Cinema XXI Siap IPO:  Ternyata UMKM Juga Bisa IPO!

Smartlegal.id -
cinema xxi
cinema xxi

“Cinema XXI salah satu bioskop terbesar di Indonesia dikabarkan akan melantai di pasar saham. Ternyata IPO gak cuma untuk usaha besar loh, UMKM juga bisa”

PT Nusantara Sejahtera Raya sebagai perusahaan yang menggeluti bisnis bioskop “Cinema XXI” dikabarkan akan melakukan penawaran saham umum perdananya di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan berencana akan menawarkan 8,33 miliar saham baru atau  setara dengan 10,0 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO.

Masa awal penawaran umum tersebut akan berlangsung pada 10 sampai 14 Juli 2023 dengan menargetkan perusahaan dapat meraih dana sebanyak-banyaknya sekitar Rp2,4 triliun dalam IPO nanti.

Sekitar 65 persen dana hasil IPO tersebut akan digunakan untuk pendanaan belanja modal pengembangan jejaring bioskop di Indonesia yang akan dilakukan melalui pembangunan bioskop baru, pembelian peralatan proyeksi gambar dan suara dengan teknologi terbaru dan peralatan lainnya untuk meningkatkan kualitas bioskop yang ada saat ini dan kenyamanan penonton.

Kemudian, sekitar 20 persen dana IPO akan digunakan untuk pembayaran lebih awal sebagian pokok utang kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang mana per tanggal 12 Mei 2023 total pokok pinjaman adalah sebesar Rp 1,3 triliun. 

Cinema XXI juga akan melakukan pembayaran atas sebagian pinjaman BRI sehingga saldo kewajiban setelah pembayaran akan menjadi Rp 917,1 miliar. Dan sekitar 15 persen akan digunakan untuk modal kerja, tetapi tidak terbatas untuk pembelian barang dan jasa dalam rangka mendukung kegiatan usaha Cinema XXI.

Ketentuan Perusahaan Melakukan IPO

Pendanaan merupakan unsur terpenting bagi suatu perusahaan baik perusahaan berskala kecil maupun besar. Selain bersumber dari dalam perusahaan yang mana laba ditahan perusahaan yang dihimpun sedemikian rupa, pendanaan perusahaan dapat bersumber dari luar perusahaan. Salah satu alternatifnya dengan mekanisme penyertaan modal melalui proses go public atau penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

Baca juga: UMKM IPO? Kenapa Nggak, 6 Ini Yang Perlu Dipersiapkan

Secara garis besar IPO dilakukan oleh perusahaan yang awalnya tertutup menjadi perusahaan terbuka. Lantaran sahamnya akan dibeli oleh masyarakat umum dan menjadi instrumen investasi, maka perusahaan harus memiliki standar kepatuhan yang tinggi terhadap peraturan perundang-undangan, termasuk pada peraturan bursa.

Berikut beberapa konsekuensi sebuah perusahaan yang tunduk pada ketentuan pasar modal atau menjadi perusahaan terbuka: 

  1. Perusahaan harus siap dengan keterbukaan informasi 
  2. Setiap perusahaan yang telah go public harus merubah semua tatanan perihal peraturan perusahaan menjadi lebih formal Wajib untuk menaati peraturan yang dibuat oleh pihak pasar modal 
  3. Harus siap untuk membangun perusahaan ke arah yang lebih positif 
  4. Berkewajiban untuk membayar angsuran yang telah dibebankan

Namun bagi pelaku usaha yang ingin mendanai usahanya dengan tetap mempertahankan status usahanya sebagai perusahaan tertutup, pelaku usaha dapat menempuh jalur equity crowdfunding sebagai solusinya.

Apa itu Equity Crowdfunding?

Singkatnya, Equity Crowdfunding (ECF) adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka (POJK No.57/2020).

Penawaran saham tersebut akan dilakukan oleh penerbit atau perusahaan melalui layanan urunan dana, bukan melalui penawaran umum seperti halnya IPO. Penerbit atau Perusahaan yang ingin menjual sahamnya akan dipertemukan dengan pemodal atau calon pembeli saham. Penerbit dan pemodal nantinya dipertemukan melalui platform yang difasilitasi oleh penyelenggara ECF.

Baca juga: Pahami Dulu Beda Equity Crowdfunding dan Penawaran Saham

Perusahaan penerbit ECF harus tunduk atau mengikuti ketentuan yang berlaku di pasar modal jika memenuhi ketentuan sebagai berikut (POJK No. 57/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi yang mencabut POJK No. 37/2018):

  1. Jumlah pemegang saham Penerbit tidak lebih dari 300  pihak 
  2. Jumlah modal disetor Penerbit tidak lebih dari Rp30.000.000.000,- 
  3. Kekayaan bersih kurang dari Rp10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

Walaupun secara garis besar equity crowdfunding ataupun initial public offering memiliki tujuan yang sama, yaitu salah satunya menawarkan saham kepada public, namun skema ECF memiliki perbedaan dengan IPO.

Perbedaan yang paling terlihat adalah adanya diaturnya jangka waktu penawaran saham melalui ECF paling lama 12 (dua belas) bulan, serta batasan total dana yang dihimpun melalui penawaran saham yakni Rp10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sedangkan pada skema IPO tidak memiliki jangka waktu dan tidak memiliki batas maksimal nilai saham yang dijual.

Selain itu, peraturan ECF tidak mengenal adanya Profesi Penunjang seperti halnya peraturan terkait IPO yang diperuntukkan sebagai pembantu dalam proses pelaksanaan pendanaan publik (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal). Sehingga, terdapat sejumlah risiko dalam skema ECF yang meliputi : 

  1. Tidak diperolehnya dividen;
  2. Saham yang tidak likuid;
  3. Terjadi dilusi kepemilikan saham;
  4. Hilangnya modal (capital loss);
  5. Kegagalan operasional penyelenggara 

Jika usaha UMKM dirasa sudah cukup untuk memenuhi ketentuan pasar modal yang berlaku dengan segala konsekuensinya, sangat disarankan bagi pelaku usaha UMKM untuk dapat menempuh skema IPO agar segala risiko yang tidak di-cover oleh skema ECF dapat dihindari.

Kalau mau scale up bisnismu pastinya yang harus dipersiapkan adalah legalitas usaha. Khawatir ngurusnya ribet? tenang aja Konsultan Smartlegal.id bisa bantuin ngurus legalitas bisnismu dari awal sampai mau IPO!. Klik tombol di bawah ini kalau mau konsultasi lebih lanjut.

Author: Yanuar Ramadhana
Editor: Dwiki Julio

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY