihak perusahaan yang memproduksi barang private label ataupun pihak yang memasarkan produk tersebut.
Sama halnya dengan produk lain yang bukan merupakan private label, perlindungan merek memiliki fungsi sebagaimana tersebut di atas. Proses pendaftaran merek private label sama dengan produk lainnya.
Baca juga: Hati-Hati! Begini Akibatnya jika Merek Telah Terdaftar namun Tak Pernah Digunakan
Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek diatur pada Pasal 4 hingga Pasal 8 UU MIG dan proses pendaftarannya dapat dilakukan secara eletronik melalui laman https://merek.dgip.co.id sebagai berikut:
- Pilih ‘Pasca Permohonan Online’
- Langkah 1 : Pilih tipe permohonan ‘Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek’ (sesuai dengan sisa jangka waktu pelindungan merek anda), masukkan Kode billing yang telah dibayarkan, klik tombol ‘Tambah Permohonan’ (pojok kiri bawah), masukkan Nomor Permohonan
- Langkah 2 : masukkan Data Pemohon
- Langkah 3 : diisi jika permohonan dengan kuasa (konsultan KI)
- Langkah 4 : klik ‘Tambah’, lampirkan dokumen persyaratan
- Langkah 5 : Preview (pastikan seluruh data anda sudah benar)
- Langkah 6 : Catatan Untuk Petugas (jika ada)
- Klik ‘Selesai’
Untuk Pesan kode billing di http://simpaki.dgip.go.id/
- Pilih ‘Merek dan Indikasi Geografis’ pada jenis pelayanan
- Pilih ‘Permohonan Pendaftaran Merek’
- Masukan jumlah klasifikasi merek Anda
- Masukkan Data Pemohon dan Data Permohonan (nama, alamat lengkap, email dan nomor ponsel, dll)
- Lakukan pembayaran PNBP melalui ATM/internet banking/m-banking
Terkait dengan jenis barang/jasa yang akan dimohonkan pendaftarannya, dapat melihat jenis dan klasifikasi barang/jasa pada Sistem Klasifikasi Merek NICE Classification.
(Sumber Gambar: https://www.dgip.go.id/)
Private label tentu juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Berikut beberapa keunggulan dan kelemahannya menurut Suliyono dalam Jurnal Pengaruh Karakteristik Produk Terhadap Intensi Pembelian Produk Produk Private Label Carrefour (hal.25) adalah:
Keunggulan:
- Harga yang kompetitif
Konsumen pada umumnya sangat sensitif dengan harga, sehingga adanya produk sejenis dengan harga yang lebih murah akan menjadi daya tarik konsumen untuk memilih private label, khususnya konsumen yang tidak loyal terhadap merek tertentu.
Harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk bermerek dimungkinkan karena pendek-nya jalur distribusi, rendahnya biaya promosi (praktis tidak ada biaya promosi) dan rendahnya biaya MOGE (marketing, overhead dan general expenses).
- Margin atau Keuntungan pebisnis ritel
Margin keuntungan yang cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan produk ‘bermerek’. Berdasarkan riset Food Marketing Institute di AS, peritel bisa mendapatkan 35% gross margin dari produk private label.
Sementara gross margin dari produk ‘bermerek’ hanya 25,9%. Peritel tahu benar produk apa saja yang perputarannya cepat (fast moving) berdasarkan database yang dimilikinya. Sehingga dengan memiliki private label untuk produk fast moving, semakin besar keuntungan yang langsung diterima oleh peritel tersebut.
- Menopang nama “brand ritel”
Private label akan mempunyai merek yang spesifik dan unik sesuai dengan nama peritel (pebisnis ritel). Merek yang identik (walau tidak sama persis), akan menggiring konsumen untuk selalu mengingat nama ritel outlet-nya, sehingga menjadi sarana promosi tidak langsung yang akan menopang nama brand ritel tersebut.
- Tanggung jawab rendah terhadap kualitas produk atau complain
Peritel tidak terlalu dipusingkan dengan management kualitas karena private label diproduksi oleh 3PM (3rd Party Manufacturing) untuk perusahaan ritel. Semua pengurusan izin produksi, management kualitas dan penggunaan specific ingredient akan menjadi tanggung jawab dari 3PM.
Complaint handling juga menjadi tanggung jawab dari 3PM, sehingga peritel hanya menjadi saluran penerima pertama bilamana ada komplain terhadap produk tersebut.
- Produk sesuai dengan “market needed” dan “seasonal”
Selain generic product yang selalu tersedia setiap saat, misalnya AMDK (Air Minum Dalam Kemasan), tissue, gula, sambal, kapas pembersih, dll, maka juga ada produk yang dibuat khusus berdasarkan permintaan untuk kurun waktu tertentu, misalnya saat lebaran dan Natal.
Pada saat “seasonal” tersebut, banyak sekali beredar private label makanan kering (snack) dan setiap peritel melakukan perang harga untuk menarik lebih banyak konsumen untuk berbelanja di ritel outlet tersebut.
Baca juga: Apakah Semua Merek Asing Merupakan Merek Terkenal?
Kelemahan:
- Kemasan yang sangat sederhana
Seperti diketahui bersama, bahwa kemasan (packaging) adalah yang dipandang pertama kali oleh konsumen saat produk tersebut dipajang di outlet ritel. Kemasan yang menarik akan meningkatkan minat konsumen untuk melihat lebih detail sebelum memutuskan untuk membelinya. Kemasan yang tidak menarik dan terlalu sederhana, akan mengurangi minat konsumen untuk melihat, apalagi untuk membelinya.
- Kualitas Produk lebih rendah dibanding produk bermerek
Umumnya, kualitas produk private label lebih rendah jika dibandingkan dengan kualitas produk bermerek. Mungkin ini juga menjadi strategi dari pebisnis ritel, yaitu memposisikan produk-nya mempunyai kualitas lebih rendah dibandingkan dengan produk bermerek, agar bisa menekan harga.
- Pemasaran yang terbatas
Private label umumnya disalurkan melalui bisnis ritel modern, sehingga jalur pemasaran dan distribusi produk tersebut tidak akan menyebar luas dan hanya terbatas di ritel modern tersebut.
- Kompleksitas di 3PM (3rd Party Manufacturing)
Bilamana 3PM memperoleh order dari beberapa pebisnis ritel untuk produk yang sama, akan meningkatkan kompleksitas dalam operasional 3PM. Produk yang sama akan mempunyai packaging yang berbeda menyesuaikan dengan permintaan retail modern yang memesan, sehingga inventory di 3PM makin beragam dan meningkatkan kompleksitasnya.
Punya pertanyaan seputar Legalitas usaha, Hak Kekayaan Intelektual atau masalah Hukum Perusahaan lainnya? Segera hubungi SmartLegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Sekar Dewi Rachmawati