Penerapan No Work No Pay Bagi Perusahaan Terdampak COVID-19
Smartlegal.id -
“No Work No Pay memiliki arti, jika pekerja tidak melakukan pekerjaan, maka upahnya tidak dibayar oleh perusahaan”
Adanya pandemi COVID-19 atau virus corona menyebabkan beberapa aktivitas perusahaan tidak dapat berjalan normal. Dengan keluarnya Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 13.A Tahun 2020 yang memperpanjang penetapan status keadaan tertentu darurat wabah penyakit akibat COVID-19 di Indonesia.
Dengan adanya keputusan kepala BNPB tersebut menyebabkan perusahaan harus berpikir kreatif agar usahanya dapat bertahan. Salah satu yang harus dipikirkan perusahaan terkait dengan hubungan kerja antara perusahaan dan pekerjanya. Dimana saat kondisi perusahaan mengalami penurunan pendapatan, namun harus bertahan di kondisi saat ini.
Perusahaan tentu harus mencari cara agar menghindari PHK. Salah satu cara yang dapat digunakan perusahaan dengan menerapkan No Work No Pay kepada pekerjanya.
Baca juga: 6 Cara Penanganan Virus Corona Yang Dapat Diterapkan Perusahaan
No Work No Pay memiliki arti, jika pekerja tidak melakukan pekerjaan, maka upahnya tidak dibayar oleh perusahaan. No Work No Pay diatur dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjan) yang berbunyi, upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
Namun perlu diperhatikan, perusahaan tidak dapat sembarangan menerapkan hal tersebut kepada pekerjanya. Perusahaan dapat menerapkan No Work No Pay jika pekerjanya tidak melakukan pekerjaan karena kelalaiannya. Jika pekerja terkena dampak dari COVID-19 perusahaan tidak dapat menerapkan No Work No Pay.
Perusahaan yang menerapkan No Work No Pay harus berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan perusahan. Hal itu dilakukan untuk menghindari terjadi perselisihan hubungan industrial antara perusahaan dengan karyawan.
Untuk melindungi pekerja dan perusahan Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan Pekerja/Buruh Dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Berdasarkan surat edaran tersebut pekerja yang tidak melaksanakan pekerjaannya karena telah dikategorikan Orang Dalam Pemantauan (ODP) akibat COVID-19, maka perusahan tidak dapat menerapkan No Work No Pay. Selain itu pekerja yang dikategorikan sakit atau suspek COVID-19 dan dikarantina berdasarkan keterangan dokter, maka perusahaan wajib membayar penuh upah pekerjanya.
Mengubah status Hubungan Kerja
Pada prinsipnya, tidak semua jenis pekerjaan dapat diterapkan sistem No Work No Pay. Penerapan sistem ini dapat diberlakukan jika pekerjaan tersebut dapat dihitung berdasarkan perhitungan atas output pekerjaannya. Misalnya, didasarkan pada jumlah produksi harian, jumlah penjualan, penyediaan jasa atau jenis pekerjaan yang ruang lingkup kerjanya dapat disepakati antara perusahaan dengan pekerja.
Namun jika pekerja sudah memiliki status sebagai pekerja kontrak atau bahkan pekerja tetap, maka harus dibuat kesepakatan baru dengan mengakhiri status kerja yang sudah ada, dan menyepakati sistem yang baru, No Work No Pay. Memang hal ini tidak mudah dan dinilai tidak menguntungkan bagi pekerja. Namun di saat kondisi keuangan perusahaan sedang sulit, maka hal ini bisa menjadi 1 opsi agar dapat bersama-sama terpenuhi kebutuhan minimalnya.
Bertahan atau tidaknya perusahaan dari dampak virus corona menjadi tanggungjawab bersama antara pekerja dan pemilik perusahaan. Ada baiknya perusahaan mengkomunikasikan dengan jujur dan transparan kepada pekerjanya. Sehingga tidak terjadi perselisihan antara perusahaan dan pekerja.
Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum lain dalam bisnis anda? Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol dibawah ini.