Sengketa Rebutan Merek Tisu Nice vs Nice, Hingga Ke Pengadilan
Smartlegal.id -
“Kasus sengketa antara merek tisu Nice dan Tisu Mice menyoroti pentingnya perlindungan HKI dan urgensi memastikan bahwa pendaftaran merek dilakukan dengan itikad baik.”
Kasus rebutan merek antara Tisu Mice dan Tisu Nice menjadi perbincangan hangat di dunia usaha. PT Univenus, pemilik merek Tisu Nice, menggugat Azkia Diva Nusantara yang memegang merek Tisu Mice atas tuduhan penjiplakan.
Dilansir JPNN (6/10/2024) PT Univenus melakukan gugatan pembatalan merek dengan alasan bahwa merek MICE memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek NICE, yang telah lebih dahulu terdaftar.
Gugatan ini berfokus pada dugaan kemiripan antara kedua merek tersebut. PT Univenus mengklaim bahwa Mice meniru Nice dengan itikad tidak baik, memanfaatkan popularitas dan reputasi merek tersebut di pasar.
Artikel ini akan membahas kronologi singkat kasus dan itikad tidak baik pendaftaran merek.
Baca Juga: Belajar Itikad Baik Pendaftaran Merek Dari Kasus Tempo Gelato
Cerita Singkat Sengketa Merek Tisu Nice dan Mice
Sengketa merek antara Tisu Nice dan Tisu Mice bermula ketika PT Univenus mengajukan gugatan kepada pemilik merek Mice, Azkia Diva Nusantara, atas tuduhan penjiplakan.
PT Univenus berpendapat bahwa merek Mice terlalu mirip dengan Nice, terutama dari segi gaya penulisan, yang berpotensi menyesatkan konsumen. Pengadilan Niaga memutuskan untuk membatalkan merek Mice.
Dalam langkah hukum berikutnya, Azkia Diva Nusantara, selaku pemilik merek Tisu Mice, mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga yang membatalkan merek mereka (Pasal 73 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek)).
Mereka berargumen bahwa tidak ada kesamaan signifikan antara Tisu Mice dan Tisu Nice yang dapat menimbulkan kebingungan. Azkia Diva Nusantara berharap agar Mahkamah Agung mempertimbangkan kembali putusan pembatalan tersebut, dan merek Mice dapat tetap digunakan.
Dari Pantauan Pangkalan Data Kekayaan Intelektual, saat ini status Merek Mice adalah Peninjauan Pengadilan.
Baca Juga : Kasus Sengketa Merek: Memahami Faktor yang Dapat Memicu Konflik!
Itikad Tidak Baik dalam Pendaftaran Merek
Pendaftaran merek dengan itikad tidak baik merupakan salah satu alasan pembatalan merek yang diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UU Merek.
Itikad tidak baik terjadi ketika seseorang dengan sengaja mendaftarkan merek yang mirip dengan merek terkenal atau merek yang sudah lebih dulu terdaftar dengan tujuan untuk menimbulkan kebingungan atau meraih keuntungan dari reputasi merek tersebut.
Dalam kasus ini, PT Univenus menuduh Azkia Diva Nusantara telah bertindak dengan itikad tidak baik saat mendaftarkan merek Tisu Mice (Pasal 77 ayat (2) UU Merek).
Pengadilan Niaga sependapat bahwa ada kemiripan dari segi nama dan fonetik yang dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Oleh karena itu, merek Tisu Mice dibatalkan.
Pentingnya Penelusuran Merek
Kasus sengketa antara Tisu Mice dan Tisu Nice menegaskan betapa pentingnya penelusuran merek sebelum mendaftarkan merek baru.
Pelaku usaha wajib memastikan bahwa merek yang mereka daftarkan tidak memiliki kesamaan dengan merek lain yang sudah terdaftar lebih dahulu. Hal ini untuk menghindari sengketa di kemudian hari dan menjaga reputasi bisnis.
Penelusuran merek dapat dilakukan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk melihat apakah merek yang ingin didaftarkan sudah ada sebelumnya. Langkah ini penting dalam melindungi aset bisnis serta memastikan keberlanjutan usaha di pasar.
Baca Juga : Sengketa Merek Susu Etawaku Part 1: Belajar soal Pembatalan Merek
Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Merek Tisu Nice vs Mice
Dalam menyelesaikan sengketa merek, terdapat pilihan penyelesaian sengketa. Menurut Pasal 83 ayat (1) UU Merek, pemilik merek yang mengajukan gugatan terhadap pihak yang menggunakan merek lain yang memiliki merek sama persis, yaitu dengan mengajukan gugatan ganti rugi dan/ atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Selain penyelesaian gugatan pada Pasal 83 UU Merek, penyelesaian sengketa lain yang ditawarkan adalah melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (Pasal 93 UU Merek) dan dapat meminta surat penetapan sementara (Pasal 94 UU Merek).
Ketentuan pidana bagi yang melakukan pelanggaran merek yang sama, terdapat di Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Merek, dengan denda maksimal 2 miliar rupiah dan pidana penjara 5 tahun.
Dari kasus ini, kita dapat belajar bahwa hanya mendaftarkan nama atau logo bisnis sebagai merek tidak cukup untuk melindungi pendapatan dan kelangsungan usaha. Dalam kompetisi yang semakin ketat, pengusaha harus memiliki strategi hukum yang matang untuk memitigasi risiko, terutama karena brand mencerminkan citra bisnis.
Perlu diketahui juga akibat kasus ini pihak merek Tisu Nice langsung mendaftarkan berbagai elemen dalam merek NICE untuk menghindari kasus serupa, hal tersebut dapat dilihat pada PDKI.
Selain itu, merek non-tradisional seperti tampilan visual toko atau packaging dapat didaftarkan sebagai bentuk perlindungan tambahan. Sayangnya, masih banyak pengusaha yang kurang memperhatikan pendaftaran merek di lebih dari satu kelas, sehingga perlindungan bisnis tidak maksimal.
Jika Anda mengalami permasalahan terkait pendaftaran merek atau sengketa merek, tim Smartlegal.id siap membantu memberikan solusi hukum yang tepat untuk melindungi bisnis Anda.
Author: Aulina Nadhira
Editor: Genies Wisnu Pradana