10 Bentuk Kerjasama Kemitraan Untuk UMKM
Smartlegal.id -
“Kemitraan dapat mendatangkan keuntungan bagi UMKM dan usaha besar yang saling mengikatkan diri”
Dalam menjalankan usaha, tentu diperlukan langkah-langkah yang dapat menunjang kemajuan usaha tersebut. Seringkali pelaku usaha bekerja sama dengan pelaku usaha lain agar usahanya kian maju dan berkembang.
Tak hanya pelaku usaha besar, kerja sama juga dilakukan oleh pelaku usaha kecil, mikro dan menengah (pelaku UMKM). Bentuk kerja sama ini dikenal dengan nama kemitraan.
Kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung antara pelaku UMKM dengan usaha besar. Kemitraan dilakukan atas dasar saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan (Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UU UMKM)).
Tentunya, kemitraan tidak hanya mendatangkan keuntungan bagi UMKM, namun juga bagi usaha besar, karena para pihak yang terikat kemitraan akan mendapatkan manfaatnya.
Baca juga: PP UMKM SAH! Ini Kriteria UMKM Yang Baru
Lalu, apa saja bentuk kerjasama kemitraan yang dapat digunakan pelaku UMKM?
Terdapat 10 bentuk atau pola kemitraan menurut Pasal 106 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM (PP 7/2021), diantaranya adalah:
- Inti-plasma
Dalam kemitraan inti-plasma terdapat 2 macam hubungan kemitraan (Pasal 107 PP 7/2021), yakni:
- Usaha besar sebagai inti dengan UMKM sebagai plasma; atau
- Usaha menengah sebagai inti dengan UMK sebagai plasma.
Usaha yang menjadi inti dalam inti plasma memberikan pembinaan dan mengembangkan usaha plasma dalam hal persiapan lahan sampai dengan bimbingan manajemen usaha.
- Subkontrak
Pada pola kemitraan subkontrak, terdapat 2 macam hubungan kemitraan (Pasal 108 ayat (1) PP 7/2021):
- Usaha besar sebagai kontraktor dengan UMKM sebagai subkontraktor; atau
- Usaha menengah sebagai kontraktor dan UMK sebagai subkontraktor.
Dukungan yang diberikan usaha besar sebagai kontraktor berupa (Pasal 108 ayat (2) PP 7/2021):
- Kemudahan dalam mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponen;
- Kemudahan memperoleh bahan baku;
- Peningkatan pengetahuan teknis produksi;
- Teknologi;
- Pembiayaan; dan
- Sistem pembayaran.
3. Waralaba
Yang dapat berkedudukan sebagai pemberi waralaba adalah usaha besar, dengan UMKM sebagai penerima waralaba. Selain itu, usaha menengah juga dapat menjadi pemberi waralaba, dengan UMK sebagai penerima waralaba (Pasal 109 ayat (1) PP 7/2021).
Ketentuan waralaba ini merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Permendag 71/2019). Bentuk waralaba memiliki ciri khas usaha yang menjadi keunggulan usaha tertentu sehingga tidak mudah ditiru dan dibandingkan dengan usaha lain yang serupa (Pasal 1 angka 2 Permendag 71/2019).
- Perdagangan umum
Di perdagangan umum, usaha besar dan UMKM bekerja sama dalam hal pemasaran dan penyediaan lokasi usaha secara terbuka (Pasal 110 PP 7/2021).
- Distribusi dan keagenan
Terdapat 2 bentuk kemitraan yang dapat dilakukan, diantaranya (Pasal 111 PP 7/2021):
- Usaha besar memberikan hak khusus kepada UMKM untuk memasarkan barang dan jasa
- Usaha Menengah memberikan hak khusus kepada UMK untuk memasarkan barang dan jasa
Tentunya, hak pemasaran ini memperhatikan ciri dari distribusi dan keagenan. Dalam distribusi, distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri, sedangkan dalam keagenan, agen bertindak untuk dan atas nama usaha yang memberikannya hak khusus (prinsipal).
- Rantai pasok
Kemitraan rantai pasok merupakan kerja sama antara UMKM dan usaha besar yang bergantung satu sama lain dalam aliran barang dan jasa, untuk mengubah bahan mentah menjadi produk dalam rangka efisiensi (Pasal 1 angka 8 PP 7/2021).
Kemitraan ini meliputi pengelolaan perpindahan produk, pendistribusian produk dan pengelolaan ketersediaan bahan baku (Pasal 112 ayat (1) PP 7/2021).
Pada pola rantai pasok, terdapat 2 jenis kemitraan (Pasal 112 ayat (2) PP 7/2021):
- Usaha besar berkedudukan sebagai penerima barang, dengan UMKM sebagai penyedia barang; atau
- Usaha menengah berkedudukan sebagai penerima barang, dengan UMK sebagai penyedia barang.
7. Bagi hasil
Dalam kemitraan bagi hasil, usaha besar membiayai UMKM yang menjalankan usaha. Selain itu, usaha menengah juga dapat membiayai UMK yang menjalankan usaha (Pasal 113 ayat (1) PP 7/2021).
Pihak-pihak dalam bagi hasil ini memberi kontribusi sesuai dengan kemampuan dan sumber daya masing-masing pihak, dengan pembagian keuntungan didasarkan pada perjanjian yang disepakati (Pasal 113 ayat (2) dan (3) PP 7/2021).
- Kerja sama operasional
Kerja sama operasional sifatnya sementara. Dalam hal ini, UMKM bekerja sama dengan usaha besar sampai dengan selesainya pekerjaan. UMK juga dapat bekerja sama dengan usaha menengah dalam pekerjaan sementara ini, sampai pekerjaan terselesaikan (Pasal 114 PP 7/2021).
- Usaha Patungan (joint venture)
Terdapat unsur asing dalam Joint venture, diantaranya (Pasal 115 ayat (1) PP 7/2021)
- UMKM melakukan kemitraan dengan usaha besar asing; dan
- UMK dapat melakukan kemitraan usaha dengan usaha menengah asing. Caranya, dengan mendirikan badan usaha berbentuk perseroan terbatas sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
- Penyumberluaran (Outsourcing)
Seperti ketentuan pada Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja, outsourcing diperuntukkan pada bidang dan jenis usaha yang bukan merupakan pekerjaan pokok (Pasal 116 ayat (2) PP 7/2021).
Dalam outsourcing, pola kemitraannya seperti:
- Usaha besar sebagai pemilik pekerjaan, dengan UMKM sebagai penyedia dan pelaksana jasa pekerjaan; atau
- Usaha menengah sebagai pemilik pekerjaan, dengan UMK sebagai penyedia dan pelaksana jasa pekerjaan.
Ketentuan kemitraan outsourcing tidak terlepas dari ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja.
Sebelum melakukan kerja sama kemitraan, diperlukan sebuah kesepakatan. Kesepakatan ini tertuang dalam sebuah perjanjian kemitraan. Perjanjian kemitraan UMKM dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia (Pasal 117 ayat (2) PP 7/2021). Jika salah satu pihak merupakan orang atau badan hukum asing, maka perjanjian dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing (Pasal 117 ayat (3) PP 7/2021).
Bingung dengan kemitraan dan ketentuan hukum yang berlaku? Jangan sampai usaha Anda harus berhenti karena terjerat kasus hukum. Bingung dengan ketentuan hukum yang berlaku? Konsultasikan saja dengan Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Annisaa Azzahra