Risiko Jika Perubahan Direksi Tidak Segera Didaftarkan Sesuai UUPT dan UU Cipta Kerja
Smartlegal.id -

“Apa saja risiko jika perubahan direksi tidak segera didaftarkan? Keterlambatan pelaporan dapat menimbulkan risiko hukum, sengketa internal, hingga hambatan bisnis yang mengancam keberlanjutan perusahaan.”
Perubahan Direksi dalam Perseroan Terbatas (PT) bukan sekadar pergantian jabatan, melainkan keputusan strategis yang membawa konsekuensi hukum dan administratif.
Direksi adalah organ utama perseroan yang berwenang mengurus serta mewakili perusahaan, sehingga setiap perubahan susunan harus segera dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar sah secara hukum.
Keterlambatan pendaftaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UUPT) dapat menimbulkan berbagai risiko.
Untuk menghindari risiko tersebut, perusahaan wajib memproses perubahan Direksi melalui notaris dan mendaftarkannya ke Kemenkumham dalam waktu maksimal 30 hari setelah keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Langkah cepat dan tepat ini memastikan legalitas serta menjaga stabilitas tata kelola perusahaan.
Baca Juga: Cara Membuat Cash Flow dan Contohnya untuk Melihat Kondisi Keuangan Perusahaan
Risiko Jika Perubahan Direksi Tidak Segera Didaftarkan
Perubahan Direksi dalam Perseroan Terbatas (PT) bukan hanya urusan internal perusahaan, tetapi juga memiliki implikasi hukum yang besar.
Berdasarkan Pasal 94 ayat (1) UUPT, Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Keputusan tersebut wajib dituangkan dalam akta notaris dan dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar sah secara hukum.
Ketentuan pelaporannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (5) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas (Permenkumham 21/2021).
Berdasarkan aturan ini, pelaporan perubahan Direksi wajib dilakukan paling lambat 30 hari sejak tanggal akta perubahan. Keterlambatan atau kelalaian dalam melaporkan perubahan Direksi dapat menimbulkan sejumlah risiko hukum dan bisnis sebagai berikut:
1. Tidak Diakui Secara Hukum
Apabila hasil RUPS belum dilaporkan ke Kemenkumham, maka susunan Direksi baru tidak tercatat dalam database resmi pemerintah. Artinya, Direksi tersebut belum memiliki kewenangan hukum untuk mewakili perusahaan di hadapan pihak ketiga.
Akibatnya, terjadi ketidakpastian siapa yang sah bertindak atas nama perusahaan dalam penandatanganan kontrak, pengajuan perizinan, atau penyelesaian perkara (Pasal 95 ayat (1) UUPT).
2. Hambatan dalam Kontrak Bisnis
Direksi merupakan pihak yang berwenang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena itu, agar perjanjian memiliki kekuatan hukum penuh, perubahan Direksi wajib terlebih dahulu didaftarkan secara resmi (Pasal 98 ayat (1) UUPT).
Kontrak yang ditandatangani oleh Direksi baru sebelum perubahan tercatat di Kementerian Hukum dan HAM berisiko tidak diakui keabsahannya, karena secara hukum Direksi lama masih tercantum sebagai pihak yang sah mewakili perseroan.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat membuat pihak lawan kontrak atau investor meragukan validitas dokumen dan menolak bekerja sama hingga perubahan tersebut disahkan.
Baca Juga: Contoh Surat Perjanjian Kerjasama Bisnis yang Sah Secara Hukum Dan Cara Membuatnya
3. Kendala Perbankan dan Keuangan
Lembaga keuangan umumnya mensyaratkan data perusahaan yang telah tercatat secara resmi di Kementerian Hukum dan HAM sebagai dasar verifikasi dalam setiap transaksi.
Apabila perubahan Direksi belum dilaporkan dan disahkan, maka pembukaan rekening baru, pencairan fasilitas kredit, maupun transaksi keuangan dalam jumlah besar berpotensi ditolak karena ketidaksesuaian data antara dokumen perusahaan dan catatan resmi pemerintah.
Selain itu, anggota Direksi memiliki tanggung jawab hukum untuk menjaga transparansi dan integritas dalam pengelolaan keuangan perusahaan.
Berdasarkan Pasal 101 UUPT, Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya, baik atas nama sendiri maupun keluarganya, untuk dicatat dalam daftar khusus. Apabila kewajiban ini diabaikan dan mengakibatkan kerugian bagi Perseroan, maka Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi.
Dengan demikian, pelaporan perubahan Direksi secara tepat waktu bukan hanya memenuhi kewajiban administratif, tetapi juga menjadi bentuk kepatuhan terhadap tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
4. Masalah dalam Tender dan Perizinan
Dalam praktiknya, banyak instansi pemerintah maupun swasta mensyaratkan legalitas perusahaan yang mutakhir sebagai bagian dari verifikasi administrasi dalam proses tender, pengadaan barang/jasa, maupun perpanjangan izin usaha.
Apabila data Direksi belum diperbarui dan tercatat secara resmi di Kementerian Hukum dan HAM, perusahaan dapat didiskualifikasi dari proses tender atau ditolak perpanjangan izinnya karena dianggap tidak memiliki struktur kepengurusan yang sah.
Kewajiban pelaporan dan pendaftaran perubahan Direksi ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Permenkumham 21/2021 yang menyatakan bahwa, Permohonan pendaftaran pendirian, perubahan, dan pembubaran badan hukum Perseroan diajukan oleh pemohon kepada Menteri.
Dengan demikian, ketertiban administrasi hukum perusahaan menjadi hal penting untuk menjaga kepastian hukum, kelancaran perizinan, dan kepercayaan lembaga publik maupun mitra bisnis.
Baca Juga: Mendirikan PT dengan Beberapa Bidang Usaha, Apakah Boleh? Ini Ketentuannya
5. Potensi Sengketa Internal
Ketidaksesuaian antara akta perubahan perusahaan dengan data yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM sering kali menjadi sumber sengketa internal antara pemegang saham maupun antar anggota Direksi. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai siapa yang sah mewakili perseroan.
Direksi baru yang belum tercatat dapat dianggap tidak memiliki kewenangan yang sah, sementara Direksi lama masih memikul tanggung jawab hukum karena namanya masih tercantum dalam data resmi pemerintah.
Situasi semacam ini dapat berimplikasi serius terhadap jalannya operasional perusahaan, terutama ketika timbul perbedaan kebijakan atau keputusan manajerial yang berujung pada konflik kepentingan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 97 UUPT, setiap anggota Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika Direksi lalai atau melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, bahkan secara tanggung renteng apabila terdapat lebih dari satu anggota Direksi.
Oleh karena itu, keterlambatan dalam melaporkan perubahan Direksi tidak hanya menimbulkan ketidakpastian administratif, tetapi juga dapat memperbesar risiko hukum dan merusak stabilitas tata kelola perusahaan.
Langkah-Langkah Perubahan Direksi PT di Indonesia
Perubahan Direksi dalam Perseroan Terbatas (PT) tidak bisa dilakukan secara sepihak. Prosesnya harus melalui tahapan hukum agar sah dan diakui secara resmi.
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS merupakan forum tertinggi yang berwenang menetapkan perubahan Direksi. Hasil keputusan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pemegang saham.
2. Pembuatan Akta Notaris
Keputusan RUPS wajib dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat oleh notaris. Akta ini menjadi dasar pendaftaran perubahan ke Kemenkumham. Dokumen yang diperlukan meliputi akta pendirian, berita acara RUPS, dan identitas Direksi baru.
3. Pendaftaran ke Kemenkumham
Notaris mengajukan perubahan Direksi melalui sistem AHU Online dalam waktu maksimal 30 hari sejak RUPS. Setelah diverifikasi dan disetujui, Kemenkumham menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pengesahan Perubahan Direksi sebagai bukti legalitas resmi.
4. Pengumuman di Berita Negara
Perubahan yang telah disahkan wajib diumumkan di Berita Negara Republik Indonesia untuk memberitahu publik dan pihak eksternal terkait perubahan kepengurusan perusahaan.
5. Pembaruan Data di Instansi Terkait
Setelah perubahan Direksi disahkan, perusahaan perlu memperbarui data di sistem OSS, NPWP, dan perizinan lain agar seluruh administrasi sesuai dengan susunan pengurus terbaru.
Dengan mengikuti seluruh tahapan ini, perusahaan memastikan perubahan Direksi berjalan sah, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jika Anda membutuhkan pendampingan, Smartlegal.id siap membantu Anda memperoleh legalitas usaha secara cepat, aman, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Segera konsultasikan bersama Smartlegal.id sekarang!
Author : Kunthi Mawar Pratiwi
Editor : Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://kontrakhukum.com/article/langkah-langkah-perubahan-direksi-pt-di-indonesia-prosedur-yang-harus-diketahui/#:~:text=Setelah%20pembuatan%20akta%20selesai%2C%20notaris,Direksi%20mendapat%20pengakuan%20secara%20resmi.
























