Konsumen Batalkan Pembelian secara Sepihak? Perhatikan Kontrak Elektronik-nya
Smartlegal.id -
“Untuk menjamin komitmen para pihak dalam kegiatan jual-beli elektronik, para pihak dapat membuat kontrak elektronik”
Pesatnya kemajuan teknologi informasi di era digital ini telah membawa perubahan yang signifikan pada berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Adapun salah satu kegiatan yang terdampak oleh kemajuan teknologi informasi ini adalah kegiatan perdagangan.
Berkat kemajuan itu, kini kegiatan transaksi jual-beli antara pembeli dan penjual dapat dilakukan secara online tanpa harus bertemu secara langsung. Transaksi seperti ini atau yang biasa disebut sebagai e-commerce cenderung lebih diminati karena dapat mempermudah penjual dan pembeli yang jaraknya berjauhan untuk melakukan transaksi.
Meski demikian, bukan berarti kegiatan jual-beli yang dilakukan dengan cara ini tidak memunculkan masalah dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang timbul kerap disebabkan tidak bertemunya kedua belah pihak secara langsung, sehingga masing-masing pihak tidak dapat memastikan apakah pihak lainnya akan memenuhi kewajibannya (prestasi) sesuai perjanjian atau tidak.
Baca juga: Mau Menjalin Kerjasama Bisnis? Perhatikan Ini Dulu!
Adapun salah satu bentuk ingkar janji (wanprestasi) yang dapat terjadi adalah pembatalan pejrjanjian jual-beli secara sepihak oleh pembeli. Lantas, langkah apakah yang dapat dilakukan penjual jika pembeli membatalkan perjanjian yang telah dibuat secara speihak?
Perjanjian Jual Beli
Seperti halnya kegiatan jual-beli yang dilakukan secara konvensional, kegiatan jual-beli yang dilakukan secara online juga menyertakan perjanjian jual-beli di dalamnya yang mengikat kedua belah pihak. Lalu bagaimanakah ketentuan perjanjian jual beli yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?
Mengacu pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) syarat-syarat sahnya suatu perjanjian meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Tercapainya kata sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut tanpa adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
- Kecakapan para pihak yang membuat perjanjian, artinya para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian tersebut adalah orang-orang yang menurut hukum telah cakap untuk melakukan perbuatan hukum seperti membuat perjanjian.
- Suatu hal tertentu, yakni adanya objek yang diperjanjikan.
- Suatu sebab yang halal, artinya perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis dan akan dinyatakan sah selama adanya kata “sepakat” dari para pihak yang terlibat. Oleh karena itu, pada hakikatnya untuk membuat perjanjian jual-beli termasuk yang dilakukan secara online tidak perlu dibuat secara tertulis baik itu dalam bentuk kontrak dan sebagainya.
Meski demikian, pembuatan perjanjian termasuk perjanjian jual-beli secara tertulis sangat disarankan untuk kepentingan pembuktian. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum serta melindungi hak-hak para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian.
Khusus untuk kegiatan jual-beli yang dilakukan secara online, dapat dibuat perjanjian melalui sistem elektronik berupa kontrak elektronik. Adapun syarat-syarat sahnya kontrak elektronik diantaranya meliputi:
- Terdapat kesepakatan para pihak;
- Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Terdapat hal tertentu; dan
- Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE)).
Sementara itu, hal-hal yang harus dimuat dalam kontrak elektronik setidak–setidaknya harus meliputi:
- Data identitas para pihak;
- Objek dan spesifikasi;
- Persyaratan Transaksi Elektronik;
- Harga dan biaya;
- Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
- Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/ atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan
- Pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik (Pasal 47 ayat (3) PP PSE).
Pembuatan kontrak elektronik sangat penting bagi penjual karena calon pembeli tidak dapat dibebani kewajiban untuk membayar barang yang dikirim tanpa adanya dasar kontrak (Pasal 48 ayat (5) PP PSE). Namun, di sisi lain kontrak elektronik juga dapat dijadikan sebagai jaminan bagi penjual untuk mencegah pembeli melakukan pembatalan perjanjian secara sepihak serta memastikan pembeli untuk melunasi pembayarannya sesuai kesepakatan.
Baca juga: Barang Tidak Sesuai Pesanan Saat Pakai Sistem COD, Tanggung Jawab Siapa?
Batalnya Perjanjian Jual Beli Berdasarkan Kontrak Elektronik
Sementara itu, apabila salah satu pihak ingin melakukan pembatalan perjanjian jual-beli, maka pembatalan yang dilakukan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan tersebut, permintaan pembatalan dapat diajukan kepada hakim jika terdapat tindakan wanprestasi atau tidak terpenuhinya kewajiban oleh salah satu pihak.
Pembatalan perjanjian yang dilakukan juga harus sesuai dengan prosedur pembatalan perjanjian sebagaimana yang dimuat dalam kontrak elektronik yang telah disepakati. Apabila prosedur pembatalan perjanjian tidak diatur dalam kontraknya, maka hakim dapat memberikan waktu kepada salah satu pihak (tidak lebih dari 1 bulan) untuk melunasi kewajibannya.
Dengan dilakukannya pembatalan perjanjian, maka pihak yang mengajukannya dapat menuntut pihak lainnya untuk melunasi biaya ganti rugi beserta bunganya (Pasal 1267 KUHPerdata). Perlu dicatat bahwa pembatalan perjanjian jual-beli secara sepihak tanpa memenuhi ketentuan pasal 1266 KUHPerdata merupakan perbuatan melawan hukum.
Memiliki pertanyaan seputar hukum perusahaan dan masalah hukum lainnya? Segera konsultasikan kepada kami. Hubungi Smartlegal.id dengan menekan tombol di bawah ini.
Author: Muhammad Fa’iz Nur Abshar